Jumat, 23 Desember 2016

KEUNGGULAN-KEUNGGULAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

Oleh : Supianto, SH., MH.*)

Diterbitkan dalam Kolom Opini Radar Jember, Kamis, 22 Desember 2016

Banyak cara yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan sengketa atau perselisihan pendapat dalam bidang keperdataan. Secara garis besar, penyelesaian sengketa dapat dibagi dua cara, yaitu penyelesaian melalui pengadilan (litigasi) dan penyelesaian diluar pengadilan (non litigasi). Penyelesaian sengketa melalui pengadilan bisanya membutuhkan waktu yang lama karena prosedurnya yang formalistis. Selain itu pemeriksaan perkara dipengadilan juga menganut asas terbuka untuk umum, yang berarti bahwa setiap rang dibolehkan hadir dan mendengarkan pemeriksaan dipersidangan.
Penyelesaian sengketa yang kedua adalah penyelesaian alternatif diluar pengadilan. Kata alternatif menunjukkan bahwa para pihak yang bersengketa bebas melalui kesepakatan bersama memilih bentuk dan tata cara penyelesaian yang sesuai. Cara ini secara tradisional telah banyak dipakai dalam masyarakat melalui proses musyawarah untuk mencapai mufakat. Secara yuridis, ketentuan mengenai alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini telah diatur dalam Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS).
Penyelesaian sengketa secara musyawarah sebenarnya memiliki nilai yang luhur dan telah dipraktekkan dalam masyarakat di Indonesia. Hukum-hukum lokal yang terdapat dan dianut oleh masyarakat memiliki cara tersendiri untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam masyarakat tersebut. Hukum lokal merupakan hukum yang hidup dan berlaku dalam suatu komunitas tertentu yang secara nyata diwujudkan dalam mengatur perbuatan anggota masyarakat pendukungnya yang dapat berupa hukum adat, hukum agama, maupun perpaduan dari keduanya.
Penyelesaian sengketa diluar pengadilan memiliki prinsip fundamental yang bersumber dari hukum adat yang telah banyak dipraktekkan masyarakat adat di banyak daerah di Indonesia. Beberapa prinsip tersebut antara lain mengusahakan agar mendapat kesepakatan, penyelesaian sengketa secara damai, mencapai persetujuan atau kesepakatan dan mendapatkan pemecahan atas persoalan yang timbul akibat konflik tersebut.
Undang-undang No. 30 Tahun1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak memberi penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli. Sehingga dalam praktik, para praktisi hanya merujuk pada pengertian-pengertian yang selama ini beredar di masyarakat. Istilah “alternatif” dalam APS memang dapat menimbulkan kebingungan, seolah-olah mekanisme APS pada akhirnya khususnya dalam sengketa bisnis, akan menggantikan proses litigasi di pengadilan.
Perlu juga dipahami bahwa APS adalah mekanisme penyelesaian sengketa yang dapat berdampingan dengan penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Memang, APS lazimnya dilakukan di luar yurisdiksi pengadilan. Sama seperti istilah “pengobatan alternatif”, bahwa “pengobatan alternatif” sama sekali tidak mengeliminasi “pengobatan dokter”. Bahkan terkadang keduanya saling berdampingan. Begitu juga dengan APS dan penyelesaian sengketa melalui pengadilan dapat berjalan saling berdampingan. Oleh karena itu, para hakim perlu terus-menerus mendorong para pihak yang bersengketa untuk menempuh upaya damai meskipun perkara sedang dalam proses persidangan.
Penyelesaian sengketa melalui APS dilakukan melalui prosedur yang disepakati para pihak dengan cara negosiasi, mediasi, konsiliasi. Negosiasi merupakan proses konsensual yang digunakan para pihak untuk memperoleh kesepakatan antara mereka yang berskengketa. Negosiasi dijadikan sarana bagi mereka yang bersengketa untuk mencari pemecahan masalah mereka tanpa melibatkan pihak ketiga. Proses negosiasi ini sama dengan praktek musyawarah untuk mencapai mufakat, seperti yang telah banyak dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat.
Penyelesaian sengketa dilakukan melalui prosedur negosiasi, mediasi, konsiliasi diatas mengarah pada satu kesepakatan bersama yaitu perdamaian. Penyelesaian dengan jalur APS atau non litigasi memiliki beberapa keunggulan dibanding dengan jalur litigasi. Meskipun APS tidak dianggap sebagai pengganti dari forum pengadilan, namun jangan dilupakan bahwa faktanya APS dianggap sebagai alternatif oleh mereka yang sangat kritis terhadap sistem peradilan Indonesia. Kelambanan proses perkara, terutama di Mahkamah Agung,  dilihat sebagai kelemahan dari sistem peradilan dewasa ini. Kelemahan lainnya adalah  permasalahan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) serta adanya mafia hukum yang memperparah buruknya penegakan hukum.
Diantara keunggulan dari penyelesaian sengketa diluar pengadilan adalah sifat kesukarelaan dalam proses, prosedur yang cepat, putusan non yudisial, bersifat rahasia, fleksibel, hemat waktu dan biaya, pemeliharaan hubungan baik, lebih mudah dikontrol dan putusan yang cenderung bertahan lama.
Pertama, Sifat kesukarelaan dalam proses. Kesukarelaan disini berarti bahwa penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Perjajian tersebut dibuat berdasarkan pada kesukarelaan, baik menyangkut substansi maupun prosesnya. Tidak demikian jika proses beracara di pengadilan, prosedur di pengadilan telah ditentukan secara pasti. Kedua, Prosedur yang cepat. Karena sifatnya yang informal, proses APS  jauh lebih sederhana jika dibandingkan dengan proses di pengadilan. Beban-beban pembuktian tidak terlalu prosedural dan kaku yang dapat membebani para pihak.
Ketiga, Putusan bersifat Nonyudisial. Berbeda dengan litigasi dan arbitrase dimana sengketa diputus oleh pihak ketiga yaitu hakim atau arbiter, keputusan lebih kepada kesepakatan para pihak yang bersengketa sendiri, baik dengan atau tanpa pihak ketiga yang netral. Putusan yang dihasilkan juga tidak bersifat kalah menang (win-loss) sebagaimana putusan pengadilan dan arbitrase, akan tetapi bersifat saling memenangkan (win-win). Keempat, Bersifat rahasia (confidential).   Proses dan putusan penyelesaian melalui APS bersifat rahasia, hal ini berbeda dengan proses dan putusan melalui lembaga peradilan yang menganut asas terbuka untuk umum sehingga setiap orang dapat melihat dan mendengar setiap proses pemeriksaan perkara. Sifat kerahasiaan ini ditujukan untuk menjaga reputasi dari para pihak yang bersengketa. Khusus dalam mediasi, ketentuan Perma No. 1 tahun 2016  Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, menyatakan bahwa proses mediasi pada asasnya tertutup kecuali para pihak menghendaki lain. 
Kelima, Fleksibilitas dalam merancang syarat-syarat penyelesaian sengketa. Syarat-syarat dalam penyelesaikan sengketa melalui APS lebih fleksibel karena ditentukan oleh para pihak sendiri sesuai kesepakatan. Keenam, Hemat waktu dan biaya. Sebagai konsekuensi logis dari cepatnya prosedur dan fleksibelnya syarat-syarat APS maka akan menghemat waktu dan biaya. Proses penyelesaian melalui APS ini sebenarnya sesuai dengan asas penyelesaian sengketa yang sederhana, cepat dan biaya ringan, yang menjadi asas dalam proses peradilan.
Ketujuh, Pemeliharaan hubungan baik antar pihak (remedial). Pemeliharaan hubungan baik berarti bahwa hubungan antara para pihak selama  bersengketa menjadi beku dapat pulih kembali. Hal ini karena selama proses penyelesaian sengketa, para pihak terlibat secara aktif dan turut menentukan dalam proses tersebut. Kedelapan, Hasil lebih mudah dikontrol. Hasil dari penyelesaian melalui APS ini lebih mudah dikontrol atau diperkirakan (predictable). Hal ini karena para pihak terlibat aktif dalam proses dan dalam penentuan prosedur dan syarat-syarat penyelesaian sengketa tersebut, sehingga para pihak dapat memperkirakan bagaimana hasil yang mungkin dicapai dalam proses tersebut.
Terakhir kesembilan, Putusan yang dihasilkan cenderung bertahan lama. Hal ini disebabkan penyelesaian sengketa dilakukan secara kooperatif bukan dengan pendekatan adversial atau pertentangan. Putusan yang dihasilkan pada dasarnya merupakan keputusan dari masing-masing pihak yang telah disepakati bersama. Dengan demikian konsekuensi dari putusan tersebut, pelaksanaannya juga akan dilakukan secara sukarela dan meminimalisir konflik yang dapat timbul dikemudian hari.


*) Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Jember.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar