Jumat, 24 Maret 2017

BEGADANG

Sejak dulu, saya tidak suka begadang. Saya begadang hanya kalau ada perlunya saja. Bukan kerena mengikuti nasehat dalam lagunya Bang Rhoma, tetapi karena itu pilihan saya. Pilihan dengan pertimbangan logis.
Setelah seharian bekerja, menguras tenaga dan pikiran, pasti akan timbul rasa lelah dan kantuk. Lelah dan kantuk ini adalah tanda bahwa tubuh kita tidak mampu lagi kita suruh bekerja lebih banyak. Dia memerlukan istirahat. Tubuh kita juga mempunyai hak untuk beristirahat, agar pada saat kita membutuhkannya kembali untuk memulai hari yang baru, keadaannya sudah kembali segar.
Setiap hari, sebelum jam sepuluh malam, biasanya saya sudah istirahat, tidur. Kalau disiang harinya aktifitas fisik banyak dilakukan, seperti berolah raga, waktu istirahat malam menjadi lebih cepat lagi. Kebiasaan ini akhirnya diikuti juga oleh anak-anak.
Dengan istirahat yang cukup, keesokan harinya bisa bangun lebih awal. Bangun dengan badan yang segar. Memulai aktifitas juga bisa lebih awal. Anak-anak harus sudah berangkat sekolah pukul enam pagi. Bagi kami tidak ada kamus “terlambat masuk sekolah karena terlambat bangun”.
Apabila berangkatnya lebih lambat sedikit saja, jalanan sudah sangat padat. Puncak kepadatan lalu lintas terjadi pada jam-jam itu. Semua kendaraan orang yang berangkat ke kantor atau mengantar anak sekolah, menumpuk di jalanan pada waktu yang sama.
Dalam situasi seperti itu, yang terjadi biasanya adalah saling serobot antar sesama pengendara. Masing-masing memacu kendaraannya lebih cepat dan ingin segera tiba di tujuan lebih dahulu, tanpa mempedulikan keselamatan pengendara lain. Keadaan seperti ini tentu saja sangat membahayakan keselamatan dan tidak jarang terjadi kecelakaan. Saya tidak ingin itu terjadi kepada saya dan keluarga saya.
Saya tidak ingin menyalahkan keadaan itu. Saya menyadari sepenuhnya bahwa saya tidak mampu mengendalikan keadaan itu, tetapi saya memiliki kendali sepenuhnya terhadap diri saya agar terhindar dari keadaan itu. Saya masih punya pilihan, dengan berangkat lebih pagi. Dan pilihan itu yang saya ambil.

Rabu, 15 Maret 2017

NASEHAT ULANG TAHUN

Putriku, kini kau telah dewasa. Kini kau bisa menentukan sendiri apa yang menjadi pilihanmu. Orang tuamu tak bisa lagi memaksamu untuk mengikuti kemauannya, bila itu tak kau inginkan. Tetapi bila kau belum sanggup memilihnya, kami akan membantu memilihkannya untukmu. Kami akan dengan senang hati membantu dan mendukungmu.
Kami menyadari bahwa kebaikan itu hanya bisa dipaksakan ketika kau masih anak-anak dulu. Tetapi bagi orang yang sudah dewasa, tak bisa lagi dipaksakan. Kebaikan bagi orang dewasa adalah pilihan. Kami yakin, kau akan memilih yang terbaik untukmu, untuk kebaikan masa depanmu. Karena kami mengenalmu sepenuhnya.
Ingatlah, Kehidupan ini tidak pernah mudah. Semuanya harus diperjuangkan dengan kerja keras. Tak mungkin dapat mengandalkan koneksi maupun relasi, karena memang kami tak memilikinya. Satu-satunya yang dimiliki adalah kemauan dan semangat untuk bekerja dengan sungguh-sungguh.
Masa depan kini ada di tanganmu. Dirimu sendiri yang menentukan kemana bahtera kehidupan akan kau arahkan. Engkaulah yang menjadi nakhoda dalam bahtera kehidupanmu sendiri. Jangan kau biarkan orang lain mengendalikanmu, mengendalikan kehidupanmu.
Yang perlu disyukuri adalah engkau memiliki orang tua yang telah mengasuhmu dengan baik dan penuh kasih sayang. Yang selalu mendampingi dan membimbingmu dalam menjalani dan merencanakan masa depanmu. Mengingatkanmu bila engkau keliru, menegurmu bila engkau salah dan memujimu bila engkau telah berusaha dengan keras.
Tidak begitu dengan kehidupan Bapakmu dulu. Yang terlahir dari keluarga petani sangat sederhana. Yang berada jauh di pedalaman, jauh dari mana-mana. Keterbatasan membuat Bapak tidak bisa bermimpi, apalagi bermimpi tentang kehidupan yang diinginkan di masa depan nanti. Menjalani kehidupan nyaris tanpa bimbingan, apalagi perencanaan. Menjalani kehidupan seolah dilepas begitu saja di tengah hutan belantara, tanpa kompas apalagi peta, yang dapat menjadi penunjuk arah. Kehidupan dijalani dengan mengikuti kata hati dan coba-coba.
Bersyukurlah selalu kepada Tuhan. Mintalah petunjuk hanya kepada-Nya, agar kehidupanmu penuh dengan keberkahan. Doa dan harapan kami selalu menyertaimu…
***
Ketika membaca ucapan selamat ulang tahun yang saya tulis kemarin, putri saya terlihat sesenggukan, berlinang air mata. Ibunya lalu bertanya, “Kamu kenapa?”.
“Aku terharu…”, jawabnya. “Aku selalu terharu kalau membaca yang seperti ini...”, sambungnya lagi.
“Ya sudah… berhenti nangisnya…!”.

SELAMAT ULANG TAHUN

Hari ini, putri saya berulang tahun yang ke delapan belas. Delapan belas tahun rasanya begitu cepat berlalu.
Masih terbayang jelas saat-saat saya mengantar istri menempuh perjalanan jauh dari Surabaya ke Mataram dengan kehamilan besar yang mendekati masa melahirkan. Perjalanan darat yang sungguh melelahkan, apalagi bagi seorang calon ibu yang sedang hamil besar. Semua posisi badan jadi serba salah, duduk tidak nyaman, berbaring pun tidak nyaman pula.
Begitu pula saat-saat menjelang melahirkan yang membuat semua keluarga tidak tidur semalam, menunggu kelahiran yang datangnya tepat saat subuh menjelang. Suara tangisnya yang keras masih terngiang jelas, membangkitkan kegembiraan bagi semua yang mendengarnya.
Masih terbayang nyata betapa rewelnya bayi kami dihari-hari awal kelahirannya. Hanya mau tertidur bila digendongan saja. Setelah terlihat pulas, yang menggendong ingin beristirahat sejenak, lalu dicoba ditidurkan di kasur. Baru saja gendongan itu menyentuh kasur, tangisnya kembali meledak, seolah berteriak tak ingin turun dari gendongan.
Kini, putriku telah delapan belas tahun. Dia telah dewasa, bukan lagi anak-anak. Dia telah cakap bertindak dimata hukum. Semua perbuatan yang dipilih dan dilakukannya membawa konsekuensi hukum sebagaimana orang dewasa.
Sejauh ini, sebagai orang tua, saya sangat bangga kepadanya. Bukan bangga atas apa yang telah dicapainya, tetapi bangga atas apa yang telah diusahakannya.
Ketika umurnya telah memasuki tujuh belas tahun, tiba saatnya kewajiban memiliki KTP, dia pun mengurusnya di Kelurahan dan di Kecamatan. Begitu pula ketika harus memiliki SIM, dia pun kembali mengurusnya sendiri. Menjalanai tes-tes untuk membuat SIM tanpa mengandalkan intervensi orang tua maupun pihak lain. Dia jalani saja prosesnya, meskipun harus mengulang dua kali ujian, karena tidak lulus pada ujian pertama.
Terakhir kali, dia telah berusaha dengan sangat keras untuk mencapai beasiswa untuk pendidikannya. Jalan terjal dan melelahkan telah dilaluinya, jalan yang mengarahkan alur masa depannya...

HIDUP INI MEMANG PILIHAN

Selepas jam kerja, bagi banyak orang adalah waktunya untuk nongkrong bersama teman-teman. Mereka menghabiskan waktu sambil ngobrol bersama atau dengan berbagai aktifitas lain yang mengasikkan.
Demikian pula ketika hari libur, waktu seharian dihabiskan dengan kegiatan santai, olah raga atau menekuni hobby lain yang menyenangkan bersama teman-teman.
Tetapi, saya jarang sekali melakukan hal itu. Bukan karena tidak punya hobby atau karena tidak punya teman. Tetapi itu adalah pilihan saya. Saya memilih untuk menghabiskan waktu sehabis bekerja bersama anak-anak di rumah. Mendampingi aktifitas mereka, belajar mereka, berinteraksi dan berkomunikasi bersama mereka.
Diakhir minggu atau hari libur juga demikian, banyak aktifitas yang dapat dilakukan dengan melibatkan anak-anak. Olah raga bersama, belanja bersama, memasak bersama atau dengan hanya jalan-jalan bersama mereka.
Kebersamaan dengan anak adalah salah satu cara agar komunikasi dapat terus terjalin. Orang tua harus selalu hadir dalam kehidupan anak-anaknya. Kehadiran orang tua sangat penting bagi tumbuh kembang anak, baik secara fisik maupun mental. Anak-anak sangat membutuhkan contoh dalam proses belajar mereka.
Jika orang tua tidak hadir dalam kehidupan mereka, maka mereka akan mencari orang lain untuk dijadikannya sebagai contoh. Tentu kita tidak ingin komunikasi dengan anak menjadi putus. Putus karena ketidakhadiran orang tua dalam kesehariannya.
Persoalan terbesar dalam hubungan orang tua dan anak adalah orang tua tidak lagi mengenal anaknya.
Memang, bagaimana kehidupan ini akan kita jalani adalah pilihan kita masing-masing.

LEVEL KEBAHAGIAAN KITA


Seringkali kita merasa bahwa bahagia itu apabila kita memiliki harta yang banyak. Seandainya kita punya harta sebanyak yang dimiliki oleh Raja Salman dari Saudi itu, maka kita akan merasa bahagia dan tidak menghadapi persoalan kehidupan lagi.
Tetapi apakah memang demikian?. Memang benar. Harta yang banyak adalah salah satu sumber kebahagiaan. Seandainya saja kita tidak mempunyai harta sama sekali, maka kehidupan ini akan terasa sangat sulit untuk bahagia. Karena memang kebahagiaan dalam kehidupan ini perlu dibiayai. Namun demikian, kebahagiaan yang dirasakan karena keberadaan harta benda merupakan kebahagiaan yang paling dasar. Masih banyak lagi tingkat-tingkat kebahagiaan diatasnya.
Tingkat-tingkat kebahagiaan ini, telah banyak ditulis oleh para filosof dan ulama sejak lama. Dijelaskan bahwa setidaknya ada lima macam atau tingkat kebahagiaan yang dapat digapai dan dirasakan oleh manusia. Tidak hanya satu macam kebahagiaan saja tetapi lebih banyak macam kebahagiaan yang dapat dinikmatinya. Hal ini menyadarkan kita betapa besarnya karunia Tuhan yang dianugerahkan kepada manusia.
Kebahagiaan tingkat pertama adalah kebahagiaan fisik atau sensual (physical happiness). Kebahagiaan fisik atau sensual merupakan kebahagiaan yang timbul karena kesenangan terhadap harta atau materi yang dimilikinya. Kebahagiaan jenis ini bagi banyak orang dianggap sebagai satu-satunya kebahagiaan. Apabila sudah memiliki banyak harta pasti hidupnya akan bahagia.
Memang, harta benda diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, seperti makan, minum, pakaian dan tempat tinggal. Kesemua itu mensyaratkan dimilikinya benda-benda material oleh seseorang untuk memenuhinya. Tentu saja perolehan harta benda tersebut harus melalui cara-cara yang diperbolehkan dan tidak melanggar hak orang lain. Harta benda juga diperlukan untuk menopang diperolehnya tingkat-tingkat kebahagiaan selanjutnya. Apabila kebahagiaan tingkat pertama ini belum terpenuhi, maka akan sulit untuk menggapai kebahagiaan yang lebih tinggi.
Perlu diingat juga bahwa harta benda semata tidak menjamin kebahagiaan seseorang. Agar harta yang dimiliki dapat membahagiakan pemiliknya, diperlukan syarat-syarat lain, seperti menghindari sikap berlebih-lebihan dalam kesenangan harta atau materi. Hal ini karena kesenangan materi hanya bersifat sementara dibandingkan dengan kesenangan yang diperoleh dari kebahagiaan yang non materi.
Oleh karena itu, para ulama dan filosof menekankan pola hidup yang sederhana dalam semua aspek kehidupan. Disamping itu, kesenganan duniawi juga kesenangan yang melalaikan. Sebagai contoh dapat dikemukakan, kesenagan makan. Kesenangan makan bergantung pada adanya rasa lapar, setelah rasa lapar hilang maka kesenangan terhadap makananpun akan menjadi hilang. Apabila dipaksakan maka yang diperoleh bukan lagi kesenangan tetapi justru akan menimbulkan penyakit.
Kebahagiaan tingkat kedua adalah kebahagiaan mental (mental happiness). Kebahagiaan mental yang dimaksud disini adalah manusia memiliki kesenangan terhadap keindahan yang lebih abstrak, seperti kesenangan terhadap lukisan dan nyanyian. Selain itu yang termasuk kebahagiaan mental adalah kemampuan berimajinasi atau berkhayal.
Kenikmatan berimajinasi ini menimbulkan kebahagiaan yang lebih tinggi daripada kebahagiaan atau kesenangan fisik. Berkhayal atau membayangkan sesuatu yang indah dapat menimbulkan kebahagiaan tersendiri bagi seseorang. Dari berkhayal ini nantinya akan menghasilkan karya-karya dalam bentuk fisik, seperti bangunan gedung yang merupakan buah karya seorang arsitek, atau lukisan yang merupakan buah karya seorang pelukis.
Kebahagiaan berikutnya adalah kebahagiaan intelektual (intellectual happiness). Kebahagiaan ini diperoleh manusia dari penguasaan atas ilmu pengetahuan. Dalam Al-Qur’an sendiri pernah ditanyakan, “Apakah sama orang yang berilmu dengan yang tidak berilmu?”. Jawabnya tentu saja tidak. Perbedaannya sama dengan orang yang melihat dengan orang yang buta. Orang berilmu sama dengan orang yang mampu melihat.
Orang yang berilmu terkadang tidak merasakan kebahagiaan yang diperoleh dari ilmunya, sampai apabila dia berada dalam keadaan tersesat dan tidak tahu arah yang dituju. Maka pada saat itulah dirasakan kebagiaan karena ilmunya. Selain itu kebahagiaan intelektual lebih langgeng dari pada kebahagiaan fisik. Misalnya kesenangan makan ada kenyangnya, sedangkan kebahagiaan intelektual tidak akan ada rasa kenyangnya.
Kebahagiaan yang lebih tinggi dari kebahagiaan intelektual adalah kebahagiaan moral (moral happiness). Kebahagiaan moral merupakan kelanjutan dari kebahagiaan intelektual. Kebahagiaan moral diperoleh dari mengamalkan ilmu yang diperolehnya secara teoritis dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, mengetahui bahwa bersyukur dan bersabar itu baik, bagi sebagian orang akan menimbulkan kebahagiaan.
Namun, apabila seseorang yang mengetahui bahwa bersyukur dan bersabar itu baik akan merasakan lebih berbahagia ketika orang tersebut telah melaksanakan syukur dan sabar dalam kehidupan nyata sehari-hari. Orang yang baik adalah orang yang berperilaku baik, bukan hanya mengetahui suatu perilaku tertentu itu baik. demikian pula orang yang akan merasakan kebahagiaan adalah orang yang menjalani kehidupan yang baik, tidak hanya mengetahui jalan hidup yang baik. inilah kebahagiaan moral.
Terakhir, merupakan kebahagiaan tertinggi dari seluruh tingkat-tingkat kebahagiaan adalah kebahagiaan spiritual (spiritual happiness). Kebahagiaan spiritual dapat dicapai ketika manusia mampu menjalin hubungan dengan Tuhannya. Hubungan dengan Tuhan tersebut hanya dapat dicapai dengan cara pengabdian atau ibadah. Tuhan adalah tempat kembali dan tujuan hidup kita yang sesungguhnya.
Apabila tujuan terakhir tiap diri manusia adalah dekat dengan Tuhannya, maka kebahagiaan tertinggi dirasakan oleh manusia adalah apabila ada hubungan dengan Tuhannya. Kebahagiaan dekat dengan Sang Pencipta inilah yang diamksud dengan kebahagiaan spiritual.
Apabila semua aspek kebahagiaan tersebut telah terpenuhi maka kebahagiaan tertinggi telah dicapai. Mari kita bersikap rendah hati untuk menilai diri sendiri ditingkat mana kebahagiaan kita berada saat ini.
Jangan-jangan kita masih di level yang pertama....

Senin, 06 Maret 2017

DONOR DARAH, MENYELAMATKAN KEHIDUPAN

Ketika awal-awal Ibu menderita sakit pada tahun 2007 lalu, saya pulang menjenguknya. Saat itu Ibu dirawat di RSU Padang Panjang, Sumatera Barat. Beliau dirawat disana agar lebih dekat dengan tempat tinggal kakak saya. Beberapa hari kemudian, keadaannya kemudian mulai membaik, saya pun pamit kembali ke Jawa.
Tak lama setelah tiba di rumah, saya kembali mendapat kabar bahwa keadaan Ibu semakin parah dan harus dirujuk ke RS. M. Jamil, Padang. Dokter mengatakan bahwa Ibu menderita sakit Leukemia. Ketika itu kami tidak tahu apa itu Leukemia. Belakangan baru saya ketahui, Leukemia atau kanker darah terjadi akibat produksi sel darah putih yang terlalu cepat. Lalu Dokter menyarankan agar Ibu di transfusi darah.
Kakak saya segera mendatangi PMI untuk memperoleh darah yang diperlukan. Sayangnya, stok darah yang sesuai di PMI waktu itu sedang menipis. Sedangkan kebutuhan untuk transfusi cukup banyak. Selebihnya, harus mencari tambahan dengan cara membawa pendonor sendiri.
Lalu saudara-saudara saya berusaha mencari pendonor sendiri, dengan cara mendatangkan orang-orang dari desa kami ke Kota Padang untuk dicek darahnya untuk didonorkan. Saya membayangkan betapa beratnya pekerjaan itu.
Jarak desa kami dengan Kota Padang lebih dari tiga ratus kilometer. Mendatangkan orang-orang untuk mendonorkan darahnya dengan jarak sejauh itu, bukan pekerjaan yang ringan. Masalahnya lagi, tidak semua orang yang didatangkan itu darahnya cocok dan layak untuk didonorkan.
Saya sangat menghargai dan menaruh hormat yang sangat tinggi atas usaha dan kerja kerasa saudara-saudara saya untuk menolong dan menyelamatkan Ibu. Saya sendiri, yang berada jauh terpisah ribuan kilometer, tak banyak yang dapat dilakukan. hanya mampu berdoa.
Mendapat kabar bahwa keadaan Ibu semakin kritis, saya putuskan segera pulang kembali. Harapan saya saat itu setidaknya, dapat menemani Ibu diakhir-akhir hayatnya. Namun apa daya, perjalanan jauh tidak selalu sesuai dengan yang direncanakan.
Akhirnya, kehendak Allah jua yang berlaku. Keadaan ibu semakin kritis dan tak lama kemudian, Ibu pergi meninggalkan kami untuk selamanya. Saya tak sempat melihat wajahnya untuk terakhir kalinya.
Hari sudah menjelang malam ketika saya tiba di rumah, ketika orang-orang sedang membacakan tahlil untuk mendoakan Ibu. Allahumaghfirlaha, Warhamha...
Sepanjang perjalanan ketika itu saya terus berfikir, seandainya lebih banyak orang yang berdonor dengan sukarela, tentu stok darah di PMI tidak sampai menipis. Seandainya stok darah tercukupi, tentu beban saudara-sudara saya tidak mesti sekeras itu untuk mencari pendonor. Seandainya, transfusi itu dapat terus dilakukan, tentu masih ada harapan Ibu untuk bertahan. Setidaknya, kepergiannya tidak secepat itu.
Sejak saat itu, saya bertekad untuk menjadi pendonor darah sukarela. Pendonor sukarela secara rutin, agar kejadian yang menimpa keluarga kami tidak terjadi pada orang lain.
Hingga kini, tekad itu masih tetap kuat dan terlaksana dengan istiqomah.
Mari berdonor untuk menyelamatkan kehidupan....

JANGAN BANDINGKAN

Ada kalanya kita merasa begitu lelah. Lelah karena merasa sudah bekerja keras dalam membangun kehidupan agar lebih baik. Tetapi keadaan justru begitu-begitu saja, belum seperti apa yang kita inginkan.
Apalagi bila kita melihat orang-orang disekitar kita, mereka terlihat sudah melesat mendahului kita. Karirnya lebih baik, harta yang dikumpulkannya lebih banyak dan penampilannya menunjukkan kesuksesan secara materi.
Dalam keadaan demikian, banyak orang yang menyalahkan keadaan. Seolah-olah keadaan tidak memberinya pilihan-pilihan kehidupan. Bahkan hingga menyesali keadaan, “Mengapa saya dilahirkan dalam keadaan seperti ini?”, begitu fikirnya.
Setiap orang terlahir dengan keadaannya masing-masing. Kita memang tidak bisa memilih dari siapa kita dilahirkan. Kita tidak bisa memilih siapa orang tua kita, bagaimana keadaan orang tua kita.
Saat mulai tumbuh besar, kitapun mendapatkan pendidikan yang berbeda. Masing-masing dibentuk dan ditempa oleh lingkungan yang berbeda. Begitu pula saat kita dewasa, kita akan menjadi pribadi-pribadi yang berbeda, pribadi yang unik dan tak ada duanya. Karena itu, setiap pribadi tidak bisa dibandingkan dengan pribadi yang lain. Karena memang bukan bandingannya dan tidak perlu dibandingkan.
Hanya saja, kita semua memiliki kesempatan yang sama. Sama-sama beranjak dari keadaan yang apa adanya. Kita sendirilah yang mengendalikan bahtera kehidupan akan menuju. Jangan bandingkan diri kita dengan diri orang lain, jangan bandingkan kehidupan kita dengan kehidupan orang lain.
Bandingkan saja diri kita sekarang dengan kita yang dulu. Seberapa besar kita tumbuh, seberapa jauh kita mengalami kemajuan.
Seberapa banyak pengetahuan kita tumbuh, berapa banyak kesabaran kita mengalami kemajuan.
Berapa kuat kita mampu mengendalikan emosi, berapa besar intelektualitas kita mengalami kemajuan.
Berapa besar semangat kita tumbuh, berapa jauh rasa rendah hati kita mengalami kemajuan..

Minggu, 05 Maret 2017

FILOSOFI RODA BERPUTAR

Kita sering mendengar orang mengatakan hidup ini seperti roda berputar. Terkadang senang, terkadang susah. Terkadang beruntung, sesekali merugi. Ketika kehidupan ini kita rasakan sedang baik dan bersahabat, kita katakan rodanya sedang berada di puncak. Sebaliknya bila kehidupannya sedang mengalami masalah yang pelik, kita akan mengatakan rodanya sedang di bawah.
Alur kehidupan ini juga seperti roda berputar. Semua akan tiba bergiliran pada masanya. Kita dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan lemah tak berdaya. Lalu tumbuh menjadi kanak-kanak dan beranjak remaja. Tahap berikutnya kita kemudian memasuki masa-masa puncak kekuatan dan kedewasaan. Namun perlahan tapi pasti, kita akan kehilangan kekuatan itu kembali. Dan, pada akhirnya lenyap kembali seperti saat kita belum dilahirkan.
Filosofi hidup seperti roda berputar ini, dalam budaya Jawa disebut dengan Cakra manggilingan. Cakra artinya cakram atau roda. Sedangkan kata manggilingan berasal dari kata giling, yang artinya berputar.
Mari kita perhatikan roda yang sedang berputar, setiap titik pada permukaan roda akan mengalami seluruh keadaan perputaran hingga posisinya kembali pada keadaan semula. Titik yang pada awalnya berada di puncak akan bergerak menjadi paling depan. Setelah itu bergerak ke posisi paling bawah, terus paling belakang dan akan kembali ke posisi puncak. Demikian seterusnya.
Begitu pula dalam kehidupan ini, semua akan datang bergiliran bila tiba masanya. Kalau pada saat ini kita berada dalam posisi puncak, jangan merasa sombong. Kita memang teratas tetapi ingatlah, bahwa kita bukan yang terdepan. Masih banyak orang lain yang lebih terdepan dari pada kita.
Kalau hari ini kita di posisi terdepan, ingatlah juga bahwa kita hanya terdepan, bukan teratas. Keadaan itu tak bertahan lama karena tidak lama lagi kita akan mengalami posisi paling bawah dalam kehidupan.
Kalau hari ini kita dalam posisi paling bawah, jangan terlalu khawatir. Itu bukan akhir segalanya. Ingatlah, meskipun kita dalam posisi terbawah, tetapi kita bukan yang terbelakang. Teruslah bergerak, kebangkitan itu telah dimulai.
Demikian pula jika kita sedang dalam posisi terbelakang, bersabarlah. Kita hanya terbelakang, bukan yang terendah. Masih banyak orang yang kehidupannya lebih sulit daripada yang kita alami. Ingatlah, masa kegemilangan itu akan datang, tidak lama lagi.
Apapun keadaanmu hari ini, selalu saja ada alasan untuk bersyukur. Maka, nikmati hidupmu hari ini dengan penuh kesyukuran...