Kamis, 24 November 2016

SIKAP KITA DI MEDIA SOSIAL

Melihat pemberitaan di dunia maya tentang politik dan hukum akhir-akhir ini, membuat saya sedih. Saling dukung antar calon atau menolak calon lain, terutama tentang Pilkada di Jakarta, telah membutakan nurani dan rasionalitas.
Pesta demokrasi yang semestinya menjadi ajang untuk beradu ide dan program untuk menyejahterakan rakyat, kini telah berubah menjadi ajang cacimaki antar sesama. Cacimaki sesama warga Negara, sesama umat beragama, bahkan sesama umat seagama, yang kebetulan saling berbeda pendapat.
Pilkada yang semestinya kita sambut dengan antusias dan sukacita, kini berubah menjadi menakutkan. Aksi-aksi menolak seseorang calon hingga perasaan saling curiga. Berbagai bentuk ancaman dari kelompok-kelompok tertentu, sampai dengan pengeboman tempat ibadah yang menimbulkan korban jiwa.
Berita-berita itu kemudian diperluas melalui media sosial yang banyak sekali jumlahnya. Banyak orang yang membagikan berita-berita itu melalui akun pribadinya di media sosial tanpa ada upaya untuk sedikit mencari kebenaran dari isi berita itu. Asalkan beritanya sesuai dengan pendapat pribadinya, maka seketika itu pula langsung dibagikannya.
Demikian pula sebaliknya, orang-orang yang membacanya, tanpa merasa perlu mencari kebenaran berita-berita yang dibacanya itu sedikitpun, langsung memberi komentar. Parahnya, komentar-komentar yang dikemukakan terkadang penuh emosi dan tanpa etika.
Satu hal yang membuat saya lebih sedih adalah komentar-komentar itu kemudian berubah menjadi cacimaki kepada orang lain, termasuk kepada tokoh agama yang selama ini dihormati. Penyebabnya hanya karena tokoh itu berbeda pendapat dengan mereka.
Dengan argumen apapun, cacimaki kepada orang lain tidak dapat dibenarkan. Apalagi hanya karena soal perbedaan pendapat yang tidak prinsip. Soal perbedaan pendapat adalah soal yang biasa saja. Siapapun orangnya, kecuali seorang nabi, pendapatnya bisa benar dan bisa juga salah. Seorang tokoh sekalipun, bila dia mengemukakan pendapat, pendapatnya mungkin benar atau mungkin juga salah. Oleh karena itu berprasangka baik akan lebih mendekati kebenaran daripada kita prasangka yang buruk.
Namun sebaliknya, cacimaki adalah perbuatan yang salah sejak awalnya. Apapun alasannya, apapun argumennya. Cacimaki tidak membawa manfaat dan dampak positif apapun bagi kemanusiaan. Justru rentetan dampak buruk sedang menanti apabila kita melakukannya.
Tentu saja akan ada yang mengatakan bahwa berpendapat adalah hak setiap orang. Apapun pendapat orang dan yang ingin dikatakannya di media sosial adalah urusannya sendiri.
Memang benar, berpendapat adalah hak setiap orang. Tetapi persoalan menyampaikan pendapat, apalagi menyampaikan pendapat ditempat umum dan media sosial yang bisa diakses oleh semua orang, tentu ada aturannya. Baik itu aturan hukum maupun etika.
Mengemukakan pendapat dengan cara yang bertentangan dengan aturan hukum tentu akan beresiko secara hukum. Demikian pula bila tidak memenuhi kaidah etik, nama kita akan dikenang sebagai orang yang tidak beretika.
Apapun yang kita tuliskan, baik status maupun komentar-komentar di media sosial, akan mengungkapkan dengan sendirinya, siapakah kita, orang terdidikkah kita atau orang-orang yang hanya mengumbar sumpah serapah saja…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar