Selasa, 25 Oktober 2016

TERLANJUR CINTA

Beberapa tahun lalu, seorang ibu bercerita tentang keadaan rumah tangganya yang berada diambang perpecahan.
“Begini Pak, saya baru menerima surat gugatan cerai talak dari suami saya”.
“Alasan dalam gugatannya apa?.
“Katanya sering terjadi perselisihan dan pertengkaran antara suami dan istri”.
“Selain itu, apa lagi?.
“Katanya, saya kurang menghormati dan menhargai suami”.
“Menurut Ibu, apa yang diceritakan suami Ibu dalam surat gugatan itu benar atau tidak?.
“Tidak benar Pak, selama ini keluarga kami baik-baik saja. Kalaupun ada perbedaan pendapat diantara kami, dapat kami selesaikan bersama. Bahkan, saya juga membantu suami untuk menambah penghasilan keluarga”.
“Sekarang, apakah Ibu masih tinggal bersama suami?.
“Sudah tidak lagi, tiba-tiba dia pergi meninggalkan saya dan dua anak saya sejak dua bulan yang lalu”.
“Menurut Ibu, kira-kira mengapa suami meninggalkan Ibu?
“Pasti karena ada wanita lain, Pak”.
“Mengapa Ibu berpikir begitu?.
“Karena dia sering punya pacar lain”.
“Dulu, perkawinan Ibu dengan suami, di jodohkan oleh orang tua atau pilihan sendiri?.
“Pilihan sendiri, Pak”.
“Pada waktu perkawinan, apakah suami Ibu juga punya pacar lain?”.
“Ada beberapa orang”.
“Meskipun pacarnya banyak, Ibu tetap mau menikah dengan dia?”.
“Ya bagaimana lagi Pak, saya sudah terlanjur cinta……..”.
*****
Begitulah, sebenarnya benih-benih perpecahan dalam perkawinan itu telah diketahui sejak awal, bahkan sejak perkawinan belum dilaksanakan. Ungkapan “sudah terlanjur cinta” biasanya menjadi alasan pembenaran yang mampu membutakan mata dan logika.
Celakanya lagi, banyak yang berharap pasangannya akan berubah setelah perkawinan.

BILA PERCERAIAN HARUS DIPILIH

Posting ini memang agak riskan dan sensitif. Saya sama sekali tidak menganjurkan untuk memilih jalur perceraian untuk menyelesaikan masalah rumah tangga. Tetapi bila berbagai cara telah ditempuh, akan tetapi tidak berhasil, jalur perceraian ini bisa dipilih sebagai alternatif terakhir.
Korban pertama dari pilihan menempuh jalur perceraian adalah anak. Anak akan kehilangan figur ideal yang menjadi panutan dan idolanya. Terlebih lagi bila masing-masing melibatkan anak dalam perselisihan antara suami istri. Seorang suami memberikan kesan tidak baik perbuatan istri kepada anaknya, begitu pula sebaliknya.
Disamping itu, Anak juga akan kebingungan untuk memilih, mau ikut siapa. Ayah atau Ibu?. Bahkan yang lebih krusial, bila terjadi perebutan hak pengasuhan anak antara suami dan istri.
Apapun keputusan yang akan diambil, hendaknya dipikirkan kembali dengan matang. Agar tidak timbul penyesalan dikemudian hari. Pilihan yang diambil mesti diputuskan dengan sadar dan tidak dalam keadaan emosional.
Sebagai orang yang menekuni bidang hukum, saya hanya memberi ruang yang berisi informasi berkaitan dengan pilihan-pilihan yang dapat diambil.
Perceraian adalah salah satu jenis perkara perdata, yang diawali dengan pengajuan gugatan. Bila perkawinan dilaksanakan berdasarkan tatacara menurut agama islam, maka gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan Agama. Sedangkan untuk yang selain agama islam diajukan kepada Pengadilan Negeri.
Siapa yang mengajukan gugatan?. Pengajuan gugatan dapat dilakukan oleh salah satu pihak, boleh suami atau istri.
Perkara perceraian yang diajukan di Pengadilan Agama, berlaku acara khusus. Bila gugatan diajukan oleh istri, dinamakan “Gugatan Perceraian”. Sedangkan kalau diajukan oleh pihak suami, disebut “Permohonan Cerai Talak”. Hal ini didasarkan pada hukum islam yang mengatur tentang hak talak yang berada ditangan suami.
Oleh karena itu saya sarankan, sebaiknya berkonsultasilah terlebih dahulu kepada ahli hukum atau konsultan hukum, sebelum memutuskan untuk mengajukan gugatan perceraian ke pengadilan.

KECANDUAN GADGET

Banyak anak-anak yang menghabiskan waktunya dengan gadget, tanpa mempedulikan interaksi dengan sesama, termasuk dengan orang tua dan keluarga. Dimanapun mereka berada, gadget selalu dalam pegangannya. Bahkan dalam berkendaraan pun ada yang masih menggunakannya.
Anak-anak yang kecanduan gadget ini tidak lagi merasa nyaman untuk berinteraksi dengan orang lain, perilakunya sulit dikontrol, prestasi belajar menurun, susah menerima nasehat dan putus komunikasi dengan orang tua. Tidak jarang pula dapat merusak organ mata bila penggunaannya tidak benar.
Anak-anak seperti ini biasanya berasal dari orang tua yang kecanduan gadget pula. Karena terlalu asyik dengan gadgetnya, orang tua seperti ini tak lagi peduli dengan anaknya. Tak peduli dengan pelajaran sekolah anaknya bahkan tak peduli dengan kualitas asupan gizi dalam makanan anaknya.
Saya, juga anda, tentu tidak menginginkan hal itu terjadi pada anak-anak kita. Masing-masing kita tentunya punya cara dan strategi sendiri agar anak-anak tidak sampai kecanduan gadget.
Beberapa cara yang kami lakukan adalah, pertama, ajak anak untuk berkomunikasi. Hargai setiap pendapat maupun sikap anak. Dengarkan apapun yang diucapkannya dan jangan mengabaikannya.
Kedua, menjadwalkan kegiatan anak secara rutin dalam satu minggu. Kegiatan anak diluar jam-jam sekolah, harus ada setiap harinya. Baik kegiatan yang bersifat fisik, seni ataupun spiritual. Kegiatan yang padat akan membantu menghindarkan anak dari ketertarikan kepada gadget. Tetapi harus diingat, kegiatan yang dijadwalkan mestilah yang disukai oleh anak. Hal ini penting agar anak-anak dengan senang hati menjalaninya.
Ketiga, dampingi setiap kegiatan anak-anak, bila perlu ajaklah melakukan aktifitas tersebut secara bersama-sama. Misalnya kegiatan olah raga, berenang, bermain maupun memasak, dapat dilakukan bersama mereka.
Satu hal yang sangat penting dan mendasar berkaitan dengan penggunaan gadget ini adalah jangan memberikan gadget kepada anak yang belum cukup umur.

PERTENGKARAN

Umumnya, bila antara suami dan istri sering bertengkar, keluarga ini akan dianggap sebagai keluarga yang kurang harmonis. Apalagi bila pertengkaran itu tidak menyangkut masalah-masalah yang prinsip.
Tetapi ada juga yang menganggap bahwa pertengkaran dalam rumah tangga itu laksana bumbu dalam masakan. Terlalu banyak bumbu akan menyebabkan masakan jadi rusak. Sebaliknya, tanpa bumbu sama sekali, masakan akan menjadi hambar, tak ada rasanya.
Pertengkaran timbul biasanya karena harapan yang tinggi terhadap pasangannya. Tetapi sayangnya harapan itu tidak dapat diwujudkan oleh pasangannya.
Pertengkaran dalam rumah tangga yang usia perkawinannya masih muda, dibawah sepuluh tahun, biasanya lebih ekspresif dan meledak-ledak. Hal ini dapat dipahami karena ego masing-masing pihak masih tinggi. Pertengkaran masih dianggap wajar, jika tidak sampai terjadi kekerasan fisik. Apabila ini terjadi, maka sudah masuk pada perbuatan pidana kekerasan dalam rumah tangga.
Bila pertengkaran masih meledak-ledak, sedangkan usia perkawinan sudah lebih dari dua puluh tahun, berarti ada yang masalah pada kepribadian pada salah satu atau keduanya. Dan ini harus dicarikan solusi secepatnya, karena dalam kondisi gawat darurat…
Pertengkaran juga masih dalam batas wajar apabila tidak sampai mengarah pada perceraian. Kata perceraian menjadi “momok” yang menakutkan bagi niat suci untuk membangun sebuah keluarga. Walaupun perceraian adalah perbuatan yang halal, namun pilihan itu dibenci oleh Tuhan. Pernyataan itu menghendaki kita untuk menjadikan perceraian sebagai pilihan terakhir.
Dari segi hukum, memang pertengkaran yang terjadi antara suami istri dapat menjadi alasan untuk mengajukan perceraian. Tentu saja bila pertengkaran itu terjadi secara terus-menerus dan sulit untuk didamaikan.
Salah satu sisi positif dari pertengkaran dalam keluarga, dalam kadar tertentu, adalah seseorang menjadi tahu apa yang diinginkan dan tidak diinginkan pasangannya.

MEMILIH SEKOLAH, MEMILIH LINGKUNGAN

Suatu hari, istri saya bercerita tentang seorang teman yang sedang galau. Galau karena kehabisan akal dalam menasehati anaknya agar mau kuliah. Secara ekonomi, keluarga ini berkecukupan. Tidak ada masalah dengan keuangan. Anaknya tidak ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dia justru berencana akan bekerja saja setelah lulus sekolah. Saat itu masih sekolah di Sekolah Menengah Kejuruan.
Sekolah Menengah Kejuruan memang dirancang untuk menghasilkan lulusan yang terampil dan siap kerja. Di sekolah kejuruan diajarkan keahlian-keahlian khusus tertentu sesuai dengan jurusan masing-masing yang akan menjadi modal mereka setelah lulus. Oleh karena dirancang untuk siap kerja, tentu saja orientasi para siswa setelah lulus nanti adalah bekerja. Termasuk obrolan-obrolan antar siswa tentu juga berkaitan dengan rencana kerja mereka. Sedikit sekali, kalau tidak ingin mengatakan tidak ada sama sekali, yang merencanakan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
Saya berfikir, kesalahannya ada pada saat memilih sekolah. Jika memang berencana akan melanjutkan pendidikan sampai ke perguruan tinggi, mestinya masuk ke sekolah umum saja, bukan sekolah kejuruan.
Cerita dari sekolah lain, sering kita dengar para orang tua yang mengeluh tentang sekolah anaknya. Kalau dirumah anaknya sulit sekali disuruh belajar. Maunya keluyuran bersama teman-temannya, atau bermain gadget terus-terusan sampai lupa waktu, lupa makan dan lupa kewajiban yang penting : belajar.
Saya termasuk orang tua yang agak beruntung. Anak saya sekolah di SMA yang menurut banyak orang di tempat saya adalah sekolah favorit. Lebih beruntung lagi, karena masuknya melalui jalur prestasi, tanpa perlu mengikuti tes seleksi. Tetapi, bukan prestasi akademik, justru olahraga.
Tidak dapat dipungkiri bahwa disiplin yang diterapkan di sekolah, sedikit banyak, akan mempengaruhi perilaku, semangat belajar dan pola pikir anak. Tentu saja, kita tidak dapat mengandalkan disiplin sekolah saja, tanpa menerapkan disiplin di rumah.
Saat ini, kami tidak lagi direpotkan dengan masalah-masalah belajar anak. Seperti menyuruh belajar, mengingatkan untuk mengerjakan tugas, dan lainnya. Malah kami seperti menjadi teman diskusi tentang topik-topik aktual yang menjadi tugas atau pekerjaan rumah.
Satu hal yang ingin saya sampaikan adalah kita dapat menarik benang merah dari bebrapa cerita diatas, yaitu berbeda sekolah akan berbeda pula lingkungannya, baik lingkungan akademik maupun sosialnya. Perbedaan yang pada akhirnya akan menghasilkan pola pikir yang berbeda pula.
Saya bisa memahami mengapa banyak orangtua yang seakan berlomba-lomba untuk mendaftarkan anaknya di sekolah-sekolah yang dianggap favorit. Sekolah-sekolah favorit atau unggulan, lebih menekankan pada disiplin, semangat belajar yang tinggi dan penuh kreatifitas.

MENEMUKAN BAKAT

Ada beberapa orang tua yang beruntung, karena dapat mengenali bakat anaknya sejak dini. Salah satu contohnya adalah bakat Canho Pasirua (12 tahun), seorang pianis cilik yang berasal dari Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Anak ini mewakili Indonesia dalam kompetisi internasional Seni Pertunjukan yang diadakan di Amerika Serikat.
Sebagai orang tua, tentu kita ingin anak kita menunjukkan bakatnya sejak usia dini. Dengan begitu kita dapat membina dan mengembangkannya.
Bakat atau talenta, merupakan kemampuan alami sebagai anugerah Tuhan yang diberikan kepada seseorang, yang berfungsi sebagai penyokong alamiah bagi yang memilikinya. Kita dan anak-anak kita tentu mempunyai bakat masing-masing. Tugas kita sebagai orangtua adalah menemukan dan mengembangkannya.
Masalahnya, kebanyakan dari kita tidak berhasil menemukannya. Hal ini disebabkan karena kita tidak tahu bagaimana cara untuk mengetahui apa sebenarnya bakat kita. Boleh jadi, bakat kita sebenarnya sudah muncul, tetapi kita tidak segera mengetahui dan mengembangkannya.
Sebagian besar dari kita, kalau ditanya, “Apa bakatmu?”, pasti akan menjawab, “Tidak tahu”. Jawaban ini tentu tidak mengada-ada. Banyak dari kita memang tidak mengetahuinya.
Tugas berat kita adalah menemukan bakat itu. Saya sendiri, hingga saat ini masih belum berhasil menemukan apa bakat anak saya. Meskipun sudah banyak kegiatan yang dilakukan untuk merangsang timbulnya bakat, namun kelihatannya tanda-tanda itu belum nampak.
Saya mencoba mencari referensi tentang penemuan bakat sejak dini. Secara umum dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui bekat anak adalah dengan mengamati hal-hal berikut : pertama, apa yang dapat dilakukan dengan mudah oleh anak kita, sementara oleh anak lain dianggap sulit. Kedua, ada ketertarikan anak untuk melakukan kegiatan itu dan ketiga, sesuatu yang sering dibicarakan atau menarik untuk dibicarakan oleh seorang anak.
Tips-tips diatas terlihat sangat sederhana. Tetapi tidak semudah itu dalam kenyataannya. Anak-anak seringkali tidak dapat dengan mudah melakukan suatu hal, tidak tertarik terhadap kegiatan apapun, dan tidak menarik untuk membicarakan sesuatu. Kegiatan-kegiatan olahraga dan seni, sudah banyak diikuti, namun belum menarik perhatian anak terhadap salah satunya.
Selain itu, anak-anak juga sudah disibukkan oleh beban-beban pekerjaan rumah yang bersifat akademik dari sekolah, sehingga tidak ada waktu lagi untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang menumbuhkan kreatifitas dan bakat.
Bagi orangtua yang hingga kini belum menemukan bakat yang dimiliki anaknya, seperti saya, tidak usah terlalu cemas. Bakat memang penting tetapi bukan segala-galanya.
Satu hal yang lebih penting untuk dilakukan adalah menanamkan semangat belajar kepada anak. Belajar tentang apa saja yang menjadi minatnya. Belajar kepada siapa saja, kapan saja dan dimana saja.

BERENANG

Salah satu kemampuan dasar untuk pertahanan hidup adalah berenang. Tentu saja tidak hanya sekedar bisa berenang, tetapi berenang dengan teknik yang benar. Banyak orang bisa berenang secara alamiah, tanpa teknik berenang yang baik. Saya sendiri termasuk yang bisa berenang dengan cara otodidak ini.
Kalau kita lihat anak-anak di desa, sebagian besar mereka bisa berenang secara otodidak, tanpa pernah belajar khusus dengan guru renang. Mereka biasanya belajar sendiri dengan langsung menceburkan diri di sungai atau kolam.
Kami sekeluarga bisa berenang. Anak-anak dan ibunya bisa berenang dengan gaya dan teknik yang benar. Sedangkan saya, masih harus terus belajar kepada mereka. Kami memang ingin semua anak-anak bisa berenang dengan baik sejak mereka masih kecil. Selain karena berenang bagi kami adalah kebutuhan dasar untuk pertahanan hidup, juga agar mereka percaya diri untuk berenang di kolam renang.
Hal itu memang bukan tanpa alasan. Sering kali saya lihat di kolam renang, banyak anak-anak dan orang dewasa yang merasa malu dan tidak percaya diri untuk berenang di kolam renang umum. Terutama bila di kolam renang itu banyak orang yang bisa berenang dengan teknik yang baik. Saya tidak ingin hal itu terjadi pada anak-anak saya, sekarang maupun nanti ketika mereka dewasa.
Belajar berenang, bagi anak kami yang pertama, tidak terlalu menjadi masalah. Mendafatar kursus, mengikuti jadwal latihan rutin, dan selesai. Tidak ada hambatan berarti. Bahkan sempat akan mengikuti program intensif untuk atlit renang, tetapi karena timbul alergi dingin, akhirnya rencana itu tidak jadi dilanjutkan. Tetapi target utama untuk bisa berenang dengan teknik yang baik, sudah tercapai.
Untuk anak kami yang kedua, meskipun ada kendala diawal, namun akhirnya semua dapat berhasil dengan baik. Diawal, program latihan sempat tertunda sampai lebih dari satu tahun sejak pendaftaran. Meski begitu, kini dia telah mampu mengimbangi kakaknya, baik dari segi teknik maupun kecepatannya.
Sekarang ini, kalau kami berenang bersama di kolam renang, kami selalu berlomba siapa yang lebih cepat. Hasilnya, saya selalu di posisi paling belakang. Haaahhhhhhhh…..

NAIK SEPEDA

Kami cukup dibuat pusing dan khawatir ketika anak kami belum bisa naik sepeda. Padahal, ketika itu sudah kelas dua SD. Berbagai cara sudah dicoba, beberapa strategi belajar dan berlatih sudah dilakukan, tetap belum berhasil. Yang menjadikan lebih sulit lagi adalah tidak muncul semangat dari anak sendiri untuk mau belajar naik sepeda.
Bagi anak-anak lain, naik sepeda mungkin tidak menjadi masalah berarti. Ada anak yang belajar sendiri tanpa diajari, kemudia bisa lancar. Ada pula yang dibimbing oleh orangtuanya dengan cara memegangi bagian belakang sepeda, lama-lama menjadi lancar, kemudian dilepas.
Kami menyadari, setiap anak memang unik dan satu-satunya, tak ada duanya. Sehingga pendekatan pengasuhannya juga harus berbeda untuk tiap-tiap anak. Untuk anak pertama dulu, naik sepeda tidak menjadi masalah sama sekali. Hanya dibantu sebentar saja, setelah itu semua berjalan dengan lancar.
Dengan kesabaran yang ekstra dan berlatih terus menerus, akhirnya berhasil juga. Sukses bersepeda.
Ada sebagian orang tua yang menganggap naik sepeda tidak terlalu penting. Ada juga yang berfikir, nanti kalau sudah besar akan bisa dengan sendirinya. Meskipun faktanya, masih ada juga anak-anak yang hingga dewasa dan menjadi orangtua, tetap tidak bisa dan tidak berani naik sepeda. Keadaan ini tentu saja akan sangat merepotkan orang lain.
Naik sepeda, bagi kami adalah salah satu kemampuan dasar yang harus dikuasai oleh anak. Selain memudahkan untuk belajar naik sepeda motor nantinya kalau sudah memenuhi syarat, juga agar anak-anak dapat melakukan banyak hal dengan mandiri. Seperti mengaji atau kegiatan lain yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah.
Ada beberapa kemampuan dasar yang menurut kami sangat penting untuk kemandirian dan pertahanan hidup, pengembangan diri dan spiritualitas. Kemampuan dasar untuk kemandirian dan pertahanan hidup diantaranya: bersepeda, berenang dan memasak sederhana.
Kemampuan untuk pengembangan diri yaitu bahasa asing dan seni, sedangkan untuk spiritualitas diantaranya kegiatan keagamaan.

BADAI

Tepat tengah hari, ketika saya berangkat dari kota Utan Rhee menuju pelabuhan Pototano, Sumbawa. Hari itu saya putuskan untuk pulang ke Mataram karena beban pekerjaan tidak terlalu banyak dan mendesak.
Utan Rhee adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Sumbawa Barat. Letaknya di jalur lintas antara Pelabuhan Pototano dan kota Sumbawa Besar. Pelabuhan Pototano sendiri adalah pelabuhan yang menghubungkan antara Pulau Sumbawa dan Pelabuhan Kayangan di Pulau Lombok.
Usai membeli tiket, saya langsung diarahkan untuk masuk ke dalam kapal. Penumpang masih terlihat sepi ketika saya masuk. Hanya ada beberapa sepeda motor, yang sudah tata rapi di bagian depan. Ada satu bus antar kota yang berada persis ditengah badan kapal.
Saya langsung naik ke ruang penumpang di bagian atas. Disana pun tampak lengang. Saya mencari tempat duduk yang agak nyaman untuk menikmati pemandangan laut. Terdengar suara klakson kapal sebagai pertanda kapal akan berangkat. Meskipun penumpangnya hanya sedikit, kapat ini tetap berangkat, karena waktunya telah tiba.
Cuaca terlihat cerah, ketika kapal mulai bergerak meninggalkan pelabuhan. Tak ada kekhawatiran sedikitpun dalam hati saya berkenaan dengan perjalanan laut ini. Barangkali karena sudah terbiasa. Perjalanan laut dari Sumatera ke Jawa, Jawa Bali, Bali Lombok dan Lombok Sumbawa, sudah sering saya lakukan. Biasa saja.
Menjelang setengah perjalanan, cuaca berubah. Langit mulai gelap karena gumpalan-gumpalan awan hitam menutupi cahaya matahari. Hujan mulai turun, anginpun mulai terasa bertiup agak kencang. Saya yang tadinya duduk di kursi paling ujung sebelah kanan, pindah agak ke tengah. Saya lihat penumpang lain juga melakukan hal yang sama.
Ombak laut mulai terasa menghantam kapal. Sedikit-demi sedikit hantamannya semakin keras. Saya menoleh kearah Nakhoda kapal yang tengah mengendalikan arah kapal menyesuaikan dengan gelombang yang datang. Terlihat masih tenang, dengan konsentrasi tinggi.
Hujan turun semakin deras. Gelombang laut semakin besar mengombang ambingkan kapal. Penumpang satu demi satu mulai bergerak kearah tempat penyimpanan pelampung. Sambil terus berpegangan pada tiang-tiang kapal. Saya pun tak mau ketinggalan, pelan-pelan bergerak kearah pelampung itu dan mengambilnya satu. Dengan cepat saya kenakan, sambil berpegangan pada tiang.
Tiba-tiba, kapal serasa meluncur dari ketinggian. Dada terasa berdesir seperti melayang diudara. Saya menoleh ke sisi kanan kapal, saya terkejut, terlihat permukaan air laut lebih tinggi daripada badan kapal. Lalu kapal terangkat tinggi di puncak gelombang.
Tak lama kemudian, gelombang itu menghantam dinding kapal dan “Byurrrr….”, hantaman air laut itu membasahi lantai kapal hingga ke tengah, tempat para penumpang berkumpul. Tak cukup sekali, hantaman itu kembali berulang-ulang.
Sebagian penumpang terlihat berdoa dengan khusuk. Sebagian lagi melantunkan zikir, sambil sesekali meneriakkan takbir “Allahuakbar”, ketika gelombang datang menghantam. Suasana tegang sangat terasa. Tetapi untungnya, tidak ada penumpang anak-anak. Sayan membayangkan seandainya ada penumpang anak-anak, pasti keadaan akan lebih pani dan kacau karena jerit tangis anak-anak itu.
Saya hanya terdiam, sambil berzikir dalam hati, mengingat kebesaran Allah SWT. Saya teringat akan firmannya,
"Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (berlayar) di lautan. Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata): "Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur." (Q.S. Yunus : 22)
Sekali lagi, saya melihat kearah Nakhoda, dia terlihat cukup kerepotan mengendalikan arah kapal. Kemudi kapal, sebentar diputar ke kiri sebentar ke kanan, mengikuti arah gelombang yang datang. Saya perhatikan arah kapal ini tidak lagi lurus ke depan, tetapi menyerong kearah kanan. Menyerong agak jauh. Saya menduga hal ini merupakan strategi Nakhoda untuk menghindari terjangan gelombang.
Seperti kata pepatah, tak selamanya badai terus menghantam. Badai pasti berlalu. Perlahan-lahan ketegangan para penumpang mulai berkurang, seiring dengan meredanya gelombang yang datang. Cuaca mulai terlihat agak terang, seiring dengan tampaknya dermaga pelabuhan kayangan dimana kapal akan bersandar, tak lama lagi.
Saya lihat jam dinding di depan ruang penumpang. Saya ingat-ingat jam berapa kapal tadi mulai meninggalkan pelabuhan Pototano. Lebih dua setengah jam, kapal itu diombang-ambingkan gelombang. Perjalanan yang biasanya hanya satu jam atau lebih sedikit saja, hari itu ditempuh dua kali lipatnya. Tetapi bagi kami, waktu itu terasa lama sekali. Sangat lama.
Tak lama berselang, kapal sudah merapat di dermaga. Satu persatu, penumpang turun dari lantai dua menuju kendaraan masing-masing. Di lantai bawah, tempat kendaraan diparkir, masih basah oleh air laut. Disudut-sudutnya masih terrlihat air yang menggenang. Dengan perasaan terkejut, saya lihat bus antar kota itu. Tadi, ketika berangkat berada persis ditengah kapal, tetapi sekarang sudah bergeser menempel sisi kiri dinding kapal.
Dengan perasaan penuh syukur, saya naik kedalam bus itu. Tak henti-hentinya, dalam hati memuji kepada Sang Maha Pemurah,
“Alhamdulillahrabbil’alamiin”.
“Badai Pasti Berlalu”

DALAM SEBUAH DISKUSI

Percakapan dalam sebuah diskusi.
“Mengapa minuman keras tidak dilarang saja, Pak?. Kan sudah jelas, minuman keras itu dapat membawa dampak buruk bagi manusia. Minuman keras juga diharamkan dalam Islam”.
“Iya, memang benar. tetapi, tidak semua penduduk Indonesia beragama Islam, kan. Yang beragama lain, belum tentu mengharamkan minuman keras. Kedua, selain banyak mudharatnya, minuman keras juga ada manfaatnya. Jadi, yang diperlukan adalah pengaturan peredarannya, bukan pelarangan”.
“Bagaimana kalau anak bapak bergaul dengan temannya yang minum minuman keras, apa bapak tidak melarangnya?”.
“Saya akan melarangnya bergaul dengan mereka yang minum minuman keras”.
“Apa bapak tidak khawatir anak bapak terjerumus dalam lingkungan mereka, kalau tidak ada larangan minuman keras?.
“Sebagai orangtua, saya akan melarang anak saya minum minuman keras, karena secara moral maupun agama yang saya anut, melarangnya. Tetapi saya tidak memerlukan larangan dari pemerintah untuk melarang anak-anak yang berada dibawah perlindungan saya. Larangan dari Tuhan sudah cukup bagi saya”.
“Oh, begitu ya, Pak?”.
“Iya, kalau kepada larangan Tuhan saja berani membangkang, apalagi kepada larangan yang dibuat oleh manusia”.
“Tetapi kalau dilarang sekalian kan lebih aman pak?”.
“Itu sama saja dengan kita meminta kepada Tuhan, agar semua setan dan iblis dilenyapkan dari muka bumi ini, agar semua manusia aman dari godaannya”.