Selasa, 21 Februari 2017

PUJAKESUMA 6

SIKUMBANG
Sebagai orang yang lahir di Sumatera Barat, saya tentu saja bisa berbahasa Minang. Saya juga menyukai musik Minang, mulai dari saluang, rabab sampai lagu-lagu minang populer. Saya menikmati lagu-lagunya Tiar Ramon hingga lagunya Zalmon yang mendayu-dayu. Orang Padang biasa menyebutnya “Ratok Zalmon” atau ratapan Zalmon.
Ketika masih tinggal di Padang dulu, pekerjaan saya memungkinkan saya berkeliling hampir seluruh Sumatera Barat. Mulai dari Rao Pasaman, di ujung utara sampai Tapan, di ujung Pesisir Selatan. Dari Pantai barat sampai Pangkalan dan Sungai Dareh di ujung timur. Dari lereng Gunung Marapi sampai Alahan Panjang yang sejuk dan diapit dua danau indah, Danau Diateh dan Danau Dibawah.
Mengunjungi banyak daerah, bertemu dan bergaul dengan banyak orang, bagi saya memberikan begitu banyak pelajaran. Bahasa Minang dengan bermacam dialek dan gaya bahasa saya temui, menambah kekaguman saya kepada adat dan budaya Minang yang kaya. Nilai-nilai adat dan budaya yang semestinya dilestarikan.
Kemampuan berbahasa minang, memudahkan saya bergaul dengan orang-orang setempat. Dalam obrolan dengan orang-orang itu, sering kali mereka menanyakan apa suku saya.
Istilah Suku, bagi orang Minang, sama dengan marga bagi orang Batak. Bedanya, kalau marga Batak diturunkan melalui garis keturunan bapak atau Patrilinial, sebaliknya kalau suku di Minang diturunkan melalui garis keturunan Ibu atau Matrilinial.
Konon, awalnya ada empat suku induk dalam adat Minang, yaitu Suku Koto, Suku Piliang, Suku Bodi dan Suku Caniago. Keempat Suku tersebut terus berkembang dan jumlahnya mencapai ratusan suku. Salah satunya adalah suku Sikumbang.
Menerima pertanyaan tentang apa suku saya, terasa cukup mengejutkan. Saya yang tidak memiliki turunan darah Minang, terpaksa berfikir sejenak suku apa kira-kira yang cocok bagi saya. Akhirnya saya putuskan untuk memilih salah satu suku yang saya fikir dapat menunjukkan sifat yang gagah dan jantan.
“Ambo Sikumbang...”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar