Jumat, 05 Agustus 2016

MENGGAPAI KEBAHAGIAAN



Dalam pidatonya yang disampaikan dalam acara peresmian Gedung Rektorat Universitas Islam Jember (UIJ) beberapa waktu lalu, Wakil Gubernur Jawa Timur, Syaifullah Yusuf, menekankan empat hal penting yang harus dipahami dan dilaksanakan dalam pengelolaan perguruan tingi. Keempat hal tersebut adalah phisical happiness ,material happiness. intelectual happiness dan spiritual happiness
Physical happiness. Kampus yang bagus mesti memiliki penampilan yang menarik. Baik dalam aspek penampilan fisik maupun tata kelola.  Perangkat lunak dan keras yang mendukung kegiatan kampus harus terus ditingkatkan. Penampilan fisik dan tata kelola kampus dapat membuat mahasiswa semakin betah dan nyaman berada di lingkungan kampus. Selanjutnya material happiness, merupakan kebahagiaan materi. Seluruh komponen dalam kampus memperoleh penghargaan materi yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Misalnya, karyawan akan merasa bahagia karena gajinya cukup untuk membiayai kehidupan diri dan keluarganya.
Intellectual happiness atau kebahagiaan intelektual. Intellectual happiness dimaknai bahwa perguruan tinggi mendidik generasi yang mampu menggunakan akal dan intelektualnya dalam meningkatkan sumber daya manusia. Spiritual happiness dimaknai sebagai kebahagiaan spiritual. Kebahagiaan spiritual ini sangat penting dan bahkan yang utama. Kebahagiaan spiritual dalam arti perguruan tinggi kampus harus mengajarkan keimanan, akhlak, sopan santun yang baik kepada para mahasiswa. Mahasiswa tidak hanya diajarkan ilmu pengetahuan semata tetapi juga nilai-nilai dan perilaku spiritual. Hasil akhirnya adalah orang yang memiliki kebahagiaan spiritual akan kuat dalam keadaan apapun dan siap menghadapi segala permasalahan dalam hidupnya.
Menyimak pidato Gus Ipul tersebut, mengingatkan saya pada tingkat-tingkat kebahagiaan yang telah ditulis oleh para filosof muslim abad ke XI. Salah satunya adalah Miskawaih (w. 1030 M), sebagaimana diulas oleh Mulyadhi Kartanegara dalam buku Panorama Filsafat Islam. Dalam buku tersebut dijelaskan, setidaknya ada lima macam atau tingkat kebahagiaan yang dapat digapai dan dirasakan oleh manusia. Tidak hanya satu macam kebahagiaan saja tetapi lebih banyak macam kebahagiaan yang dapat dinikmatinya. Hal ini menyadarkan kita betapa besarnya karunia Tuhan yang dianugerahkan kepada manusia.
Kebahagiaan tingkat pertama adalah kebahagiaan fisik atau sensual (physical happiness). Kebahagiaan fisik atau sensual merupakan kebahagiaan yang timbul karena kesenangan terhadap harta atau materi yang dimilikinya. Kebahagiaan jenis ini bagi banyak orang dianggap sebagai satu-satunya kebahagiaan. Apabila sudah memiliki banyak harta pasti hidupnya akan bahagia. Memang, harta benda diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, seperti makan, minum, pakaian dan tempat tinggal. Kesemua itu mensyaratkan dimilikinya benda-benda material oleh seseorang untuk memenuhinya. Tentu saja perolehan harta benda tersebut harus melalui cara-cara yang diperbolehkan dan tidak melanggar hak orang lain. Harta benda juga diperlukan untuk menopang diperolehnya tingkat-tingkat kebahagiaan selanjutnya. Apabila kebahagiaan tingkat pertama ini belum terpenuhi, maka akan sulit untuk menggapai kebahagiaan yang lebih tinggi.
Perlu diingat juga bahwa harta benda semata tidak menjamin kebahagiaan seseorang. Agar harta yang dimiliki dapat membahagiakan pemiliknya, diperlukan syarat-syarat lain, seperti menghindari sikap berlebih-lebihan dalam kesenangan harta atau materi. Hal ini karena kesenangan materi hanya bersifat sementara dibandingkan dengan kesenangan yang diperoleh dari kebahagiaan yang non materi. Oleh karena itu, para ulama dan filosof menekankan pola hidup yang sederhana dalam semua aspek kehidupan. Disamping itu, kesenganan duniawi juga kesenangan yang melalaikan. Sebagai contoh dapat dikemukakan, kesenagan makan. Kesenangan makan bergantung pada adanya rasa lapar, setelah rasa lapar hilang maka kesenangan terhadap makananpun akan menjadi hilang. Apabila dipaksakan maka yang diperoleh bukan lagi kesenangan tetapi justru akan menimbulkan penyakit.
Kebahagiaan tingkat kedua adalah kebahagiaan mental (mental happiness). Kebahagiaan mental yang dimaksud disini adalah manusia memiliki kesenangan terhadap keindahan yang lebih abstrak, seperti kesenangan terhadap lukisan dan nyanyian. Selain itu yang termasuk kebahagiaan mental adalah kemampuan berimajinasi atau berkhayal. Kenikmatan berimajinasi ini menimbulkan kebahagiaan yang lebih tinggi daripada kebahagiaan atau kesenangan fisik. Berkhayal atau membayangkan sesuatu yang indah dapat menimbulkan kebahagiaan tersendiri bagi seseorang. Dari berkhayal ini nantinya akan menghasilkan karya-karya dalam bentuk fisik, seperti bangunan gedung yang merupakan buah karya seorang arsitek, atau lukisan yang merupakan buah karya seorang pelukis. 
Kebahagiaan berikutnya adalah kebahagiaan intelektual (intellectual happiness).  Kebahagiaan ini diperoleh manusia dari penguasaan atas ilmu pengetahuan. Dalam Al-Qur’an sendiri pernah ditanyakan, “Apakah sama orang yang berilmu dengan yang tidak berilmu?”. Jawabnya tentu saja tidak. Perbedaannya sama dengan orang yang melihat dengan orang yang buta. Orang berilmu sama dengan orang yang mampu melihat. Orang yang berilmu terkadang tidak merasakan kebahagiaan yang diperoleh dari ilmunya, sampai apabila dia berada dalam keadaan tersesat dan tidak tahu arah yang dituju. Maka pada saat itulah dirasakan kebagiaan karena ilmunya. Selain itu kebahagiaan intelektual lebih langgeng dari pada kebahagiaan fisik. Misalnya kesenangan makan ada kenyangnya, sedangkan kebahagiaan intelektual tidak akan ada rasa kenyangnya.
Kebahagiaan yang lebih tinggi dari kebahagiaan intelektual adalah kebahagiaan moral (moral happiness). Kebahagiaan moral merupakan kelanjutan dari kebahagiaan intelektual. Kebahagiaan moral diperoleh dari mengamalkan ilmu yang diperolehnya secara teoritis dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, mengetahui bahwa bersyukur dan bersabar itu baik, bagi sebagian orang akan menimbulkan kebahagiaan. Namun, apabila seseorang yang mengetahui bahwa bersyukur dan bersabar itu baik akan merasakan lebih berbahagia ketika orang tersebut telah melaksanakan syukur dan sabar dalam kehidupan nyata sehari-hari.  Orang yang baik adalah orang yang berperilaku baik, bukan hanya mengetahui suatu perilaku tertentu itu baik. demikian pula orang yang akan merasakan kebahagiaan adalah orang yang menjalani kehidupan yang baik, tidak hanya mengetahui jalan hidup yang baik. inilah kebahagiaan moral.
Terakhir, merupakan kebahagiaan tertinggi dari seluruh tingkat-tingkat kebahagiaan adalah kebahagiaan spiritual (spiritual happiness). Kebahagiaan spiritual dapat dicapai ketika manusia mampu menjalin hubungan dengan Tuhannya. Hubungan dengan Tuhan tersebut hanya dapat dicapai dengan cara pengabdian atau ibadah. Tuhan adalah tempat kembali dan tujuan hidup kita yang sesungguhnya. Apabila tujuan terakhir tiap diri manusia adalah dekat dengan Tuhannya, maka kebahagiaan tertinggi dirasakan oleh manusia adalah apabila ada hubungan dengan Tuhannya. Kebahagiaan dekat dengan Sang Pencipta inilah yang diamksud dengan kebahagiaan spiritual.  
Kembali kepada soal kebahagiaan dalam pidato diatas, apabila semua aspek kebahagiaan tersebut telah terpenuhi maka kebahagiaan tertinggi telah dicapai. Diperlukan sikap rendah hati untuk menilai ditingkat mana kebahagiaan mana kita berada saat ini. Mana yang kurang dan harus diperbaiki. 
Di level mana kebahagiaan kita sekarang?