Jember,
4 September 2014
1.
Menkumham Republik Indonesia
2.
Komisi III DPR-RI
3.
Pansus RUU Advokat Komisi III DPR-RI
4.
Panja RUU Advokat Komisi III DPR-RI
di
JAKARTA
Dengan hormat,
Sehubungan dengan
terbitnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang Advokat yang disusun oleh
sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
untuk mengubah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat,
bersama ini kami menyatakan menolak dengan tegas Rancangan Undang-Undang (RUU)
Tentang Advokat tersebut. Adapun penolakan terhadap RUU Advokat tersebut
didasarkan atas alasan-alasan sebagai berikut :
1. Bahwa
Rancangan Undang-Undang Advokat untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2003 Tentang Advokat belum memiliki urgensi. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003
Tentang Advokat yang ada sudah memenuhi semua yang dibutuhkan oleh profesi
advokat guna menjamin profesionalitas, independensi,
dan akuntabilitas profesi advokat.
2. Kedudukan
Advokat sebagai Penegak Hukum merupakan subsistem dari sistem peradilan (justice
system) di Indonesia, oleh karena itu perubahan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) dan Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
sebagai sistem peradilan pidana di Indonesia, lebih mendesak untuk dilakukan
daripada perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat
sebagai subsistem.
3. RUU
Advokat merupakan penyesatan bagi profesi advokat, karena RUU tentang Advokat menihilkan
nilai sejarah pembentukan organisasi Advokat yang diperintahkan pembentukannya
oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003
Tentang Advokat. RUU Advokat tidak menghargai sejarah organisasi advokat karena
tidak mencantumkan perjuangan panjang dan kesepakatan 8 (delapan) organisasi
advokat untuk membentuk wadah tunggal advokat, yaitu Peradi.
4. Bahwa,
konsep yang dianut dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang Advokat adalah
Multi Bar dalam arti RUU Advokat memberi peluang terhadap lahirnya lebih dari
satu organisasi advokat. Konsep multi bar ini berpotensi memecah belah advokat
Indonesia dan masyarakat pencari keadilan karena masing-masing organisasi
advokat mempunyai standar profesi dan kode etik profesi yang berbeda-beda.
Demikian pula terhadap perekrutan anggota baru, masing-masing organisasi
advokat akan berlomba-lomba untuk merekrut anggota baru sebanyak-banyaknya
sehingga akan mengabaikan kualitas para advokat.
Bahwa, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat yang berlaku
saat ini menganut konsep Single Bar (wadah tunggal advokat) yang memiliki
standar profesi dan kode etik profesi serta sistem perekrutan advokat baru yang
bersifat tunggal dan berlaku secara nasional. Pelaksanaan konsep Single Bar berdasarkan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003
Tentang Advokat yang dilaksanakan oleh PERADI selama ini telah mendapat
pengakuan dan pujian dari International
Bar Association (IBA) dan organisasi advokat dari Negara-negara lain. Konsep
Single Bar juga dianut oleh organisasi advokat di seluruh dunia.
5. RUU
Advokat merupakan suatu kemunduran (setback)
bagi perkembangan advokat di Indonesia. RUU Advokat berpotensi melemahkan
independensi profesi advokat. RUU advokat memerintahkan pembentukan Dewan
Advokat Nasional (DAN) yang anggotanya dipilih oleh Pemerintah dan DPR, serta
dibiayai dengan dana dari APBN, sehingga adanya keterlibatan Pemerintah
(eksekutif) dan DPR (legislatif) dalam penentuan anggota DAN serta pendanaan
dari APBN tersebut sudah menghilangkan kemandirian/ independensi profesi
advokat.
Demikian Surat Penolakan ini kami
sampaikan, atas perhatian dan perkenannya kami ucapkan terima kasih.
Hormat kami,
Advokat Anggota Dewan Pimpinan Cabang (DPC)
Perhimpunan Advokat
Indonesia (PERADI) Jember