Senin, 26 September 2016

KEDUDUKAN ANAK

Konflik antara Mario Teguh, sang motivator “super”, dengan Ario Kiswinar, telah menjadi perhatian publik akhir-akhir ini. Kasus ini bermula dari kehadiran Ario Kiswinar di acara hitam putih yang dipandu oleh Dedy Corbuzier di Stasiun TV nasional.
Dalam acara itu, Kiswinar mengaku sebagai anak sah dari Mario Teguh. Kiswinar menceritakan kisah hidupnya dengan ibunya dan Mario Teguh sebagai ayah kandungnya. Untuk membuktikan pengakuannya itu, Kiswinar membawa dan menunjukkan Akta Kelahiran, foto-foto Kiswinar waktu bersama Mario Teguh hingga Kartu Keluarga, yang didalamnya tercantum nama Sis Maryono Teguh (nama asli Mario Teguh) sebagai ayah dan kepala Keluarga.
Yang menjadi pertanyaan mendasar adalah, sebenarnya siapakah yang disebut anak sah itu?.
Secara hukum, dengan tegas dinyatakan bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Apabila seorang anak dilahirkan dalam masa perkawinan antara seorang suami dan istri, maka anak tersebut adalah anak yang sah. Pembuktian asal-usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan adanya akte otentik, yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang untuk itu.
Oleh karena itu, apabila dokumen-dokumen yang ditunjukkan oleh Kiswinar, berupa Akta Kelahiran dan Kartu Keluarga itu memang valid dan benar, maka secara formil dapat disimpulkan bahwa Ario Kiswinar adalah anak sah dari Mario Teguh. Karena pembuktian dalam hukum perdata, yang utama adalah pembuktian secara formil.
Lalu, bagaimana jika Mario Teguh tidak mengakui Ario Kiswinar sebagai anaknya?.
Sebenarnya, hukum perkawinan kita sudah mengatur tentang penyangkalan sahnya seorang anak. Apabila seorang suami mencurigai bahwa anak yang dilahirkan oleh istrinya bukanlah anaknya, maka suami dapat menyangkal keabsahan anak tersebut. Penyangkalan ini tentu dengan syarat-syarat yang sangat berat, yaitu suami dapat membuktikan bahwa istrinya telah berbuat zina. Serta anak yang dilahirkan itu merupakan akibat dari perbuatan zina yang dilakukan oleh istrinya.
Satu hal yang penting untuk dipahami adalah bahwa, penyangkalan keabsahan seorang anak hanya dapat dilakukan melalui pengadilan. Pihak yang berkepentingan terhadap keabsahan anak, harus mengajukan permintaannya itu kepada pengadilan. Pengadilan ini yang nantinya akan memberikan keputusan berkaitan dengan sah atau tidaknya seorang anak.
Penyangkalan anak tidak dapat dilakukan hanya dengan pernyataan-pernyataan di media saja. Selama belum ada keputusan pengadilan, maka pembuktian asal usul seorang anak cukup dibuktikan dengan adanya Akta Kelahiran, yang didalamnya menunjukkan siapa ayah kandungnya.

ILMU TENTANG MAKNA-MAKNA

Minggu ini adalah awal perkuliahan semester ganjil di kampus tempat saya bekerja. Mahasiswa baru terlihat bersemangat untuk mengikuti perkuliahan. Semangat mereka terlihat selama perkuliahan dengan aktif menjawab dan mengajukan pertanyaan.
Karena masih kuliah pertama, materi yang diberikan masih berkisar pada hal-hal yang umum sebagai pengantar. Walaupun begitu, pertanyaan yang diajukan mahasiswa sudah masuk pada materi hukum tertentu. Diantaranya tentang hukum perkawinan.
Salah satu mahasiswa menanyakan soal harta gono-gini. Bagaimana pembagiannya?
Mendapat pertanyaan yang sudah fokus pada materi hukum perkawinan tersebut, saya tidak langsung memberikan jawabannya. Dengan sedikit bercanda, saya katakana bahwa harta gono-gini adalah harta yang diperoleh selama perkawinan antara si Gono dengan Gini. Sehingga harta mereka berdua dinamakan harta Gono-gini.
Mendengar jawaban seperti itu, suasana kelas menjadi riuh karena tawa.
Saya sengaja tidak langsung memberi jawaban atas pertanyaan
seperti itu, karena perangkat yang diperlukan untuk memahami hukum, masih belum mereka miliki. Saya justru menegaskan kepada mereka bahwa ilmu hukum adalah ilmu tentang makna-makna. artinya, berbeda kata atau istilah yang kita gunakan, akan berbeda pula maknanya.
Didalam hukum, makna dari suatu kata atau istilah akan berbeda dengan makna yang digunakan dalam masyarakat. Sebagai contoh, kata “setiap orang”, dalam masyarakat dipahami sebagai “setiap orang perorangan atau individu”. Tetapi dalam bahasa hukum, makna dari “setiap orang” bias lebih luas daripada sekedar setiap orang perorangan, didalamnya juga termasuk Badan Hukum, seperti PT, Yayasan dan Koperasi.
Istilah harta gono-gini, sebenarnya tidak ditemukan dalam hukum perkawinan. Istilah yang digunakan adalah “harta bersama”. Harta bersama adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan. Harta bawaan masing-masing dan harta hadiah atau warisan, tidak termasuk didalamnya.
Saya berusaha mengarahkan para mahasiswa untuk memahami makna dari setiap kata dan istilah itu dengan merujuk langsung pada sumbernya. Apabila berkaitan dengan perkawinan, tentu rujukannya adalah undang-undang perkawinan. Hal ini menjadi penting karena beda kata akan beda makna.
Ilmu hukum adalah ilmu tentang makna-makna.

KASUS JESSICA

Seorang teman bertanya kepada saya soal kasus Jessica. Bagaimana kira-kira akhir dari pemeriksaan persidangan Jessica, apakah akan dihukum atau bisa bebas?.
Bagi masyarakat awam yang mengikuti proses persidangan melalui siaran langsung di televisi, sudah mulai membuat opini. Ada yang menilai bahwa Jessica-lah yang telah membunuh Mirna, oleh karena itu dia bersalah dan harus dihukum.
Ada lagi yang menilai bahwa pembuktian oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak meyakinkan dan dapat dimentahkan oleh Terdakwa dan Penasehat Hukumnya. Oleh karena itu, Jessica harus dinyatakan tidak bersalah dan harus dibebaskan dari dakwaan.
Mendapat pertanyaan seperti itu, saya hanya mengatakan, "Semua kemungkinan bisa terjadi".
Sebagai praktisi, saya tentu tidak mau mendahului putusan hakim. Majelis hakim yang menyidangkan perkara ini sejak awal, tentu sudah memiliki gambaran yang utuh, setidaknya untuk sementara, tentang duduk perkaranya. Bagaimana konstruksi perkara yang diajukan oleh JPU dalam Surat Dakwaan dan pembuktiannya di persidangan. Bagaimana Terdakwa dan Penasehat Hukumnya menyanggah dakwaan yang disertai dengan pembuktiannya pula. Semua itu sudah ada dalam pikiran dan pertimbangan Majelis Hakim.
Masyarakat awam yang hanya mengikuti sebagian saja dari proses persidangan, biasanya justru sudah menghakimi Terdakwa bersalah.
Oleh karena itu, mari kita bersabar dulu, menunggu sampai ada keputusan hakim.
Saya pikir, kita perlu mengambil pelajaran dari kasus ini. Selama ini, pemberitaan tentang kasus-kasus yang menjadi perhatian publik, hanya pada tahap pembacaan surat dakwaan, penuntutan dan pembacaan putusan saja. Sedangkan dalam proses pembuktiannya, tidak menjadi sorotan utama pemberitaan.
Namun, dalam kasus Jessica ini, semua proses persidangan dibuka oleh media, bahkan disiarkan secara langsung. Oleh karenanya, masyarakat menjadi tahu dan memahami bagaimana suatu perkara disidangkan, mulai awal hingga akhirnya putusan hakim dibacakan.

TRAGEDI KAKI KAMBING

Setiap tiba Hari raya Idul Adha, kami sekeluarga selalu teringat peristiwa itu. Peristiwa menyedihkan tapi lucu. Setiap teringat peristiwa itu, kami sekeluarga pasti akan tertawa.
Itu terjadi ketika kami baru awal-awal pindah dari Surabaya ke Jember. Sewaktu masih di Surabaya dulu, kalau kita berkurban biasanya penyembelihannya diserahkan kepada takmir masjid atau mushala di dekat rumah. Yang berkurban boleh saja ikut membantu panitia dalam proses penyembelihan dan pembagian daging kurban, boleh juga tidak.
Sebelum daging dibagikan, panitia akan mengantarkan beberapa bagian daging kurban kerumah orang yang berkurban. Biasanya kalau hewan kurbannya seekor kambing, maka yang berkurban akan memperoleh satu kaki belakang mulai dari bawah sampai paha bagian atas. Orang Jawa menyebutnya “sampil”, dan masih ditambah daging lainnya. Panitia kurban biasanya tidak perlu bertanya, apakah pihak yang berkurban akan meminta bagian daging atau tidak. Ini sudah menjadi semacam prosedur standar bagi panitia kurban disana. Karena yang berkurban juga membutuhkannya untuk dimasak sendiri ataupun untuk diberikan kepada keluarganya yang lain.
Namun setelah kami sudah pindah ke Jember, cara kerja panitia kurban ternyata berbeda dengan yang di Surabaya dulu. Ketika hewan kurban kami serahkan kepada panitia, salah seorang panitia bertanya.
“Apa ada permintaan khusus, Pak?”
“Iya Pak, saya minta satu kaki”.
“Baik Pak, permintaan bapak saya catat”.
Lalu, tibalah hari yang ditunggu-tunggu itu. Selepas Sholat Idul Adha, kami sudah mempersiapkan beberapa keperluan untuk memasak daging kambing. Biasanya daging kambing kurban itu dibuat sate. Bagian tulang belulangnya biasanya dibuat gule. Keperluan yang sudah kami persiapkan untuk membuat sate sudah lengkap. Mulai tusuk sate dari bambu, arang, minyak tanah untuk membuat api bakaran, hingga bumbu-bumbu sudah siap masak. Kami tinggal menunggu datangnya daging kambing dari panitia kurban saja. Menunggu dengan penuh harap.
Waktu terus berjalan, azan zhuhur pun mulai terdengar, namun yang ditunggu-tunggu tidak jua muncul. Walaupun perasaan kami mulai gelisah, kami berusaha tetap bersabar. Tetapi anak-anak mulai tidak sabar.
“Katanya kita kurban, Pak. Kok belum datang juga dagingnya?”, tanyanya.
“Sabar sebentar. Barangkali panitianya masih sibuk membagikan daging kurban kepada warga yang membutuhkan”, Saya mencoba menghiburnya.
Namun hingga azan Ashar terdengar, Belum ada kabar apapun dari panitia kurban itu. Perasaan kami mulai cemas. Fikiran-fikiran negatif mulai muncul dalam benak. Bagaimana cara kerja panitia kurban ini, sangat tidak professional. Kalau memang tidak mendapat bagian, kenapa kemaren ditanya-tanya tentang permintaan itu.
Tiba-tiba terdengar ada orang mengucapkan salam dari depan pintu.
“Assalamu’alaikum!!”.
“Waalaikumsalaam”, Kami semua menjawab salamnya dengan suara nyaring.
“Ini, Pak. Pesanannya kemaren”. Ucapnya sambil menyerahkan bungkusan plastik berwarna hitam. Kemudian dia langsung pamit.
“Terima kasih, Pak”. Jawab saya sambil membawa bungkusan itu ke belakang.
Bungkusan itu tidak terlalu besar dan tidak berat. Ringan saja. Hati saya mulai cemas lagi, sambil bertanya Tanya dalam hati, apa isi bungkusan itu.
Lalu kami buka bungkusan itu bersama-sama. Setelah bungkusan terbuka, tanpa ada yang memandu, secara spontan kami semua berteriak..
“Astaghfirullah….”
Ternyata isinya kaki kambing. Benar, kaki kambing. Tidak hanya satu, bahkan empat potong. Tetapi potongan kaki kambing itu bukan sampil, seperti yang kami harapkan, melainkan mulai kuku hingga lutut saja. Kami semua saling pandang, tak berkata apa-apa. Akhirnya, tanpa ada yang memandu pula, kami sema tertawa terbahak-bahak.….
“Hahaha….!!”.

SATU KELUARGA SATU ANAK

Suatu ketika, dalam perjalanan kereta api dari Solo ke Jember, saya duduk sebangku dengan seorang turis, dari wajahnya sepertinya orang China. Orangnya masih muda, kira-kira berumur tiga puluh tahun. Wajahnya kelihatan bersih dan rapi. Dia naik dari Surabaya dengan tujuan Probolinggo.
Saya yang tidak terlalu pandai Bahasa Inggris, karena memang tidak pernah kursus, memberanikan diri mengajak ngobrol.
“Hallo, sampean berasal dari mana, Mas?”
“Hallo, saya dari Beijing, China.”
Ternyata orangnya tidak bisa sama sekali Bahasa Indonesia, hanya bisa Bahasa Inggris dan bahasa China, pastinya.
“Sampean tujuannya mau kemana?”, Saya ajukan pertanyaan lagi.
“Mau ke Probolinggo, terus ke Gunung Bromo”.
“Sudah berapa kali sampean berkunjung ke Indonesia?”.
“Ini yang kedua, tetapi belum pernah ke Bromo”.
Saya perhatikan bule ini orangnya intelek. Saya ambil kesempatan untuk Tanya-tanya lebih banyak. Perjalanan dari Surabaya ke Probolinggo kurang lebih dua jam lamanya, jadi saya manfaatkan waktu sebaik-baiknya.
“Mas, boleh nggak saya tanya-tanya?”
“Ok, silahkan”
“Sampean di Beijing kerja apa?”
“Saya programmer computer di perusahaan Amerika di Beijing. Kalau sampean pekerjaannya apa, Pak?”, Dia balik bertanya kepada saya.
“Lawyer”, saya jawab singkat.
Saya perhatikan wajahnya agak heran ketika saya jawab bahwa pekerjaan saya adalah lawyer. Mungkin dia heran, “lawyer kok kayak gini”. Karena berdasarkan informasi yang saya peroleh, profesi lawyer, di luar negeri terutama Negara yang sudah maju, profesi lawyer adalah profesi yang elit. Tidak mudah untuk masuk fakultas hukum. Seleksinya sangat sulit dan yang benar-benar pandai yang bisa masuk. Berbeda dengan di Negara kita, untuk masuk fakultas hukum sangat mudah, seolah-olah hanya menjadi pilihan terakhir, “buangan”. Pilihan jurusan yang dianggap elit adalah kedokteran, teknik atau pendidikan. Cepat-cepat saya netralisir percakapan, dengan mengatakan, “Lawyer disini tidak sama dengan lawyer disana”. Dia hanya tersenyum dan manggut-manggut.
“Sampean apa sudah berkeluarga?”, Saya bertanya lagi.
“Sudah, saya sudah punya satu orang anak”.
“Bagaimana dengan kebijakan pemerintah yang hanya mengijinkan satu keluarga satu anak?”.
“Lho, kok bapak tahu tentang kebijakan itu?, Dia bertanya dengan nada keheranan.
“Saya membaca tentang kebijakan pemerintah China”.
Memang pada tahun 1978, pemerintah China menerapkan kebijakan kontroversial dengan membatasi hanya boleh memiliki satu anak saja. Kebijakan ini bertujuan untuk menghambat pertumbuhan penduduk China yang meningkat sangat pesat. Kebijakan satu anak ini ternyata tidak diterima dengan senang hati oleh rakyat cina, karena secara prinsip maupun penerapannya dianggap melanggar hak asasi manusia dalam menentukan jumlah anggota keluarganya sendiri. Termasuk oleh turis yang disebelah saya ini.
“Kebijakan itu sangat tidak mengenakkan”, katanya.
“Kalau kebijakan itu diterapkan, berarti satu anak yang lahir punya dua orang tua, dua kakek, dan dua nenek yang siap membantu apa yang diperlukan oleh si anak, baik dalam kehidupannya maupun pendidikannya. Menurut saya kebijakan itu bagus”, Saya mencoba berpendapat.
“Dari sisi itu, memang iya. Tetapi dirumah tidak menyenangkan, suasananya sangat sepi. Hanya ada satu anak”.
“Kalau itu dilanggar, apa sanksinya?”.
“Ooh, dendanya sangat besar?”. Jawabnya.
Saya berfikir sejenak, bagaimana seandainya kebijakan itu diberlakukan di Indonesia. Pasti akan jadi ribut. Karena kultur kita masih menganggap “banyak anak, banyak rejeki”, walaupun kenyataannya tidak selalu demikian.
Seandainya kebijakan itu diberlakukan, saya yakin dihari pertama kebijakan itu diberlakukan, pasti akan langsung diajukan uji materi ke MK.
***
Konon, berdasarkan sumber mbah gugel, Sejak akhir Oktober 2015 kemarin, kebijakan ini telah dihapus dan rakyat China boleh memiliki hingga 2 anak.

Selasa, 06 September 2016

MEWAKILI DAN MENDAMPINGI

Kalau anda mengira bahwa judul ini akan membicarakan tentang hubungan antara anak dan orang tua, maka anda keliru.
Atau kalau anda menduga bahwa judul ini berkaitan dengan hubungan pasangan suami istri dalam rumah tangga, anda juga keliru.
Dua kata dalam judul ini adalah penyederhanaan untuk memudahkan bagaimana membedakan tugas seorang advokat dalam menangani perkara. Secara umum, perkara yang ditangani oleh seorang advokat dapat dibagi menjadi perkara perdata dan perkara pidana.
Dalam perkara perdata, yang diperjuangkan adalah kepentingan-kepentingan privat kliennya. Kepentingan privat ini diperjuangkan terhadap pihak lain yang menjadi lawan sengketanya. Misalnya, sengketa kepemilikan tanah atau sengketa karena adanya cidera janji dalam suatu perjanjian. Sengketa seperti ini tergolong sebagai sengketa perdata. Dalam sengketa seperti ini, para pihak akan memperjuangkan kepentingannya masing-masing.
Seorang advokat yang menangani perkara perdata, dapat bertindak mewakili kliennya untuk menyelesaikan perkara yang sudah dikuasakan kepadanya. Seorang klien, tidak perlu harus mengikuti setiap tahap-tahap persidangan. Cukup diwakili oleh advokatnya saja. Terkecuali, apabila ada agenda khusus yang mengharuskan seorang klien atau prinsipal hadir di persidangan. Misalnya, pada saat sidang mediasi, biasanya hakim mediator akan meminta prinsipal sendiri yang menghadiri sidang. Diluar acara khusus tersebut, persidangan cukup diwakili oleh advokat saja.
Berbeda dengan penanganan perkara perdata, dalam menanganani perkara pidana, seorang advokat hanya bertindak sebagai pendamping saja. Mendampingi klien dalam menjalani setiap tahap pemeriksaan baik penyidikan maupun persidangan. Seorang terdakwa tidak bisa mewakilkan proses pemeriksaan persidangan kepada advokat. Terdakwa sendiri yang harus menjalani setiap tahap pemeriksaan itu, dengan didampingi advokat sebagai kuasa hukumnya.
Selama pendampingan proses pemeriksaan tersebut, advokat akan mengumpulkan bahan-bahan dan keterangan-keterangan yang dapat digunakan untuk membela terdakwa. Seorang advokat akan menggunakan strategi-strategi tertentu dalam proses pembelaan ini. Pembelaan yang dilakukan oleh seorang advokat merupakan pembelaan yang diperbolehkan peraturan undang-undang. Pembelaan didasarkan pada bukti-bukti dan saksi-saksi yang dapat meringankan terdakwa.
Pembelaan advokat ini akan dibacakan dalam persidangan di pengadilan yang bentuknya nota pembelaan atau dalam bahasa hukum disebut pledooi.

Senin, 05 September 2016

RUANG LINGKUP KERJA ADVOKAT 2

Selanjutnya, apa yang melatarbelakangi atau alasan seorang klien menggunakan jasa hukum seorang advokat? Pertama, Seorang yang diliputi ketakutan akan kehilangan hak-hak hukumnya. Misalnya, seorang suami atau istri yang takut kehilangan hak asuh anak dan harta bersama (gonogini) ketika sedang menghadapi proses perceraian, mereka membutuhkan jasa hukum seorang advokat untuk memperjuangkan hak-haknya. Kedua, seorang yang berharap memperoleh keuntungan dimasa depan. Misalnya, seorang pebisnis yang sedang membuat kontrak bisnis, membutuhkan jasa hukum seorang advokat untuk menjamin perlindungan secara hukum terhadap modal yang telah ditanamkan dan prospek keuntungan yang akan diperolehnya.
Kembali kepada ruang lingkup pekerjaan seorang advokat. Dalam menangani perkara pidana, seorang advokat bertugas mendampingi seseorang yang disangka telah melakukan tindak pidana. Pendampingan oleh advokat dilakukan mulai tahap penyidikan di kepolisian maupun di kejaksaan. Pendampingan oleh seorang advokat diperlukan bagi tersangka dalam tahap penyidikan agar proses penyidikan berjalan sesuai dengan aturan hukum acara yang berlaku. Pendampingan juga diperlukan untuk mencegah terjadinya tindakan sewenang-wenang yang mungkin dilakukan oleh oknum aparat hukum kepada orang yang masih disangka telah melakukan perbuatan pidana.
Bagi seorang tersangka ataupun seorang saksi yang dipanggil untuk dimintai keterangan berkaitan dengan suatu tindak pidana, pendampingan advokat sangat diperlukan agar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh penyidik dapat dijawab dengan tepat sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Kekeliruan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan penyidik dapat mengakibatkan posisinya menjadi tersudut dan merugikan bagi dirinya sendiri. Kekeliruan dalam menjawab pertanyaan penyidik juga dapat mempengaruhi pasal pidana yang akan didakwakan kepada seorang tersangka.
Apabila telah sampai pada tahap persidangan di pengadilan, seorang advokat bertugas membela seorang terdakwa. Seorang advokat memiliki strategi-strategi tertentu untuk digunakan dalam proses pembelaan. Pembelaan yang dilakukan oleh seorang advokat merupakan pembelaan yang didasarkan pada peraturan undang-undang yang berlaku. Pembelaan juga didasarkan pada bukti-bukti dan saksi-saksi yang dapat meringankan terdakwa. Disamping itu pembelaan dapat juga didasarkan atas kekeliruan penuntut umum dalam membuat surat dakwaan. Hal ini dimungkinkan karena pembuatan surat dakwaan yang tidak tepat dapat mengakibatkan surat dakwaan tersebut tidak dapat diterima oleh majelis hakim. Bentuk pembelaan seorang advokat dalam perkara pidana di pengadilan dapat berupa nota keberatan (eksepsi) dan nota pembelaan (pledooi).
Lain halnya dalam menangani suatu perkara perdata, seorang advokat dapat memberikan jasa konsultasi dalam bidang hukum (legal consultant) dan memberikan pendapat hukum (legal opinion), baik terhadap klien orang perorangan maupun perusahaan. Tidak semua persoalan hukum yang dialami oleh klien mesti diselesaikan melalui jalur berperkara di pengadilan. Dalam banyak hal penyelesaian masalah atau sengketa tanpa melalui pengadilan justru lebih efektif dan menguntungkan. Dalam hal demikian, konsultasi hukum kepada seorang advokat diperlukan agar diperoleh cara penyelesaian terbaik terhadap permasalahan yang dihadapi.
Pendapat hukum (legal opinion) dari seorang advokat diperlukan untuk menilai suatu peristiwa, keadaan atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh seseorang bahkan terhadap hukum itu sendiri. Meskipun pada prisipnya setiap orang dapat dan berhak untuk berpendapat tentang masalah hukum, namun pendapat seorang advokat yang memiliki pendidikan tinggi hukum dan didukung dengan pendidikan khusus profesi hukum serta pengalaman dalam menangani permasalahan hukum tentu memiliki pandangan yang dapat dipertanggungjawabkan secara profesi. Sebagai contoh, dapat dikemukakan bahwa untuk menilai suatu perjanjian atau kontrak, apakah dalam jangka panjang klausul-klausul dalam kontrak tersebut dapat merugikan secara hukum bagi salah satu pihak, maka untuk menilai hal tersebut hanya dapat dilakukan oleh orang yang memahami hukum kontrak. Dalam hal ini seorang advokat memiliki kemampuan tersebut.
Apabila suatu sengketa perdata tidak dapat diselesaikan dengan cara penyelesaian diluar pengadilan (nonlitigasi), maka seorang advokat dapat bertindak mewakili kliennya untuk mengajukan gugatan ke pengadilan. Dalam proses beracara di pengadilan dalam perkara perdata ini, tugas seorang advokat meliputi membuat surat-surat yang diperlukan selama proses persidangan.
Surat-surat yang diperlukan dalam penanganan perkara perdata terdiri dari surat gugatan, jawaban, replik, duplik, dan kesimpulan persidangan. Selain membuat surat-surat diatas, tugas seorang advokat dalam menangani perkara perdata adalah mengajukan bukti-bukti dan menghadirkan saksi-saksi yang dapat memperkuat argumen hukum yang diajukannya.

RUANG LINGKUP KERJA ADVOKAT 1

Untuk melengkapi posting saya sebelumnya tentang "Orang Salah Kok Dibela!!, berikut saya kutipkan satu bagian tulisan dari buku saya yang berjudul "Pedoman Menuju Profesi Advokat".
Sebelum membahas lebih jauh mengenai bagaimana menjadi seorang advokat, perlu terlebih dahulu membicarakan mengenai apa saja sebenarnya ruang lingkup pekerjaan yang dilakukan oleh seorang advokat. Hal ini penting untuk diketahui oleh calon advokat dan masyarakat padaumumnya sebelum menentukan pilihan untuk menjadi seorang advokat.
Pada awalnya ruang lingkup pekerjaan advokat atau pengacara adalah memberikan jasa hukum didalam pengadilan baik untuk menangani perkara pidana maupun perkara perdata. Dalam penanganan perkara pidana, pada awalnya perkara-perkara yang ditangani masih terbatas pada perkara pidana umum seperti pembunuhan, penipuan dan pencurian.
Demikian pula dalam perkara perdata, sengketa yang ditangani masih berkisar sengketa kepemilikan dan hutang piutang. Namun pada saat ini, dimana perkembangan jaman sudah sedemikian maju, perkara-perkara yang ditangani oleh seorang advokat menjadi semakin kompleks. Kompleksitas ini terjadi tidak hanya dalam ranah hukum perdata tetapi juga telah merambah kedalam hukum pidana.
Setelah berlakunya Undang-Undang Advokat, ruang lingkup pekerjaan seorang advokat menjadi lebih luas lagi. Kalau sebelumnya dipahami bahwa pekerjaan advokat hanya beracara dalam bentuk mendampingi atau mewakili klien didalam pengadilan, maka setelah undang-undang advokat diberlakukan, pekerjaan pemberian jasa hukum yang dilakukan oleh advokat termasuk penyelesaian perkara diluar pengadilan.
Didalam Undang-Undang Advokat disebutkan bahwa Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang advokat.
Bagaimana bentuk Jasa hukum yang diberikan oleh seorang advokat?. Jasa hukum yang diberikan oleh seorang advokat bentuknya bermacam-macam tergantung kebutuhan dan permintaan seorang klien. Jasa hukum tersebut dapat berupa konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum kliennya.
Kalau seorang Advokat adalah yang berprofesi memberi jasa hukum, lalu siapa yang menggunakan jasa hukum dari seorang advokat? Orang yang menerima jasa hukum dari seorang advokat disebut “Klien”. Klien advokat tidak terbatas hanya orang perorangan saja, tetapi dapat juga suatu badan hukum atau lembaga-lembaga lain. Suatu badan hukum misalnya Perseroan Terbatas (PT), Yayasan dan Koperasi. Sedangkan lembaga-lembaga lain misalnya Pemerintah Daerah (Pemda), Organisasi Masyarakat (Ormas) atau Partai Politik.

ORANG SALAH KOK DIBELA!!

Untuk kesekian kalinya, saya mendapatkan pertanyaan tentang mengapa orang yang jelas-jelas bersalah kok masih tetap dibela oleh pengacara. Yang mengajukan pertanyaan seperti ini, biasanya dari kalangan masyarakat yang awam hukum. Pertanyaan yang sama juga sering saya terima dari para mahasiswa di ruang kelas mata kuliah umum.
Tayangan televisi yang menyiarkan persidangan kasus pembunuhan Mirna, dengan Terdakwa Jessica, semakin menguatkan pendapat masyarakat awam bahwa orang yang “jelas-jelas bersalah membunuh”, masih dibela mati-matian oleh pengacaranya.
Agar bisa memahami secara utuh mengenai hal ini, kita perlu memulainya dari memahami apa yang dimaksud dengan bersalah dari sudut pandang hukum. Untuk menyatakan seseorang itu bersalah atau tidak, dalam kacamata hukum, tidak bisa didasarkan hanya pada asumsi-asumsi, dugaan, pendapat, maupun pemberitaan dari media.
Didalam ilmu hukum, dikenal asas “praduga tak bersalah” atau presumption of innocence. Asas ini menyatakan bahwa :
“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”
Jadi, siapapun orangnya, wajib dianggap tidak bersalah dan tidak boleh dikatakan bersalah secara hukum, sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan dia bersalah. Walaupun orang tersebut sudah ditangkap, ditahan dan dituntut atau dihadapkan dimuka pengadilan.
Persepsi atau opini publik, biasanya hanya memandang proses hukum dari sudut luarnya saja, tidak melihatnya secara utuh. Seringkali seorang tersangka atau terdakwa, langsung dikaitkan seolah-olah telah dihukum sebagai pelaku bersalah. Padahal orang itu masih dalam tingkat penyidikan atau masih menjalani proses persidangan. Belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan dia bersalah.
Selanjutnya, perlu dipahami pula secara kelembagaan terkait dengan sistem peradilan pidana. Dalam sistem penegakan hukum pidana, terdapat empat unsur Penegak Hukum, yang sering disebut sebagai “Catur Wangsa”, yaitu : Polisi, Jaksa, Hakim dan Advokat.
Polisi sebagai Penyidik, Jaksa sebagai Penuntut dan Hakim sebagai pemeriksa dan pemutus perkara. Ketiga unsur penegak hukum ini berada dalam posisi menjalankan tugas Negara sebagai representasi kepentingan umum. Ketiga unsur penegak hukum ini memiliki kewenangan yang sangat besar yang diberikan oleh Negara.
Sementara disisi lain, seorang Tersangka atau Terdakwa, berada dalam posisi yang tidak seimbang dalam menghadapi dakwaan dan tuntutan yang ditujukan kepadanya. Oleh karena itu, jasa seorang advokat atau pengacara diperlukan untuk menjadi penyeimbang, agar proses penegakan hukum berjalan dengan semestinya. Apabila tidak ada control dan penyeimbang ini, maka akan sangat rentan terjadinya kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Oleh karena itu, jangan sampai seorang Terdakwa dihukum melebihi dari apa yang seharusnya dia terima.
Bagaimanapun, surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum bukanlah kitab suci, yang terbebas dari kekeliruan dan kekurangan. Semuanya harus diuji dan dibuktikan didepan Hakim. Semua fakta harus diungkap di persidangan. Disinilah seorang Terdakwa, dengan bantuan Advokat, diberi hak dan kesempatan seluas-luasnya untuk membela diri.
Diakhir proses persidangan itu, jika Hakim meyakini bahwa Terdakwa benar-benar terbukti bersalah, maka Hakim akan menghukumnya. Sebaliknya, jika tidak terbukti, maka Hakim akan membebaskannya.

MENGHORMATI SUAMI

Menjadi seorang konsultan hukum, selain memperoleh penghasilan dari pekerjaan profesionalnya, juga mendapatkan banyak pelajaran dari kasus-kasus yang pernah ditanganinya. Kasus-kasus yang banyak memberikan pelajaran dan pengalaman berharga diantaranya adalah kasus yang berkaitan dengan kehidupan berumah tangga. Kasus seperti ini biasanya berhubungan dengan proses perceraian.
Ada dua contoh kasus yang hampir mirip, yang layak untuk dijadikan pelajaran dalam kehidupan berumah tangga. Posisi kasusnya begini:
Pasangan suami istri telah menikah lebih dari lima belas tahun. Telah memiliki dua orang anak. Kasus lainnnya, telah memiliki tiga anak, anak yang paling besar sudah beranjak remaja dan waktunya mendaftar masuk SMP. Si istri merasa kehidupan rumah tangganya biasa-biasa saja. Meskipun kehidupan ekonomi keluarga tergolong pas-pasan, istri bisa menerima keadaan itu. Apabila ada masalah-masalah kecil dalam rumah tangga, selalu bisa diselesaikan bersama. Permasalahan kecil yang terjadi tidak sampai membesar, yang menyebabkan rumah tangga menjadi retak.
Tetapi tidak bagi suami, tiba-tiba saja, si suami pergi meninggalkan rumah, meninggalkan istri dan anak-anaknya. Tidak lama kemudian, istrinya menerima surat panggilan dari pengadilan. Panggilan untuk mengikuti persidangan perkara permohonan cerai talak yang diajukan oleh suaminya.
Si Istri yang menerima surat panggilan itu, tubuhnya terkulai lemas, tak berdaya. Tatapan matanya kosong, fikirannya surut kebelakang, mengingat-ingat apa yang telah diperbuatnya kepada suaminya. Sementara itu, anak-anak masih belum tahu apa yang sedang terjadi. Dilihatnya wajah polos anak-anak itu, berkecamuk dalam pikirannya ratusan pertanyaan tentang bagaimana masa depan anak-anaknya nanti.
Perlahan dibukanya surat panggilan itu, dibawahnya terlampir surat permohonan cerai talak yang ditandatangani suaminya. Dibacanya berulang kali alasan apa yang membuat suaminya sampai hati meninggalkannya.
“Bahwa, pada mulanya kehidupan rumah tangga dalam pernikahan antara Pemohon dan Termohon berjalan dengan baik, sangat rukun, harmonis, dan penuh cinta kasih, namun sejak satu tahun yang lalu, rumah tangga pemohon dan Termohon mulai goyah, sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan karena Termohon kurang menerima pemberian nafkah dari Pemohon. Termohon juga menunjukkan sikap yang tidak menghormati dan menghargai Pemohon sebagai suami dan sebagai kepala rumah tangga. Sikap Termohon yang tidak menghormati Pemohon tersebut mengakibatkan Pemohon mengalami penderitaan batin yang berkepanjangan.”
*****
Membangun rumah tangga yang harmonis, memang tidak mudah. Ikatan cinta kasih antara suami istri yang telah terjalin kuat, sering kali hancur karena hal-hal kecil yang tidak disadarinya. Ungkapan bahwa “Istri butuh kasih sayang, suami butuh penghormatan”, adalah benar adanya. Seorang istri tentu menginginkan suaminya menunjukkan kasih sayang kepadanya, sebagaimana seorang suami juga menginginkan istri menunjukkan penghormatannya.
Saya tidak mengatakan bahwa kurangnya penghormatan istri itu, menjadi pembenaran bagi suami untuk meninggalkan tanggung jawabnya sebagai kepala rumah tangga. Saya hanya ingin mengajak kita semua untuk mengambil pelajaran bahwa, dalam sebuah rumah tangga yang harmonis, penghormatan seorang istri kepada suaminya adalah sangat penting adanya. Fakta menunjukkan kepada kita bahwa, banyak kasus-kasus perceraian yang diajukan oleh suami, dengan alasan kurangnya penghormatan istri kepada suaminya.
Memang, akan ada orang yang menganggap bahwa suami itu hanya berdalih saja. Berdalih bahwa istrinya tidak menghormatinya, padahal ada alasan lain mengapa suami menceraikan istrinya. Boleh jadi, suami memiliki idaman lain. Dalam kasus-kasus tertentu, mungkin saja hal itu terjadi. Tetapi kita tidak bisa menggeneralisir semuanya.
Pelajaran yang dapat kita ambil dari contoh kasus diatas, agar tercipta rumah tangga yang harmonis diperlukan kasih sayang dan penghormatan yang seimbang. Suami menyayangi istrinya, istri menghormati suaminya.
Hormatilah suamimu dimanapun berada, terutama ketika ia berada di lingkungan keluarga besarnya.