Maliana, Timor Timur Agustus 1996. |
“Mas Supianto, ini ada
pekerjaan di Timor Timur, sampean mau?”.
“Iya Mas, saya mau”. Jawab
saya tanpa berpikir panjang ketika mendapat tawaran dari Mas Agus Setyawan, chief saya dulu ketika masih mengerjakan
proyek di Padang.
Mas Agus Setyawan ini
adalah seorang ahli Geodesi lulusan Teknik Geodesi UGM. Beliau banyak memberi
ilmu dan wawasan kepada saya tentang ilmu ukur tanah dan pemetaan. Beliau juga
yang mendorong saya agar pergi ke Jakarta untuk menyelesaikan masalah
pekerjaan, termasuk gaji saya yang belum dibayarkan.
Mendapat tawaran
pekerjaan ke Timor Timur, tidak pernah terpikir sama sekali sebelumnya oleh
saya. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana keadaan daerah yang akan saya datangi itu. Yang saya
ketahui tentang Timor Timur pada saat itu hanyalah bahwa wilayah itu tidak
aman. Itu saja, tidak ada yang lain.
Terpikir oleh saya
kemudian tentang keamanan disana nanti. Bagaimana kalau…?, bagaimana kalau
terjadi sesuatu?. Terpikir hal-hal seperti itu membuat hati saya kecut.
Saya berusaha menghibur
diri. Saya kan tidak berangkat sendiri, ada pimpinan saya Mas Agus Setyawan
yang sudah berpengalaman. Paling tidak kalau ada apa-apa nantinya, masih ada
yang lebih senior dan bertanggung jawab, pikir saya. Tetapi ternyata dugaan
saya meleset.
“Tapi saya tidak ikut,
lho... Nanti sampean bergabung dengan tim lain”.
“Waduh… Jadi sampean
nggak ikut, Mas?”. Kekhawatiran menyusup lebih dalam di hati saya. Terpikir
juga untuk membatalkan saja tawaran itu, tetapi saya merasa tidak enak karena
sudah terlanjur menyanggupi.
Akhirnya, meskipun
masih ada kekhawatiran, saya kuatkan tekad untuk berangkat. Saya yakinkan dalam
hati, kalau ada apa-apa, pasti pertolongan Tuhan selalu dekat.
“Iya, Mas. Nggak apa-apa,
saya siap berangkat”.
Itu terjadi dua puluh
tahun yang lalu. Hari itu adalah pertemuan terakhir saya dengan Mas Agus
Setyawan. Sejak itu saya tidak pernah bertemu beliau lagi. Salam Hormat.