Minggu, 22 Januari 2017

MASJID SULTAN OMAR ALI SAIFUDDIEN

Brunei seri 8
“Yang kuinginkan sekarang adalah duduk di tempat yang teduh ditepi sungai. Sambil menikmati hembusan angin yang sejuk, aku ingin segera menikmati buku yang baru saja kubeli”. Begitu kata hatiku setelah melalui panas terik matahari siang itu. Akhirnya aku temukan tempat yang sesuai dengan keinginanku, tempat duduk yang teduh dan angin berhembus yang sejuk, persis ditepi sungai Brunei yang lebar.
Diseberang sungai terlihat deretan rumah-rumah tradisional yang berada diatas air, bernama Kampung Ayer. Tidak jauh dari tempatku duduk, terlihat beberapa sampan kecil dengan mesin dibagian belakang, berlalu lalang mengantarkan orang-orang yang hendak menyeberang ke Kampung Ayer itu.
Belum pula aku sempat membaca lebih banyak halaman buku itu, sayup-sayup terdengar suara azan pertanda masuknya waktu sholat zuhur. Tanpa berpikir panjang lagi, aku lengkahkan kaki menuju masjid yang letaknya tak jauh dari tempatku duduk semula.
Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien, masjid kebanggaan rakyat Brunei. Bentuknya yang khas dan menaranya yang tinggi membuatnya mencolok dan berbeda dari bangunan-bangunan disekitarnya. Nama Sultan Omar Ali Saifuddien adalah nama Sultan Brunei yang ke dua puluh delapan, sebelum Sultan Hasanal Bolkiah sekarang berkuasa.
Desain Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien sangat cantik, berwarna putih dan warna emas dibagian kubahnya. Konon, warna emas pada bagian kubah itu memang betul-betul dilapisi emas murni, bukan karena diberi cat warna emas.
Disekitar masjid itu dihiasi dengan taman-taman yang indah. Bangunan Masjid dikelilingi kolam buatan yang bentuknya melingkar. Dibagian depan masjid terdapat replika kapal yang dinamakan Bahtera Sultan Bolkiah. Letaknya ditengah kolam bagian depan masjid dan terhubung dengan jembatan kecil dengan bangunan utama masjid.
Aku terkesima dengan keindahan masjid itu, semuanya bersih dan tertata rapi. Aku langsung mengambila air wudhu dan langsung masuk ke ruang utama. Dibagian luar sudah sangat cantik, tiba didalam malah lebih cantik lagi. Jendela-jendelanya terbuat dari kaca patri yang berwarna-warni. Kubah-kubah melengkung dan tiang-tiang yang menjulang tinggi terbuat dari batu pualam berwarna putih. Karpet-karpet tebal dengan motif yang serasi yang digunakan untuk sajadah semakin memperindah bagian dalam masjid.
Salah satu yang membuat lebih nyaman dan ingin berlama-lama berada dalam masjid adalah hawanya yang sejuk bahkan cenderung dingin. Seusai sholat, kulihat jamaah tak buru-buru langsung keluar. Mereka menikmati kesejukan dan kenyamanannya. Aku pun begitu…

MERENCANAKAN KEHIDUPAN

Ketika saya memutuskan untuk mendaftar kuliah belasan tahun yang lalu, saya tidak merencanakan apapun selain lulus menjadi sarjana. Selain karena sudah bekerja dan berkeluarga, umur saya juga sudah lebih tiga puluh tahun ketika itu.
Kuliah itu juga sebagai ekspresi balas dendam saya karena harus berhenti kuliah beberapa tahun sebelumnya. Ketika itu saya terpaksa harus berhenti karena kehilangan pekerjaan yang menjadi satu-satunya sumber penghasilan untuk membiayai hidup dan pendidikan sekaligus.
Mengapa memilih fakultas hukum? Pilihan ini tak ada kaitannya dengan minat saya. Jurusan yang saya ambil pada kuliah sebelumnya adalah teknik sipil. Jurusan itu saya pilih karena memang ada kaitan dengan pekerjaan yang saya tekuni waktu itu, pemetaan topografi. Jurusan itu saya rasakan cukup berat bagi orang yang sudah seumuran saya, apalagi ditambah dengan kuliah sambil kerja. Hal itu akan terasa semakin berat.
Alasan memilih fakultas hukum adalah pilihan pragmatis saja. Pertimbangan ketika itu adalah bagaimana kuliah tidak menggangu pekerjaan, baik dari sisi waktu maupun materi yang dipelajari. Ketika itu, saya berfikir bahwa ilmu hukum termasuk ilmu sosial, selain belajar dibangku perkuliahan saya juga bisa belajar sendiri di rumah. Tidak ada soal hitung-menghitung seperti ketika kuliah di teknik sipil dulu. Dan benar saja, tidak terlalu menjadi soal bagi saya untuk memahami materi-materi pelajaran itu.
Akhir-akhir ini baru saya sadari bahwa kehidupan yang saya jalani selama ini hanya serba spontanitas. Semua hanyalah reaksi sesaat dari tekanan keadaan yang terus berubah. Lebih tepatnya adalah bagaimana agar tetap bertahan hidup. Saya sendiri tidak memiliki rencana untuk kehidupan saya dimasa depan nanti. Kehidupan ini seolah hanya dijalani saja apa adanya, bila ada hambatan dari kanan maka secara spontan akan berbelok kekiri. Begitu pula sebaliknya.
Soal merencanakan masa depan, adalah barang mewah dan tidak terjangkau bagi saya dahulu. Sekarang, dengan mudahnya akses informasi dari internet, semua orang bisa dengan mudah mencari referensi untuk menetapkan apa yang kita inginkan dalam kehidupan nantinya.
Tetapi tampaknya hingga sekarang pun, bagi sebagian anak muda, hal itu masih belum terbayang juga. Banyak mahasiswa yang masuk kuliah belum yakin betul dengan apa yang diinginkannya nanti setelah mereka lulus. Bila kita sendiri belum yakin dengan apa yang sebenarnya kita inginkan, lalu bagaimana kita akan mewujudkannya?
Kemarin, saya mencoba membantu para mahasiswa semester awal untuk memulai merumuskan kehidupan seperti apa yang diinginkannya nanti setelah dewasa. Caranya adalah dengan menuliskannya pada selembar kertas. Lalu dilanjutkan dengan menuliskan apa-apa yang harus dipersiapkan untuk mewujudkan impian-impian itu. Tulisan itu akan menjadi doa yang mengiringi kuatnya usaha kita.
Saya tidak sedang latah meniru para motivator yang memang sudah sukses dalam kehidupan mereka. Saya hanya ingin memberikan gambaran bahwa kehidupan yang tidak direncanakan hanya akan menghasilkan kehidupan seperti yang saya alami.
Bila kehidupan direncanakan besar maka hasilnya akan besar. Bila direncanakan cepat maka hasilnya akan cepat. Bila kita bekerja keras mewujudkannya, maka Tuhan akan membukakan jalannya….