Senin, 16 Januari 2017

SAWANG SINAWANG

Ketika melihat tampilan status teman-teman di media sosial, kita seringkali melihat posting-posting yang menampakkan kegembiraan dan kebahagiaan. Gambar-gambar maupun kalimat-kalimat yang diposting biasanya menampilkan keadaan yang demikian itu. Bahkan ada pula yang menampilkan kemesraan bersama kekasihnya.
Hal demikian tentu baik-baik saja. Sesuatu hal yang baik yang ditampilkan di ranah publik akan membawa dampak positif bagi orang lain. Setidaknya, dengan melihat teman yang bahagia kita pun akan ikut merasakan kebahagiaan pula.
Melihat tampilan gambar atau tulisan yang terlihat gembira dan bahagia tersebut, kita akan langsung menilai dan menyimpulkan bahwa kehidupannya selalu berbahagia. Dalam kehidupan sehari-hari juga demikian, kita mengenal orang-orang disekitar kita lebih banyak berdasarkan penilaian dan persepsi kita sendiri. Penilaian itu didasarkan pada apa yang kita lihat dan kita dengar dari orang-orang disekitar kita pula.
Keadaan demikian ini dalam ungkapan bahasa Jawa disebut sawang sinawang. Sawang artinya melihat atau memandang. Sawang sinawang bermakna saling melihat atau memandang kepada kehidupan orang lain. Orang akan memandang kehidupan orang lain, menduga-duga, lalu menilai dan menyimpulkannya sendiri. Demikian pula sebaliknya, orang yang dipandang itu akan memandang orang yang memandangnya dengan cara yang sama.
Dalam sawang sinawang, seseorang akan merasa orang lain lebih baik, lebih kaya dan lebih bahagia daripada dirinya sendiri. Kehidupan orang lain akan terlihat lebih beruntung dan lebih menyenangkan daripada kehidupannya sendiri. Sebaliknya, orang yang dilihat itu pun akan menilai orang yang menilainya demikian.
Seringkali kita tertipu dengan penampilan seseorang. Kita acapkali silau dan iri terhadap orang yang penampilannya terlihat mewah dan gemerlap. Lalu kita dengan cepat menyimpulkan bahwa kehidupannya sempurna, tak ada masalah yang dihadapinya. Kita tidak menyadari bahwa dibalik kemewahan kehidupan seseorang, akan selalu ada problema yang mengiringinya. Kita tidak menyadari karena memang tidak mengetahuinya. Tak ada seorangpun yang hidup terlepas dari problem kehidupan.
Sebaliknya, seseorang yang kehidupannya terlihat sederhana tanpa kemewahan, kita akan menilai kehidupanya berkekurangan. Padahal, tidak semua orang ingin memamerkan kekayaannya kepada orang lain. Seseorang yang terlihat sederhana terkadang memiliki kekayaan materi yang melimpah dan merasakan kebahagiaan yang melimpah pula.
Karenanya, berprasangka baikl akan lebih utama. Jangan terlalu cepat menilai dan menyimpulkan hanya berdasarkan penglihatan luarnya saja. Jangan pula menilai seseorang berdasarkan omongan orang lain.
Kehidupan orang lain seringkali terlihat lebih bahagia, padahal boleh jadi hidupnya lebih susah, tetapi dia tidak menampakkannya dengan mengeluh. Syukuri dan nikmati hidupmu sendiri…

HIDUP YANG SINGKAT

Hari ini saya berbincang dengan seorang rekan advokat yang karirnya mulai melejit. Beberapa waktu terakhir ini kami jarang bertemu karena dia sering keluar berperkara diluar kota. Demikian pula saya, lebih banyak aktif di kampus daripada menangani perkara.
“Sampean masih aktif di kampus, Mas?”, dia lanjut bertanya.
“Betul, Mas. Sekarang saya lebih banyak di kampus”.
“Sampean sudah menemukan passion-nya di kampus. Kalau saya masih ingin keliling-keliling dulu”, lanjutnya lagi.
“Selain soal itu, umur juga sudah mulai tua, Mas. Anak saya sudah mulai kuliah tahun ini”.
“Wah, cepat sekali rasanya ya..!”.
Begitulah, kehidupan ini semakin terasa begitu cepat.
Dulu, ketika masih muda, orang-orang tua sering memberi nasehat dengan mengatakan bahwa kehidupan ini sangat singkat. Gunakan waktumu sebaik mungkin untuk melakukan hal-hal yang positif. Ketika itu saya tidak mengerti apa maksudnya. Sayapun menjadi tidak peduli apa yang dikatakan mereka. Saya justru merasakan kehidupan ini sangat lambat berjalan. Apalagi ketika masih kecil, menunggu waktu berlalu satu tahun, rasanya sangat lama. Menunggu lebaran tiba, rasanya sangat lama pula.
Sekarang, saya tidak hanya memahami apa yang dulu disampaikan oleh orang-orang tua itu. Lebih dari itu, saya bahkan telah merasakan apa yang mereka katakana dulu. Merasakan bahwa hidup ini memang singkat. Masih segar dalam ingatan saya, ketika saya lulus SMA. Berpisah dengan teman-teman sekolah, sambil berharap kapan-kapan bisa bertemu kembali. Tak terasa waktu itu telah berlalu dua puluh lima tahun yang lalu.
Masih tergambar jelas pula dalam ingatan, ketika saya awal-awal bekerja. Bertemu dengan banyak orang, mengunjungi banyak tempat, bergumul dengan suka dan duka dalam pekerjaan. Kesibukan itu telah melenakan pikiran tentang apa yang akan terjadi dimasa depan. Jalani saja kehidupan ini sebagaimana adanya. Tak terasa pula, pekerjaan itu telah dijalani berpuluh tahun lamanya.
Masih terbayang dengan nyata, bagaimana perasaan cinta yang menggelora ketika jalinan cinta disatukan dalam pernikahan. Perasaan canggung sebagai sepasang kekasih masih terbayang, dan bila membayangkannya kita akan tersenyum-senyum sendiri, lucu saja. Tak terasa pula, masa-masa itu telah berlalu berbilang puluhan tahun pula.
Masih terngiang jelas, suara tangisan buah hati yang baru lahir itu. Perasaan tergagap-gagap menjadi orang tua, belajar dari pengalaman, belajar dari kesalahan, hingga tanya sana sini. Kesibukan merawat buah hati dan menjalani kehidupan rumah tangga telah melenakan pikiran. Tak terasa, buah hati itu kini telah dewasa. Ia telah mulai memilih jalan hidupnya.
Kini, kehidupan terasa lebih cepat lagi. Sehari serasa satu jam, seminggu serasa sehari, hingga setahun pun serasa begitu cepat berlalu. Tak terasa umur telah lebih dari empat puluh tahun. Rasanya belum terlalu banyak yang dapat saya lakukan untuk kebaikan bagi kehidupan ini.
Bagi engkau yang masih muda, bekerja keraslah. Lakukan kebaikan sebanyak kau sanggup melakukannya. Karena hidup ini singkat, jangan kau membuatnya lebih singkat lagi dengan sesuatu yang sia-sia…