Oleh :
Supianto, S.H., M.H.*)
Opini Radar Jember, Rabu, 15 Februari 2017
Kau yang mulai
kau yang mengakhiri….
Kau yang
berjanji kau yang mengingkari….
Potongan
lirik lagu diatas sering kita dengar, bahkan sebagian besar dari kita mampu
menyanyikannya. Tulisan ini tidak sedang membahas tentang materi keseluruhan
lagu diatas, tetapi tentang kenyataan di masyarakat bahwa seringkali perilaku
orang yang berjanji sama dengan potongan lirik pada baris kedua tersebut. Orang
yang berjanji seringkali mengingkari janjinya. Apabila salah satu pihak dalam
suatu perjanjian tidak melaksanakan apa yang telah diperjanjikan atau apa yang
menjadi kewajibannya dalam perjanjian itu, dalam ilmu hukum disebut Wanprestasi
atau Cidera janji.
Pada
dasarnya, suatu perjanjian itu dibuat untuk tujuan yang saling menguntungkan
bagi kedua belah pihak. Tidak boleh suatu perjanjian dibuat untuk merugikan
salah satu pihak maupun untuk merugikan pihak lainnya. Perjanjian dimaknai
sebagai suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana
dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa ini lalu
timbul suatu hubungan hukum antara dua orang tersebut yang dinamakan
perjanjian.
Ketentuan
mengenai syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Hukum Perdata, yang
menyatakan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu :
Pertama, kesepakatan mereka yang
mengikatkan dirinya. Kesepakatan merupakan unsur yang mutlak untuk sahnya suatu
perjanjian. Kesepakatan adalah kesesuaian kehendak antara kedua belah pihak
dalam perjanjian. Diperlukannya kata sepakat untuk sahnya suatu perjanjian,
berarti bahwa kedua belah pihak harus mempunyai kebebasan berkehendak.
Kesepakatan tersebut harus dibuat secara sukarela, tanpa adanya paksaan, penipuan dan kekhilafan yang
dapat menimbulkan cacat bagi perwujudan
kehendak tersebut.
Syarat
Kedua adalah kecakapan untuk membuat
suatu perikatan. Kecakapan bertindak merupakan kemampuan untuk melakukan
perbuatan hukum. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, maksudnya bahwa
pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut merupakan orang yang sudah
memenuhi syarat sebagai pihak yang dianggap cakap menurut hukum. Orang yang
dianggap tidak cakap menurut hukum adalah orang-orang yang belum dewasa dan
orang yang ditaruh di bawah pengampuan.
Ketiga, suatu pokok
persoalan tertentu. Suatu hal tertentu yang dimaksudkan dalam persyaratan
ketiga syarat sahnya suatu perjanjian
adalah objek perjanjian harus jelas dan dapat ditentukan oleh para
pihak. Keempat, suatu sebab yang
tidak terlarang. Suatu sebab yang tidak terlarang adalah bahwa perjanjian
tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban
umum.
Pada
tahap pelaksanaan isi perjanjian, para pihak harus melaksanakan apa-apa yang
telah disepakati dan menjadi kewajibannya dalam perjanjian tersebut. Kewajiban
untuk memenuhi isi perjanjian itu disebut prestasi, sebaliknya, apabila salah
satu atau kedua belah pihak tidak melaksanakan isi perjanjian tersebut, itulah
yang disebut dengan wanprestasi.
Bentuk wanprestasi dalam perjanjian dapat
berupa : (1) Tidak memenuhi prestasi sama sekali. Salah satu pihak atau
keduanya tidak melakukan prestasi apapun sama sekali sebagaimana disepakati
dalam perjanjian; (2) Prestasi yang
dilakukan tidak sesuai dengan yang diperjanjikan. Prestasi sebenarnya telah
dilakukan, namun prestasi yang dilakukan itu tidak sempurna atau tidak
sebagaimana yang telah diperjanjikan sebelumnya; (3) Memenuhi seluruh prestasi
tetapi waktunya terlambat. Dalam hal ini prestasi sebenarnya juga dilakukan
tetapi waktu pelaksanaannya terlambat, tidak sesuai dengan waktu yang telah
disepakati; dan (4) melakukan apa yang tidak boleh dilakukan dalam perjanjian.
Dalam hal ini, salah satu pihak dianggap wanprestasi karena telah melakukan
perbuatan yang dalam perjanjian tersebut tidak boleh dilakukan.
Pihak
yang melakukan wanprestasi dapat dituntut oleh pihak lainnya yang merasa
dirugikan. Kerugian yang dialami ini dapat berupa kerugian yang nyata-nyata
dialami, namun dapat juga berupa kehilangan keuntungan yang diharapkan akan
diperolehnya. Oleh karena itu, pihak yang telah melakukan wanprestasi harus
menanggung beban yang diakibatkan perbuatannya itu. Tuntutan yang dapat
diajukan adalah pembatalan perjanjian yang disertai dengan tuntutan ganti rugi
atau tanpa tuntutan ganti rugi, dapat juga berupa pembatalan perjanjian baik
yang disertai dengan tuntutan ganti rugi maupun tanpa tuntutan ganti rugi. Hal
ini diserahkan kepada pilihan pihak yang mengalami kerugian tersebut.
Tentu
saja, wanprestasi dapat terjadi karena disengaja oleh para pihak maupun karena
tidak disengaja. Wanprestasi yang terjadi karena tidak disengaja, boleh jadi
karena memang tidak mampu untuk memenuhinya atau karena terpaksa untuk tidak
melakukan prestasi tersebut. Pihak yang dituduh telah melakukan wanprestasi
dapat mengajukan pembelaan-pembelaan tertentu agar dirinya dapat terbebas dari
pembayaran ganti rugi.
Tidak
selamanya kerugian timbul karena adanya kesalahan dari salah satu pihak. Dalam
keadaan tertentu dapat juga timbul kerugian tetapi kerugian tersebut bukan
disebabkan karena kelalaian atau karena kesalahan salah satu pihak tersebut.
Dalam keadaan demikian, pihak yang dituduh telah melakukan wanprestasi dapat
melakukan pembelaan atau tangkisan untuk membebaskan dirinya dari akibat-akibat
hukum yang timbul karena wanprestasi. Bentuk pembelaan tersebut dapat berupa
karena keadaan terpaksa atau overmacht.
Keadaan memaksa ini adalah keadaan yang tidak memungkinkan lagi untuk memenuhi
prestasi sesuai dengan apa yang diperjanjikan. Sebagai contoh dapat dikemukakan
adalah musnahnya objek perjanjian atau terjadinya bencana alam yang tidak
mungkin dapat dihindari.
Bentuk
pembelaan yang kedua adalah wanprestasi terjadi karena pihak lainnya juga
melakukan wanprestasi. Salah satu pihak melakukan wanprestasi disebabkan karena
pihak satunya juga belum melakukan prestasi sepenuhnya sebagaimana telah
diperjanjikan. Pembelaan demikian dalam ilmu hukum dinamakan exeptio non adimpleti contractus.
Sebagai contoh, A menjual mobil kepada B dengan harga disepakati sebesar Rp.
200.000.000,- namun B baru membayar sebesar Rp. 150.000.000,-. Pada saat A
menagih kekurangan pembayaran sebesar Rp. 50.000.000,- tersebut, B menolak
membayar dengan alasan bahwa A masih belum menyerahkan BPKB mobil yang
dijualnya kepada A. B menolak membayar kekurangan itu karena A juga belum
menyerahkan BPKB, B baru akan membayar sisa pembayaran tersebut dengan syarat A
harus menyerahkan BPKB terlebih dahulu.
Selanjutnya,
bagaimana atau sejak kapan salah satu pihak itu dianggap telah melakukan
wanprestasi?. Salah satu pihak dianggap telah melakukan wanprestasi melalui
somasi atau teguran tertulis yang menyatakan bahwa pihak tersebut telah lalai
dalam melaksanakan prestasi. Somasi adalah teguran dari pihak yang berpiutang (kreditor)
kepada pihak yang berutang (debitor) agar dapat memenuhi prestasi sesuai
dengan isi perjanjian yang telah disepakati antara keduanya. Somasi ini
berisi teguran untuk segera melaksanakan isi perjanjian yang diikuti dengan
batas waktu paling lambat untuk memenuhi prestasinya.
Dalam
praktek, Somasi ini dilakukan
sebanyak tiga kali. Apabila setelah somasi ketiga itu pun tetap tidak
diindahkannya, maka kreditor berhak membawa persoalan itu ke pengadilan. selanjutnya
pengadilan yang akan memutuskan, apakah debitor betul-betul telah melakukan wanprestasi
atau tidak.