Selasa, 02 September 2014

MENUJU PROFESI ADVOKAT



MENUJU PROFESI ADVOKAT
PENDAHULUAN
Advokat atau Pengacara memiliki kedudukan yang mulia dan terhormat sehingga ia disebut sebagai Officium Nobile. Profesi advokat disebut sebagai profesi yang mulia karena profesi ini sebagai salahsatu pilar dalam menegakkan supremasi hukum dan hak asasi manusia serta mengupayakan pemberdayaan masyarakat dalam menyadari hak-haknya yang fundamental dihadapan hukum. Sebagai praktisi hukum, advokat secara aktif dan langsung mengupayakan prinsip persamaan dan kesederajatan setiap orang dihadapan hukum yang lebih dikenal dengan prinsip equality before the law.
Dalam masyarakat umum, profesi advokat masih sering disalahpahami. Sudah menjadi komentar yang bernada sinis bahwa advokat atau pengacara justru menjadi pembela orang yang bersalah. Sebahagian lagi beranggapan bahwa advokat hanya membela mereka yang memiliki uang saja, sedangkan terhadap orang yang tergolong miskin justru dijauhi oleh para advokat. Anggapan maupun komentar tersebut tidaklah semuanya benar, tetapi juga tidak sepenuhnya salah. Hal ini karena tidak semua anggota masyarakat memahami posisi profesi advokat yang sesungguhnya.
Bagi sebagian orang yang sudah memahami hukum, tentu tidak akan beranggapan demikian. Justru keberadaan advokat dalam proses penegakan hukum sangat penting untuk menjaga dan mengawal agar penegakan hukum tidak menyimpang. Advokat harus memposisikan dirinya sebagai penyeimbang bagi aparat penegak hukum agar proses penegakan hukum tidak justru menjadi tindakan yang sewenang-wenang.
Dilain pihak, anggapan sebahagian masyarakat yang mengatakan bahwa advokat hanya membela kepentingan orang bersalah dan yang memiliki uang, juga tidak sepenuhnya salah. Hal ini dapat terjadi karena tidak semua advokat bekerja dengan mengedepankan moralitas. Selalu ada di masyarakat seorang advokat dalam  menjalankan pekerjaannya dengan menggunakan cara-cara yang justru bertentangan dengan hukum. Telah banyak contoh yang membenarkan anggapan tersebut, misalnya, ada seorang advokat yang ditangkap oleh pihak berwajib karena menyuap seorang hakim agar dapat membebaskan kliennya dari hukuman. Contoh lain misalnya ada seorang advokat yang diberhentikan oleh dewan kehormatan advokat karena pelanggaran berat terhadap kode etik advokat. Namun demikian, profesi advokat sebagai profesi yang mulia ini tetap mulia meskipun ada sebahagian orang yang berprofesi advokat tidak menjalankan profesinya dengan mengedepankan moralitas dan kode etik advokat.   
***
Menjadi seorang advokat pada saat ini menjadi impian banyak orang. Profesi advokat menjadi pilihan utama bagi banyak mahasiswa Fakultas Hukum setelah menyelesaikan kuliahnya. Setiap tahun, ribuan sarjana hukum mengikuti ujian profesi advokat yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI), sebagai satu-satunya organisasi advokat yang dibentuk berdasarkan undang-undang advokat.  Banyak diantara peserta ujian tersebut yang telah mengikuti ujian pada tahun sebelumnya karena belum lulus. Penulis sendiri pernah mencoba bertanya kepada rekan sesama peserta ujian profesi advokat yang pernah penulis ikuti, mengenai sudah berapa kali mengikuti ujian advokat. Seorang rekan yang duduk didepan penulis menjawab sudah dua kali ujian sebelumnya. Kemudian  penulis bertanya kepada rekan yang duduk disebelah kiri, lalu dijawab bahwa ini adalah ujian yang keempat yang diikutinya.
Bagi sebagian peserta ujian profesi advokat, soal ujian yang diujikan sangat berat dan sulit untuk dikerjakan, sehingga ada peserta yang telah beberapa kali mengikuti ujian baru bisa lulus. Bagi sebahagian peserta yang lain, tingkat kesulitan soal yang diujikan tidak terlalu sulit, hanya dengan satu kali mengikuti ujian bisa langsung lulus. Memang, selama ini tingkat kelulusan ujian profesi advokat rata-rata hanya tiga puluh persen. Bagi peserta yang belum lulus, sebanyak tujuh puluh persen sisanya, apabila masih bertekad ingin berprofesi sebagai advokat, harus mengikuti ujian pada tahun berikutnya.
Rendahnya tingkat kelulusan ujian profesi advokat, dilihat dari sisi peserta ujian, terdapat  beberapa kemungkinan, pertama, peserta ujian tidak menguasai materi yang diujikan. Kedua, peserta ujian tidak siap secara mental atau kehilangan konsentrasi dalam mengerjakan soal. ketiga, terjadi kesalahan teknis dalam pengerjaan soal, dan keempat, terjadi pelanggaran tata tertib ujian yang mengakibatkan peserta didiskualifikasi oleh panitia ujian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar