Selasa, 21 Februari 2017

WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN

Oleh : Supianto, S.H., M.H.*)
Opini Radar Jember, Rabu, 15 Februari 2017

Kau yang mulai kau yang mengakhiri….
Kau yang berjanji kau yang mengingkari….
Potongan lirik lagu diatas sering kita dengar, bahkan sebagian besar dari kita mampu menyanyikannya. Tulisan ini tidak sedang membahas tentang materi keseluruhan lagu diatas, tetapi tentang kenyataan di masyarakat bahwa seringkali perilaku orang yang berjanji sama dengan potongan lirik pada baris kedua tersebut. Orang yang berjanji seringkali mengingkari janjinya. Apabila salah satu pihak dalam suatu perjanjian tidak melaksanakan apa yang telah diperjanjikan atau apa yang menjadi kewajibannya dalam perjanjian itu, dalam ilmu hukum disebut Wanprestasi atau Cidera janji.
Pada dasarnya, suatu perjanjian itu dibuat untuk tujuan yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Tidak boleh suatu perjanjian dibuat untuk merugikan salah satu pihak maupun untuk merugikan pihak lainnya. Perjanjian dimaknai sebagai suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa ini lalu timbul suatu hubungan hukum antara dua orang tersebut yang dinamakan perjanjian.
Ketentuan mengenai syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu : Pertama, kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya. Kesepakatan merupakan unsur yang mutlak untuk sahnya suatu perjanjian. Kesepakatan adalah kesesuaian kehendak antara kedua belah pihak dalam perjanjian. Diperlukannya kata sepakat untuk sahnya suatu perjanjian, berarti bahwa kedua belah pihak harus mempunyai kebebasan berkehendak. Kesepakatan tersebut harus dibuat secara sukarela, tanpa adanya  paksaan, penipuan dan kekhilafan yang dapat  menimbulkan cacat bagi perwujudan kehendak tersebut.
Syarat Kedua adalah kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Kecakapan bertindak merupakan kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, maksudnya bahwa pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut merupakan orang yang sudah memenuhi syarat sebagai pihak yang dianggap cakap menurut hukum. Orang yang dianggap tidak cakap menurut hukum adalah orang-orang yang belum dewasa dan orang yang ditaruh di bawah pengampuan.
Ketiga, suatu pokok persoalan tertentu. Suatu hal tertentu yang dimaksudkan dalam persyaratan ketiga syarat sahnya suatu perjanjian  adalah objek perjanjian harus jelas dan dapat ditentukan oleh para pihak. Keempat, suatu sebab yang tidak terlarang. Suatu sebab yang tidak terlarang adalah bahwa perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
Pada tahap pelaksanaan isi perjanjian, para pihak harus melaksanakan apa-apa yang telah disepakati dan menjadi kewajibannya dalam perjanjian tersebut. Kewajiban untuk memenuhi isi perjanjian itu disebut prestasi, sebaliknya, apabila salah satu atau kedua belah pihak tidak melaksanakan isi perjanjian tersebut, itulah yang disebut dengan wanprestasi.
 Bentuk wanprestasi dalam perjanjian dapat berupa : (1) Tidak memenuhi prestasi sama sekali. Salah satu pihak atau keduanya tidak melakukan prestasi apapun sama sekali sebagaimana disepakati dalam perjanjian;  (2) Prestasi yang dilakukan tidak sesuai dengan yang diperjanjikan. Prestasi sebenarnya telah dilakukan, namun prestasi yang dilakukan itu tidak sempurna atau tidak sebagaimana yang telah diperjanjikan sebelumnya; (3) Memenuhi seluruh prestasi tetapi waktunya terlambat. Dalam hal ini prestasi sebenarnya juga dilakukan tetapi waktu pelaksanaannya terlambat, tidak sesuai dengan waktu yang telah disepakati; dan (4) melakukan apa yang tidak boleh dilakukan dalam perjanjian. Dalam hal ini, salah satu pihak dianggap wanprestasi karena telah melakukan perbuatan yang dalam perjanjian tersebut tidak boleh dilakukan.
Pihak yang melakukan wanprestasi dapat dituntut oleh pihak lainnya yang merasa dirugikan. Kerugian yang dialami ini dapat berupa kerugian yang nyata-nyata dialami, namun dapat juga berupa kehilangan keuntungan yang diharapkan akan diperolehnya. Oleh karena itu, pihak yang telah melakukan wanprestasi harus menanggung beban yang diakibatkan perbuatannya itu. Tuntutan yang dapat diajukan adalah pembatalan perjanjian yang disertai dengan tuntutan ganti rugi atau tanpa tuntutan ganti rugi, dapat juga berupa pembatalan perjanjian baik yang disertai dengan tuntutan ganti rugi maupun tanpa tuntutan ganti rugi. Hal ini diserahkan kepada pilihan pihak yang mengalami kerugian tersebut.
Tentu saja, wanprestasi dapat terjadi karena disengaja oleh para pihak maupun karena tidak disengaja. Wanprestasi yang terjadi karena tidak disengaja, boleh jadi karena memang tidak mampu untuk memenuhinya atau karena terpaksa untuk tidak melakukan prestasi tersebut. Pihak yang dituduh telah melakukan wanprestasi dapat mengajukan pembelaan-pembelaan tertentu agar dirinya dapat terbebas dari pembayaran ganti rugi.
Tidak selamanya kerugian timbul karena adanya kesalahan dari salah satu pihak. Dalam keadaan tertentu dapat juga timbul kerugian tetapi kerugian tersebut bukan disebabkan karena kelalaian atau karena kesalahan salah satu pihak tersebut. Dalam keadaan demikian, pihak yang dituduh telah melakukan wanprestasi dapat melakukan pembelaan atau tangkisan untuk membebaskan dirinya dari akibat-akibat hukum yang timbul karena wanprestasi. Bentuk pembelaan tersebut dapat berupa karena keadaan terpaksa atau overmacht. Keadaan memaksa ini adalah keadaan yang tidak memungkinkan lagi untuk memenuhi prestasi sesuai dengan apa yang diperjanjikan. Sebagai contoh dapat dikemukakan adalah musnahnya objek perjanjian atau terjadinya bencana alam yang tidak mungkin dapat dihindari.
Bentuk pembelaan yang kedua adalah wanprestasi terjadi karena pihak lainnya juga melakukan wanprestasi. Salah satu pihak melakukan wanprestasi disebabkan karena pihak satunya juga belum melakukan prestasi sepenuhnya sebagaimana telah diperjanjikan. Pembelaan demikian dalam ilmu hukum dinamakan exeptio non adimpleti contractus. Sebagai contoh, A menjual mobil kepada B dengan harga disepakati sebesar Rp. 200.000.000,- namun B baru membayar sebesar Rp. 150.000.000,-. Pada saat A menagih kekurangan pembayaran sebesar Rp. 50.000.000,- tersebut, B menolak membayar dengan alasan bahwa A masih belum menyerahkan BPKB mobil yang dijualnya kepada A. B menolak membayar kekurangan itu karena A juga belum menyerahkan BPKB, B baru akan membayar sisa pembayaran tersebut dengan syarat A harus menyerahkan BPKB terlebih dahulu.
Selanjutnya, bagaimana atau sejak kapan salah satu pihak itu dianggap telah melakukan wanprestasi?. Salah satu pihak dianggap telah melakukan wanprestasi melalui somasi atau teguran tertulis yang menyatakan bahwa pihak tersebut telah lalai dalam melaksanakan prestasi. Somasi adalah teguran dari pihak yang berpiutang (kreditor) kepada pihak yang berutang (debitor) agar dapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati antara keduanya. Somasi ini berisi teguran untuk segera melaksanakan isi perjanjian yang diikuti dengan batas waktu paling lambat untuk memenuhi prestasinya.

Dalam praktek, Somasi ini dilakukan sebanyak tiga kali. Apabila setelah somasi ketiga itu pun tetap tidak diindahkannya, maka kreditor berhak membawa persoalan itu ke pengadilan. selanjutnya pengadilan yang akan memutuskan, apakah debitor betul-betul telah melakukan wanprestasi atau tidak. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar