Selasa, 14 November 2017

SEHAT DIMASA TUA

Saya pernah punya pengalaman memiliki orang tua yang mengalami sakit dimasa tuanya. Ibu saya menderita sakit yang cukup lama, sebelum beliau dipanggil oleh Sang Pencipta. Kami telah berusaha semampu kami untuk mencari kemungkinan pengobatan agar beliau terlepas dari penyakitnya itu, namun usaha itu ternyata belum membuahkan hasil.
Sebaliknya, saya juga memiliki orang tua yang masih dalam keadaan sehat wal’afiat diusianya yang sudah uzur. Beliau masih bisa beraktifitas seperti biasa tanpa bergantung kepada orang lain. Tentu saja, kami bersyukur dan selalu mendoakan semoga orang tua kami tetap sehat hingga akhir hayatnya kelak.
Kita semua pasti menginginkan agar secara fisik dan mental kita selalu sehat sampai tua. Soal datangnya kematian itu persoalan lain, kita tidak pernah mengetahui kapan datangnya. Satu hal yang pasti adalah bahwa kematian itu pasti akan datang. Yang penting bagi kita adalah begaimana kita menjalani hari-hari tua kita nantinya agar selalu sehat dan mampu menikmati kebahagiaan itu. Bagaimanapun, persoalan kesehatan itu menjadi tanggung jawab kita sendiri untuk menjaganya.
Banyak orang yang bekerja begitu keras, hingga tak lagi dihiraukannya kelelahan tubuhnya. Berangkat bekerja sejak pagi hari, pulangnya hingga malam, bahkan hingga dini hari. Tak disadarinya bahwa tubuhnya mempunya hakatasnya untuk dipenuhi, hak untuk beristirahat. Barangkali karena tuntutan kehidupan yang memaksanya untuk bekerja begitu kerasnya. Tak lagi dirasakannya tubuhnya yang mulai ringkih dimakan usia dan kelelahan.
Tetapi ada pula yang menyia-nyiakan kesehatannya dengan perilaku yang sia-sia pula. Begadang yang tiada perlunya, mengkonsumsi minuman keras berlebihan hingga menjadi pecandu narkoba, adalah beberapa contoh perilaku yang sia-sia. Perilaku yang melenyapkan nikmat sehat yang telah dianugerahkan kepadanya. Mungkin saja mereka menikmati kesenangan semu saat masih muda, namun akibat yang akan dideritanya adalah sepanjang sisa hidupnya kelak.
Bagi orang yang mampu secara materi, mungkin saja akan mengatakan bahwa kalau badannya sakit dia masih memiliki uang untuk berobat. Dia mampu membayar dokter-dokter yang ahli dalam mengobati penyakitnya, atau dia mampu mempunyai uang untuk membeli peralatan kesehatan yang canggih agar menjadikannya sehat kembali.
Tetapi kita mesti sadar, bahwa sekaya apapun kita, sebanyak apapun uang kita, itu tidak akan mampu menggantikan rasa sakit. Sesetia apapun pasangan kita, seberbakti apapun anak-anak kita, dan sebanyak apapun sahabat kita, semua itu tidak ada yang mampu menggantikan rasa sakit yang kita derita. Yang dapat mereka lakukan hanyalah menemani, menghibur dan mengusahakan pengobatan saja, namun tak dapat menggantikan rasa sakit kita. Kita sendirilah yang akan merasakannya.
Karena itu, jagalah kesehatan kita selagi masih muda, agar kita tetap sehat dan berbahagia dimasa tua kelak.
Semoga…!

Rabu, 08 November 2017

PEMBAGIAN KERJA DI RUMAH


Sejak kecil dulu, secara tidak langsung kita diajarkan bahwa ada pemisahan pekerjaan antara laki-laki dan perempuan. Dalam lingkup keluarga misalnya, pemisahan peran itu terlihat dalam pembagian tugas di rumah. Kalau kita ingat, bacaan di buku pelajaran waktu sekolah dasar dulu tertulis, “Bapak sedang membaca koran. Ibu sedang memasak di dapur”. Ketika membaca kalimat itu, anak-anak akan berpikir, “Senangnya kalau jadi bapak, saat ibu sedang sibuk memasak di dapur untuk menyiapkan sarapan, bapak justru asyik membaca koran”.

Tugas seorang bapak sebagai kepala rumah tangga adalah mencari nafkah untuk keluarga. Tanggung jawabnya adalah menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang dan papan seluruh anggota keluarganya. Bagi keluarga yang tinggal di pedesaan dan bertani sebagai mata pencaharian utamanya, tanggung jawab ini menuntutnya untuk sering berada diluar rumah. Ke sawah, ke ladang atau bahkan pergi ke hutan mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Sementara itu, Tugas ibu adalah mengurusi pekerjaan di dalam rumah dan mengurus anak-anak. Pekerjaan di rumah meliputi pekerjaan dapur, memasak,mencuci menyapu dan sebagainya. Begitu pula mengurus anak, bila dirinci akan menjadi banyak sekali. Memandikan, menyuapi, mengajak bermain, hingga mengantar jemput ke sekolah, adalah tugas dan tanggung jawab seorang ibu.

Sebuah keluarga idealnya memang demikian. Tetapi faktanya, pembagian tugas itu tidaklah berjalan seperti itu. Seringkali hasil yang diperoleh kepala rumah tangga tidak mencukupi kebutuhan anggota keluarganya. Seorang ibu, tanpa diminta akan membantu tugas kepala keluarga. Seorang ibu tanpa meninggalkan tugas utamanya, turut membanting tulang membantu meringankan beban suaminya untuk memenuhi kebutuhan yang makin lama semakin bertambah banyak. Bahkan dalam banyak kasus, seorang ibu atau istrilah yang justru lebih dominan dan menjadi tumpuan dalam mencari nafkah keluarga. Dan tidak jarang pula, terutama di kota-kota besar, penghasilan seorang istri justru lebih besar daripada penghasilan suaminya.

Keadaan demikian sebenarnya tidak ada yang salah. Tidak salah sepanjang dapat disepakati bersama antara suami dan istrinya. Persoalan yang sering timbul biasanya apabila suami tetap menuntut istrinya sesuai dengan pembagian peran pekerjaan diatas. Suami tidak mau membantu pekerjaan-pekerjaan istrinya di rumah, sementara istrinya sudah membantunya dalam memenuhi tanggung jawabnya dalam mencari nafkah. Suami masih menuntut dilayani seolah-olah dialah yang mencukupi semua kebutuhan dalam rumah tangganya. Misalnya, ketika keduanya baru pulang kerja dan sama-sama lelah, suami masih saja menyuruh istrinya membuatkan kopi. Atau ketika dalam keadaan tersebut, suaminya masih saja tidak mau membantu mengurus keperluan anak-anak.

Sebuah keluarga adalah milik mereka yang menjalaninya sendiri, suami dan istri. Tidak ada yang dapat mencampuri urusan mereka tanpa mendapatkan mereka ijinkan. Tidak pula orang tua atau mertua. Karena itu berfokuslah membangun keluarga secara bersama-sama, tanpa menyakiti perasaan pasangan.

Bila pasanganmu benar-benar mencintaimu, maka dia akan memperlakukanmu dengan baik…