Dalam pidatonya yang disampaikan dalam
acara peresmian Gedung Rektorat Universitas Islam Jember (UIJ) beberapa waktu
lalu, Wakil Gubernur Jawa Timur, Syaifullah Yusuf, menekankan empat hal penting
yang harus dipahami dan dilaksanakan dalam pengelolaan perguruan tingi. Keempat
hal tersebut adalah phisical happiness ,material happiness. intelectual happiness dan
spiritual happiness
Physical
happiness. Kampus yang bagus mesti memiliki
penampilan yang menarik. Baik dalam aspek penampilan fisik maupun tata
kelola. Perangkat lunak dan keras yang
mendukung kegiatan kampus harus terus ditingkatkan. Penampilan fisik dan tata
kelola kampus dapat membuat mahasiswa semakin betah dan nyaman berada di
lingkungan kampus. Selanjutnya material
happiness, merupakan kebahagiaan materi. Seluruh komponen dalam kampus
memperoleh penghargaan materi yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Misalnya,
karyawan akan merasa bahagia karena gajinya cukup untuk membiayai kehidupan
diri dan keluarganya.
Intellectual
happiness atau kebahagiaan intelektual. Intellectual happiness dimaknai bahwa perguruan tinggi mendidik
generasi yang mampu menggunakan akal dan intelektualnya dalam meningkatkan
sumber daya manusia. Spiritual happiness
dimaknai sebagai kebahagiaan spiritual. Kebahagiaan spiritual ini sangat
penting dan bahkan yang utama. Kebahagiaan spiritual dalam arti perguruan
tinggi kampus harus mengajarkan keimanan, akhlak, sopan santun yang baik kepada
para mahasiswa. Mahasiswa tidak hanya diajarkan ilmu pengetahuan semata tetapi
juga nilai-nilai dan perilaku spiritual. Hasil akhirnya adalah orang yang
memiliki kebahagiaan spiritual akan kuat dalam keadaan apapun dan siap
menghadapi segala permasalahan dalam hidupnya.
Menyimak pidato Gus Ipul tersebut, mengingatkan saya pada tingkat-tingkat kebahagiaan yang telah ditulis oleh para filosof
muslim abad ke XI. Salah satunya adalah Miskawaih (w. 1030 M), sebagaimana
diulas oleh Mulyadhi Kartanegara dalam buku Panorama Filsafat Islam. Dalam buku
tersebut dijelaskan, setidaknya ada lima macam atau tingkat kebahagiaan yang
dapat digapai dan dirasakan oleh manusia. Tidak hanya satu macam kebahagiaan saja
tetapi lebih banyak macam kebahagiaan yang dapat dinikmatinya. Hal ini
menyadarkan kita betapa besarnya karunia Tuhan yang dianugerahkan kepada
manusia.
Kebahagiaan tingkat pertama adalah
kebahagiaan fisik atau sensual (physical happiness).
Kebahagiaan fisik atau sensual merupakan kebahagiaan yang timbul karena
kesenangan terhadap harta atau materi yang dimilikinya. Kebahagiaan jenis ini
bagi banyak orang dianggap sebagai satu-satunya kebahagiaan. Apabila sudah
memiliki banyak harta pasti hidupnya akan bahagia. Memang, harta benda
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, seperti makan, minum,
pakaian dan tempat tinggal. Kesemua itu mensyaratkan dimilikinya benda-benda
material oleh seseorang untuk memenuhinya. Tentu saja perolehan harta benda
tersebut harus melalui cara-cara yang diperbolehkan dan tidak melanggar hak
orang lain. Harta benda juga diperlukan untuk menopang diperolehnya
tingkat-tingkat kebahagiaan selanjutnya. Apabila kebahagiaan tingkat pertama
ini belum terpenuhi, maka akan sulit untuk menggapai kebahagiaan yang lebih
tinggi.
Perlu diingat juga bahwa harta benda
semata tidak menjamin kebahagiaan seseorang. Agar harta yang dimiliki dapat
membahagiakan pemiliknya, diperlukan syarat-syarat lain, seperti menghindari
sikap berlebih-lebihan dalam kesenangan harta atau materi. Hal ini karena
kesenangan materi hanya bersifat sementara dibandingkan dengan kesenangan yang
diperoleh dari kebahagiaan yang non materi. Oleh karena itu, para ulama dan
filosof menekankan pola hidup yang sederhana dalam semua aspek kehidupan.
Disamping itu, kesenganan duniawi juga kesenangan yang melalaikan. Sebagai
contoh dapat dikemukakan, kesenagan makan. Kesenangan makan bergantung pada
adanya rasa lapar, setelah rasa lapar hilang maka kesenangan terhadap
makananpun akan menjadi hilang. Apabila dipaksakan maka yang diperoleh bukan
lagi kesenangan tetapi justru akan menimbulkan penyakit.
Kebahagiaan tingkat kedua adalah
kebahagiaan mental (mental happiness). Kebahagiaan mental yang dimaksud
disini adalah manusia memiliki kesenangan terhadap keindahan yang lebih
abstrak, seperti kesenangan terhadap lukisan dan nyanyian. Selain itu yang
termasuk kebahagiaan mental adalah kemampuan berimajinasi atau berkhayal. Kenikmatan
berimajinasi ini menimbulkan kebahagiaan yang lebih tinggi daripada kebahagiaan
atau kesenangan fisik. Berkhayal atau membayangkan sesuatu yang indah dapat menimbulkan
kebahagiaan tersendiri bagi seseorang. Dari berkhayal ini nantinya akan
menghasilkan karya-karya dalam bentuk fisik, seperti bangunan gedung yang
merupakan buah karya seorang arsitek, atau lukisan yang merupakan buah karya
seorang pelukis.
Kebahagiaan berikutnya adalah
kebahagiaan intelektual (intellectual
happiness). Kebahagiaan ini
diperoleh manusia dari penguasaan atas ilmu pengetahuan. Dalam Al-Qur’an
sendiri pernah ditanyakan, “Apakah sama orang yang berilmu dengan yang tidak
berilmu?”. Jawabnya tentu saja tidak. Perbedaannya sama dengan orang yang
melihat dengan orang yang buta. Orang berilmu sama dengan orang yang mampu
melihat. Orang yang berilmu terkadang tidak merasakan kebahagiaan yang
diperoleh dari ilmunya, sampai apabila dia berada dalam keadaan tersesat dan
tidak tahu arah yang dituju. Maka pada saat itulah dirasakan kebagiaan karena
ilmunya. Selain itu kebahagiaan intelektual lebih langgeng dari pada
kebahagiaan fisik. Misalnya kesenangan makan ada kenyangnya, sedangkan kebahagiaan
intelektual tidak akan ada rasa kenyangnya.
Kebahagiaan yang lebih tinggi dari
kebahagiaan intelektual adalah kebahagiaan moral (moral
happiness). Kebahagiaan moral merupakan kelanjutan dari
kebahagiaan intelektual. Kebahagiaan moral diperoleh dari mengamalkan ilmu yang
diperolehnya secara teoritis dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh,
mengetahui bahwa bersyukur dan bersabar itu baik, bagi sebagian orang akan
menimbulkan kebahagiaan. Namun, apabila seseorang yang mengetahui bahwa
bersyukur dan bersabar itu baik akan merasakan lebih berbahagia ketika orang
tersebut telah melaksanakan syukur dan sabar dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Orang yang baik adalah orang yang
berperilaku baik, bukan hanya mengetahui suatu perilaku tertentu itu baik. demikian
pula orang yang akan merasakan kebahagiaan adalah orang yang menjalani
kehidupan yang baik, tidak hanya mengetahui jalan hidup yang baik. inilah
kebahagiaan moral.
Terakhir, merupakan kebahagiaan
tertinggi dari seluruh tingkat-tingkat kebahagiaan adalah kebahagiaan spiritual
(spiritual happiness).
Kebahagiaan spiritual dapat dicapai ketika manusia mampu menjalin hubungan
dengan Tuhannya. Hubungan dengan Tuhan tersebut hanya dapat dicapai dengan cara
pengabdian atau ibadah. Tuhan adalah tempat kembali dan tujuan hidup kita yang
sesungguhnya. Apabila tujuan terakhir tiap diri manusia adalah dekat dengan
Tuhannya, maka kebahagiaan tertinggi dirasakan oleh manusia adalah apabila ada
hubungan dengan Tuhannya. Kebahagiaan dekat dengan Sang Pencipta inilah yang
diamksud dengan kebahagiaan spiritual.
Kembali kepada soal kebahagiaan dalam
pidato diatas, apabila semua aspek kebahagiaan tersebut telah terpenuhi maka
kebahagiaan tertinggi telah dicapai. Diperlukan sikap rendah hati untuk menilai
ditingkat mana kebahagiaan mana kita berada saat ini. Mana yang kurang dan harus
diperbaiki.
Di level mana kebahagiaan kita sekarang?