Selasa, 30 Januari 2018

PROGRAM PENDIDIKAN AKUNTANSI (PPA) BCA

Saya menceritakan ini untuk berbagi informasi pendidikan, terutama bagi yang berminat dibidang akuntansi dan perbankan. Barangkali ada anak, saudara, keponakan, teman atau untuk diri sendiri berminat untuk mencobanya. Anak-anak yang memiliki prestasi akademik yang baik, namun memiliki kendala finansial untuk dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi, saya sarankan untuk mencobanya.
Bagi mereka yang kurang berminat bidang akuntansi, ada pilihan lain yaitu Teknik Informatika (PPTI).
Program ini ditujukan bagi lulusan SMA atau sederajat. Biasanya, seleksi masuknya dimulai ketika anak-anak mulai naik ke kelas tiga SMA.
Pendidikan ini berlangsung selama tiga puluh bulan. Tidak seperti kuliah biasa yang menggunakan sistem semester yang lamanya enam bulan, disini menggunakan sistem catur wulan atau per empat bulan pembelajaran. Jadi selama tiga puluh bulan perkuliaan itu materi yang dipelajari sama dengan kuliah selama tujuh semester dalam perkuliaan biasa.
Yang cukup berat dirasakan bila kuliah disini adala sistem pendidikan yang digunakan. Program ini menggunakan sistem gugur dengan standar kelulusan yang sangat ketat. Artinya, mahasiswa harus memenui standar nilai yang telah ditentukan oleh penyelenggara pendidikan. Apabila nilai yang diperoleh mahasiswa tidak mencapai batas minimal yang telah ditentukan tersebut, maka secara otomatis mahasiswa tersebut akan dikeluarkan atau dropt out (DO).
Salah satu keunggulan bila mengikuti pendidikan ini adalah kegiatan belajarnya tidak hanya dilakukan di kelas saja. mahasiswa juga wajib mengikuti program on the job training di lingkungan BCA. Mereka juga mendapatkan pendidikan tambahan yang bermanfaat bagi pengembangan pribadi mereka, yaitu pembekalan soft skill, seperti kepemimpinan, kerja tim, pembentukan karakter, grooming dan perencanaan keuangan. Ada juga fasilitas lain untuk pengembangan minat mahasiswa dalam bidang olahraga dan seni.
Nah, yang lebih menarik lagi, selama mengikuti proses seleksi maupun selama pendidikan itu, peserta tidak dipungut biaya sama sekali. Bahkan, selama pendidikan itu setiap bulan mereka mendapatkan uang saku yang jumlahnya lebih dari cukup untuk biaya hidup setiap bulannya. Selain itu ada juga fasilitas-fasilitas lain untuk menunjang pembelajaran, berupa buku-buku pelajaran dan pemeriksaan kesehatan.
Tidak seperti dalam pendidikan tanpa biaya pada umumnya yang selalu disertai dengan ikatan dinas, disini semua peserta tidak dikenai ikatan dinas. Tidak ada kewajiban bagi mereka untuk bekerja di BCA setela lulus nantinya. Namun demikian, mereka diberi kesempatan untuk bekerja di BCA selepas menyelesaikan program tersebut, bila itu mereka inginkan.

MENGEJAR BEASISWA

Sejak awal, kami memang mengarahkan anak untuk memilih perguruan tinggi yang memberikan beasiswa untuk biaya pendidikannya, baik yang ikatan dinas maupun tidak. Keuntungannya sudah tentu banyak sekali. Selain tidak lagi perlu memikirkan biaya kuliah yang memang sudah ditanggung oleh lembaga, kita tak direpotkan lagi dengan persaingan masuk kampus negeri. Karena biasanya seleksi perguruan tinggi seperti itu dilakukan lebih dulu sebelum seleksi bersama PTN.
Begitu pula soal mencari pekerjaan setelah lulus nanti. Pada saat teman-teman lain usai wisuda merayakan kelulusannya, mereka masih harus sibuk melamar pekerjaan kesana kemari, lulusan ini bisa langsung fokus pada pekerjaan yang sudah menunggunya.
Akhir-akhir ini lembaga-lembaga pendidikan yang menawarkan beasiswa semacam itu semakin banyak. Informasinya pun semakin mudah didapatkan melalui internet, sehingga siapapun bisa mengaksesnya dengan mudah. Pendidikan seperti ini bisa menjadi alternatif bagi anak-anak yang kurang mampu secara ekonomi namun memiliki kemampuan akademik yang baik. Mereka yang memiliki keinginan kuat untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi juga memperoleh kesempatan yang baik.
Tentu saja tidak mudah untuk memperolehnya. Ada harga yang harus dikeluarkan untuk membayarnya, dan harganya tidah murah. “Rego nggowo rupo”, begitu ungkapan dalam bahasa Jawa untuk menggambarkan keadaan itu. Artinya harga membawa rupa, semakin tinggi harganya, semakin bagus pula rupa yang diperoleh. Namun kabar baiknya, harga itu tidak harus berupa uang. Hanya perlu kerja keras, belajar yang super keras, agar mampu menyelesaikan soal-soal saat seleksi masuknya. Persaingan memperebutkannya tak kalah sengit, harus bersaing dengan ribuan bahkan ratusan ribu pelamar dari seluruh wilayah Indonesia.
Kami tidak terlalu memberi perhatian yang serius saat anak saya mengikuti tahap seleksi online. Disamping karena belum pernah mendengar nama beasiswa itu, juga karena anak-anak masih disibukkan dengan persiapan untuk mengikuti Ujian Nasional dan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri.
Begitu pula di sekolahnya, ketika informasi tentang seleksi beasiswa itu tersebar, tak banyak yang menaruh perhatian. Hanya beberapa anak saja yang tertarik untuk mencoba dan jumlahnya dapat dihitung dengan jari. Ada alasan lain mengapa anak-anak itu tidak terlalu tertarik dengan beasiswa ini, diantaranya karena program ini adalah non-gelar. Lembaga penyelenggara pendidikan ini tidak memberikan gelar kepada lulusannya.
Meski begitu, saya melihat dia bersungguh-sungguh dengan apa yang dicobanya. Sadar bahwa sebelumnya tidak pernah memahami apa itu akuntansi, karena memang jurusannya di sekolah IPA, diapun berusaha belajar sendiri. Belajar dari buku-buku akuntansi dasar yang dipinjamnya dari Pak Hari, tetangga kami yang memang seorang dosen akuntansi. Merasa belum cukup dengan membaca buku, dia merasa perlu juga memperoleh gambaran langsung dengan cara konsultasi kepada beliau...

BERKUNJUNG

Sejak keberangkatannya pertama kali, kami belum pernah tahu bagaimana keadaan tempat tinggal yang akan ditujunya. Ibunya membantunya mencarikan kos melalui internet, berkomunikasi dengan pemilik rumah kos hanya dengan telepon dan WA saja. Ada beberapa pilihan rumah kos yang masih tersedia disekitar kampusnya. Pilihan-pilihan itu didasarkan pada jaraknya dengan kampus, besar kecilnya, hingga soal harga, tentu saja. Agar bisa mengetahui bagaimana keadaan dan lingkungan sekitar kos itu, kami melihatnya hanya melalui google map. Rasanya itu sudah cukup untuk memastikan bahwa lingkungan itu aman dan baik-baik saja.
Begitu pula ketika berangkat, semua hal terkait dengan perjalanannya sudah diurusnya sendiri. Mulai dari memesan tiket hingga penjemputan dari bandara ketempat kosnya, semua sudah diurusnya sendiri meskipun semuanya dibiayai oleh sponsor beasiswa. Kami hanya mengantarkan hingga ke Bandara Juanda Surabaya. Selanjutnya, kami hanya berdoa dan memastikan keadaannya baik-baik saja melalui telepon.
Kami pikir, semua itu memang sudah dirancang sedemikian rupa oleh sponsor, agar semua penerima beasiswa itu mampu mengurus keperluannya secara mandiri. Lalu menjalani prosesnya secara mandiri pula dan pada akhirnya bertanggung jawab secara penuh terhadap semua proses yang telah dijalankan itu.
Tentu saja tidak perlu ada kekhawatiran bagi kami ketika melepaskannya menjalanai proses itu. Kami meyakini sepenuhnya bahwa dia sudah mampu menjalaninya, karena sebelumnya diapun telah menjalani proses yang panjang dan berliku. Yang dijalaninya saat ini hanyalah puncak dari semua proses yang telah dilaluinya dengan susah payah.
Lalu, semuanya berjalan dengan baik-baik saja, hampir tak ada persoalan yang menjadi ganjalan dalam prose situ. Hingga tibalah saatnya masa liburan semester. Tiba pula masanya dimana kewajiban kami untuk menyaksikan dan memastikan kedaan tempat tinggalnya secara langsung.
Dan kamipun mengunjunginya…!!

Senin, 22 Januari 2018

PENJELASAN

Suatu hari di bulan puasa, anak saya yang SMA minta ijin untuk acara makan sahur bersama teman-temannya.
“Acaranya dimana?”, Tanya saya menegaskan.
“Di rumah teman”, jawabnya.
“Itu acara sekolah apa acaramu sendiri?”.
“Ya.. acara sama teman-teman saja..”
Bagi saya, acara makan sahur bersama itu agak aneh dan tidak biasa. Kalau acara berbuka bersama tentu saja menjadi hal yang biasa dan lumrah, baik untuk anak-anak maupun orang tua. Tetapi kalau sahur bersama berarti harus menginap di rumah temannya itu, bagi saya hal itu tidak patut dilakukan kecuali dalam keadaan terpaksa. Sehingga tak ada alasan bagi saya untuk mengijinkan anak mengikuti acara itu.
“Bapak tidak ijinkan”, jawab saya singkat.
“Kenapa Pak? Itu akan jadi kenang-kenangan sama teman-temanku”, dia masih berusaha merayu.
“Kalau acara kamu berbuka bersama, Bapak akan ijinkan. Meskipun selesainya agak malam, Bapak yang jemput kamu pulang. Tapi kalau sahur bareng di rumah temanmu, tidak boleh”, saya menegaskan kembali larangan itu.
Dilain waktu, dia juga berkali-kali meminta ijin untuk pergi berwisata ke Banyuwangi bersama teman-temannya. Lagi-lagi pertanyaan yang saya tanyakan adalah, “Itu acara sekolah apa acaramu sendiri?”, dan dijawab bahwa itu acara sendiri dengan teman-temannya.
“Naik apa kesana?”
“Naik mobil. Mobilnya temanku”.
“Siapa yang menyetir?”
“Temanku yang nyetir. Dia sudah biasa nyetir keluar kota”, jelasnya.
“Siapa saja yang pergi?”
“Ya.. sama teman-temanku saja”.
“Bapak tidak mengijinkan kamu pergi”.
“Kenapa Pak?, temanku lho sudah sering pergi-pergi masak aku nggak boleh?”.
“Kalau perginya sama keluarga temanmu atau ada salahsatu orang tua temanmu yang mengantar, Bapak akan ijinkan. Tapi kalau hanya dengan teman-temanmu saja apalagi temanmu yang nyetir, tidak bapak ijinkan”, saya berusaha menjelaskan alasan mengapa tidak mengijinkannya.
“Teman-temanku sering pergi-pergi ya nggak apa-apa”, dia masih berusaha meyakinkan.
“Masing-masing keluarga punya aturan sendiri-sendiri. Kalau orang tua temanmu mengijinkan, itu memang haknya dan barangkali dikeluarganya hal itu tidak menjadi masalah. Tetapi bagi keluarga kita, anak-anak tidak boleh pergi keluar kota tanpa didampingi oleh orang tua atau keluarganya. Bagaimanapun anak-anak itu belum bisa bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Bila nanti terjadi sesuatu hal yang tak diinginkan, maka tidak ada yang merasa perlu bertanggung jawab atas kejadian itu. Misalnya terjadi kerusakan kendaraan atau terjadi kecelakaan di jalan, maka anak-anak itu belum mampu mengatasi persoalan, apalagi bertanggung jawab terhadap masalah itu”.
“Jadi saya nggak boleh pergi Pak?”
“Tidak boleh”, kembali saya tegaskan larangan itu.
Akhirnya dia pun memahami mengapa tidak diijinkan pergi. Seringkali anak-anak itu membutuhkan penjelasan yang masuk akal terhadap hal-hal yang dilarang dilakukannya. Tidak hanya asal melarang-melarang saja. Apalagi bila ada teman-temannya yang tidak dilarang untuk melakukan hal yang sama. Hal ini membutuhkan penjelasan yang lebih menguras pikiran orang tua…

Kamis, 18 Januari 2018

MERENCANAKAN PERJALANAN

Ketika saudara saya dari Sumatera berkunjung ke rumah saya beberapa waktu yang lalu, saya bertanya tentang rencana perjalanannya. Berapa lama dia akan disini?, kapan akan melanjutkan perjalanannya?, apakah sudah menyiapkan tiket untuk perjalanan selanjutnya?. Pertanyaan-pertanyaan itu sebenarnya merupakan pertanyaan biasa saja, terkait dengan apakah sudah merencanakan perjalanannya atau belum.
Tetapi tampaknya dia tidak suka dengan pertanyaan saya itu. Saya menduga hal itu karena kebiasaan masa lalu. Dulu, sebelum orang terlalu terikat dengan jadwal waktu seperti sekarang ini, memang rasanya tidak elok kalau kita bertanya kepada tamu yang berkunjung ke rumah kita, apalagi bila tamu itu datang dari jauh dan menempuh perjalanan yang melelahkan. Dengan bertanya seperti itu, ada kesan seolah-olah kita tidak senang dikunjungi oleh tamu itu. Padahal sebenarnya bukan itu maksudnya.
Jaman sekarang tentu tidak bisa disamakan dengan jaman dulu. Ketika semua orang sudah terikat jadwal yang ketat, baik jadwal bekerja, jadwal sekolah, bahkan liburan pun telah terikat jadwal tertentu yang menyesuaikan dengan jadwal kerja dan sekolah tadi. Bagi seorang yang bekerja pada suatu instansi, tentu dia sudah punya jadwal cuti yang diambilnya berapa hari. Dengan itu sebenarnya sudah dengan mudah merencanakan perjalanan kita.
Hal yang berbeda dengan cerita diatas, ketika saya berkunjung ke suatu tempat atau bila pulang kampung ke Sumatera Barat, saya selalu sudah merencanakan kapan jadwal pulangnya. Juga sekalian menyiapkan tiket untuk perjalanan pulang itu. Sehingga ketika berkunjung kerumah saudara-saudara, kita bisa memperhitungkan berapa lama kita hendak berkunjung atau menginap. Saat itu biasanya yang dikunjungi akan mengatakan, “Lho.. kok buru-buru…?” atau “Kok nggak nginap dulu disini..?”.
Begitulah, merencanakan sesuatu bukanlah perkara yang mudah, apalagi bila kita tidak terbiasa melakukannya. Meskipun untuk hal-hal yang sederhana sekalipun. Merencanakan perjalanan misalnya, tidak mudah dilakukan apalagi bila perjalanan itu menuju ketempat belum pernah dilakukan sebelumnya.
Kita seringkali menganggap remeh soal perencanaan ini, kita seringkali berpikir, “Ah, itu gampanglah… kita lihat bagaimana nanti saja..”. Bagi sebagian orang yang tidak terikat pekerjaan tertentu bisa saja berpikir seperti itu, namun bagi sebagian besar lainnya tentuakan sangat merepotkan bila nantinya menemui kendala dalam perjalanannya. Karena itu kita perlu membiasakan diri dengan perencanaan.
Selain berkaitan dengan penentuan waktu, perencanaan perjalanan juga sangat terkait dengan ketersediaan tiket perjalanan. Bila pemesanan tiket dilakukan dalam waktu mendadak, seringkali kita sudah kehabisan. Kalaupun masih tersedia biasanya harganya sudah sangat mahal bila dibandingkan dengan harga yang normal. Begitu pula bila perjalanan kita bertepatan dengan hari-hari puncak liburan, maka dapat dipastikan harganya akan sangat mahal.
Bila semua hal sudah terencana dan terjadwal dengan baik, maka kita akan dapat menikmati perjalanan kita dengan nyaman dan tenang, tanpa terganggu oleh hal-hal yang tidak penting.

PERTANYAAN TERAKHIR

Minggu ini adalah minggu terakhir perkuliahan di kampus tempat saya mengajar. Salahsatu kelas matakuliah saya yang sudah berakhir kemarin adalah Pendidikan Pancasila. Matakuliah ini termasuk dalam kelompok Matakuliah Dasar yang diberikan di semester awal.
Tidak ada yang istimewa dalam pertemuan perkuliahan terakhir itu, semua berjalan seperti biasa. Hingga saat sesi tanya jawab tiba, saya lalu mempersilakan kepada mahasiswa untuk bertanya atau menyampaikansesuatu hal untuk didiskusikan.
Salahsatu mahasiswa mengacungkan tangannya lalu berkata,
"Saya mau bertanya, Pak".
"Ok, silahkan Mas".
"Terimakasih, Pak. Pertanyaan saya, Apakah masih ada masa depan bagi Indonesia ini, Pak?".
Mendapatkan pertanyaan seperti itu, saya agak terkejut. Begitu pula dengan mahasiswa yang lain, mereka terlihat tidak mengerti dengan maksud pertanyaan itu. Bagi saya pertanyaan itu aneh, karena negeri kita ini tidak sedang menghadapi keadaan yang genting atau terjadi kekacauan.
Lalu saya coba untuk menetralkan suasana.
"Sebentar Mas, sebelum saya menjawab pertanyaan saudara saya ingin tahu apa yang saudara pikirkan tentang negara kita Indonesia saat ini?", saya berusaha untuk mengetahui apa yang menjadi dasar atau apa yang dipikirkannya tentang Indonesia sehingga dia menanyakan masa depan negara ini. Tentu ada sesuatu hal yang membuatnya masygul tentang keadaan negaranya.
"Tidak ada, Pak!", jawabnya singkat. Kelihatannya dia tidak ingin mengungkapkan apa yang sedang dipikirkannya, dia ingin menyimpannya sendiri.
"Ok, tidak masalah", saya tak menanyakan hal itu lebih lanjut. Saya juga harus menghormati pilihannya untuk tidak menceritakannya.
Lalu saya mencoba menjawabnya mulai dari keadaan yang kita alami sehari-hari. Kehidupan kita baik-baik saja. Seluruh masyarakat menjalankan aktivitasnya aman-aman saja tanpa ada gangguan yang berarti. Kita beraktivitas keluar rumah bahkan hingga larut malam pun aman-aman saja.
"Cobalah baca berita tentang keadaan negara-negara yang pada saat ini sedang mengalami krisis politik dan keamanan, seperti Palestina, Syiria, Afghanistan, Libya dan lain-lainnya. Lihatlah bagaimana keadaan masyarakat disana. Bila kita bandingkan negara-negara itu dengan negara kita, maka kita akan bisa menilai bahwa negara ini baik-baik saja".
Selanjutnya, dalam bidang perekonomian, negara kita tumbuh dengan baik. Tidak terjadi kekacauan ekonomi yang membuat kita cemas. Harga-harga kebutuhan pokok dalam keadaan stabil, tidak terjadi kenaikan yang membuat kita panik.
Pemerintahan kita juga berjalan dengan baik. Meskipun terkadang terjadi gesekan secara politik, namun hal itu tidak berdampak pada kehidupan masyarakat secara umum.
Setelah berusaha menjelaskan secara panjang lebar, lalu saya akhiri dan tegaskan jawaban pokok atas pertanyaan mahasiswa tadi.
"Negara kita Indonesia memiliki masa depan... dan masa depan itu kini semakin cerah...".

MEMAHAMI ISTILAH

Seringkali kita mengatakan suatu istilah tanpa benar-benar mengerti apa yang kita katakan itu. Atau, kalaupun kita merasa sudah memahaminya, boleh jadi apa yang kita pahami bukanlah makna yang sebenarnya.
Tak jarang pula kita menyalahkan orang lain, atau bahkan menganggap orang lain keliru hanya karena pemahaman yang tidak sama terhadap suatu istilah. Hal ini terjadi karena perbedaan referensi yang dirujuk berkaitan dengan pengertian itu. Bisa jadi juga karena tingkat pemahaman yang berbeda-beda yang disebabkan kurangnya pengetahuan.
Mari kita lebih rendah hati...
Ketika mendiskusikan tentang Pancasila sebagai ideologi negara, disinggung pula macam-macam ideologi yang dianut oleh negara-negara di dunia. Saya mencoba untuk mengetahui sejauh mana pemahaman mahasiswa tentang macam-macam ideologi tadi. Macam-macam ideologi itu antara lain adalah Liberalisme dan Komunisme.
Lalu saya meminta mereka menulis essay singkat tentang apa yang mereka pahami tentang ideologi tersebut. Dan benar saja, masing-masing memahaminya dengan pemahaman yang beragam, bahkan ada yang saling bertentangan satu dengan lainnya.
Begitulah kenyataannya...

MENGAJARKAN KORUPSI

Ketika anak saya mulai masuk SMA dulu, dia minta agar diijinkan untuk mengendarai sepeda motor sendiri ke sekolah. Barangkali karena melihat teman-temannya banyak yang sudah mengendarai sepeda motor sendiri, dia pun jadi ingin.
Menanggapi permintaan itu, saya hanya mengatakan,
"Boleh naik motor ke sekolah, tapi syaratnya harus sudah punya SIM".
"Kan belum punya KTP, Pak. Ngurus SIM kan harus punya KTP dulu..".
"Iya memang betul. Terus untuk mengurus KTP itu, apa syaratnya?"
"Kalau sudah berumur tujuh belas".
"Betul, berarti kamu masih kurang dua tahun lagi baru bisa ngurus SIM".
"Tapi, temanku kok sudah boleh bawa motor meskipun baru kelas satu?".
Mendapat pertanyaan seperti itu, terus terang, tidak mudah bagi saya untuk menjawabnya. Apalagi harus menemukan jawaban yang sederhana, logis dan bisa diterima oleh anak. Disaat banyak orangtua yang seolah tanpa beban membiarkan atau bahkan justru menyuruh anaknya untuk mengendarai sepeda motor sendiri, keadaan ini membuat semakin tidak mudah untuk menjelaskannya.
"Aturan hukum kita tidak membolehkan naik sepeda motor tanpa memiliki SIM. Kalau itu dilakukan maka akan ditilang oleh polisi. Kedua, seorang anak masih belum mampu bertanggung jawab dan belum mampu mengendalikan diri, apalagi dalam keadaan genting".
"Tapi, ada lho temanku yang sudah punya SIM, padahal umurnya belum cukup. Kok bisa ya?".
"Kemungkinan pertama karena merubah data pribadi. misalnya dengan mengganti tahun kelahirannya, sehingga umurnya mencukupi untuk mengurus KTP. Kedua, kemungkinan dia mengurusnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan aturan. Misalnya dengan menyuap petugasnya".
Begitulah, tanpa disadari sebenarnya banyak perbuatan orangtua yang secara tidak langsung justru mengajarkan kepada anak-anaknya untuk melakukan perbuatan yang melanggar aturan hukum. Menempuh segala cara agar bisa memperoleh apa yang diinginkan oleh anak akan ditiru oleh anak itu untuk hal-hal lain yang diinginkankannya kelak.
Memanipulasi data dan menyuap petugas akan menjadi sesuatu yang dianggap wajar apabila sering dilakukan. Tanpa kita sadari, kita telah mengajarkan kepada anak-anak kita satu perbuatan yang menjadi musuh bersama, yaitu korupsi...

Belajar Phitagoras

Seringkali anak-anak kita menemui kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah yang diberikan gurunya. Apalagi bila tugas yang diberikan itu belum pernah diajarkan oleh sang guru. Disaat-saat yang demikian ini, semestinya orangtua tampil membantu anaknya untuk menyelesaikan tugasnya. Orangtua dituntut untuk menyegarkan kembali pelajaran sekolah dasar dulu, agar bisa membantu anak bila mereka menemukan kesulitan.
Seperti yang terjadi hari ini, tiba-tiba anak saya yang masih kelas enam meminta tolong untuk menyelesaikan PRnya.
"Pak, tolong ajari rumus Phitagoras. Saya punya PR tentang rumus Phitagoras itu".
"Sudah diajari sama gurunya apa belum?".
"Masih belum".
"Lha kok sudah dikasih PR tentang itu, wong belum diajarkan?".
"Iya, tadi mau diajari tapi waktunya tidak cukup, jadi PRnya disuruh kerjakan dulu sama bu guru".
Lalu saya meminta dia mengambil kertas dan pensil.
"Coba buat gambar segitiga siku-siku yang agak besar".
"Sudah, Pak"
"Ingat ya, rumus Phitagoras itu hanya berlaku untuk segitiga siku-siku saja, tidak untuk segitiga yang lain. Ada berapa sisi disitu?"
"Ada tiga, sisi datar, sisi tegak dan sisi yang miring".
"Iya, sekarang beri tanda, sisi datar dengan huruf a, sisi tegak dengan huruf b dan sisi miring dengan huruf c".
"Sudah. Terus gimana?".
"Rumus Phitagoras itu mengatakan panjang sisi miring dikuadratkan jumlahnya sama dengan panjang sisi datar dikuadratkan ditambah sisi tegak dikuadratkan. Kalau dibuat rumusnya adalah c2 = a2 + b2. Ngerti nggak?".
"Iya, tapi kalau yang diketahui sisi miringnya?".
"Tinggal dibalik saja rumusnya. Misalnya kalau yang dicari sisi datarnya, maka rumusnya menjadi a2 = c2 - b2".
"Iya ngerti. Itu hasilnya kan masih kuadrat, bagaimana menghilangkan kuadratnya?".
"Untuk menghilangkan kuadrat itu caranya dengan mengakarkan hasil yang diperoleh. Kalau hasilnya didapat 25, maka akar dari 25 adalah 5. Gimana, ngerti?".
"Iya ngerti Pak".
"Sekarang coba kerjakan PRnya. Nanti kalau ada kesulitan bilang ya...!"
Tak perlu waktu yang lama, kemudian dia pun telah menyelesaikan semua tugas-tugas PRnya...