Selasa, 25 Oktober 2016

PERTENGKARAN

Umumnya, bila antara suami dan istri sering bertengkar, keluarga ini akan dianggap sebagai keluarga yang kurang harmonis. Apalagi bila pertengkaran itu tidak menyangkut masalah-masalah yang prinsip.
Tetapi ada juga yang menganggap bahwa pertengkaran dalam rumah tangga itu laksana bumbu dalam masakan. Terlalu banyak bumbu akan menyebabkan masakan jadi rusak. Sebaliknya, tanpa bumbu sama sekali, masakan akan menjadi hambar, tak ada rasanya.
Pertengkaran timbul biasanya karena harapan yang tinggi terhadap pasangannya. Tetapi sayangnya harapan itu tidak dapat diwujudkan oleh pasangannya.
Pertengkaran dalam rumah tangga yang usia perkawinannya masih muda, dibawah sepuluh tahun, biasanya lebih ekspresif dan meledak-ledak. Hal ini dapat dipahami karena ego masing-masing pihak masih tinggi. Pertengkaran masih dianggap wajar, jika tidak sampai terjadi kekerasan fisik. Apabila ini terjadi, maka sudah masuk pada perbuatan pidana kekerasan dalam rumah tangga.
Bila pertengkaran masih meledak-ledak, sedangkan usia perkawinan sudah lebih dari dua puluh tahun, berarti ada yang masalah pada kepribadian pada salah satu atau keduanya. Dan ini harus dicarikan solusi secepatnya, karena dalam kondisi gawat darurat…
Pertengkaran juga masih dalam batas wajar apabila tidak sampai mengarah pada perceraian. Kata perceraian menjadi “momok” yang menakutkan bagi niat suci untuk membangun sebuah keluarga. Walaupun perceraian adalah perbuatan yang halal, namun pilihan itu dibenci oleh Tuhan. Pernyataan itu menghendaki kita untuk menjadikan perceraian sebagai pilihan terakhir.
Dari segi hukum, memang pertengkaran yang terjadi antara suami istri dapat menjadi alasan untuk mengajukan perceraian. Tentu saja bila pertengkaran itu terjadi secara terus-menerus dan sulit untuk didamaikan.
Salah satu sisi positif dari pertengkaran dalam keluarga, dalam kadar tertentu, adalah seseorang menjadi tahu apa yang diinginkan dan tidak diinginkan pasangannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar