Tepat tengah hari,
ketika bis yang saya tumpangi berangkat meninggalkan Jakarta. Siang itu panas
terik sekali. Di sepanjang jalan di pusat kota, saya lihat banyak tentara
berseragam loreng berjaga-jaga. Suasana terasa sepi dan agak mencekam. Hari itu
memang baru beberapa hari setelah peristiwa “Kudatuli”.
Bagi mereka yang mengikuti perkembangan politik di dalam negeri, pastilah
mengetahui cerita Peristiwa Kudatuli ini. Kudatuli merupakan singkatan dari Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli. Peristiwa itu
terjadi pada hari Sabtu, dua puluh tujuh Juli tahun 1996. Karena terjadi pada
hari Sabtu, ada juga yang menyebutnya
peristiwa “Sabtu Kelabu”.
Peristiwa “Kudatuli”
adalah peristiwa pengambilalihan secara paksa kantor DPP
Partai Demokrasi Indonesia
(PDI). Pada saat itu kantor DPP
PDI, yang terletak di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, dikuasai oleh pendukung Megawati.
Penyerbuan dilakukan oleh massa pendukung Soerjadi,
yang menjadi Ketua Umum versi Kongres PDI di
Medan. Peristiwa itu akhirnya membesar menjadi kerusuhan
massa. Kerusuhan yang mengakibatkan pembakaran, penjarahan dan korban jiwa.
Saya berada tidak jauh
dari sana ketika peristiwa itu terjadi. Terdengar suara gemuruh, seperti suara
kerumunan lebah. Sebenarnya saya ingin mendekat untuk melihat apa yang terjadi,
tetapi semua jalan ditutup. Semua kendaraan tidak ada yang boleh mendekat.
Bis yang saya tumpangi
berjalan pelan meninggalkan pusat kota. Makin lama semakin cepat. Dan lebih
cepat lagi ketika telah meninggalkan kota.
Perjalanan panjang itu
telah dimulai. Perjalanan menuju tempat baru yang belum pernah saya kunjungi
sebelumnya. Perjalanan darat dari Jakarta menuju Denpasar, cukup melelahkan
bagi saya. Apalagi perjalanan tidak semulus yang direncanakan. Ada saja
hambatan yang memperlambat kami tiba di tujuan.
Sempat saya tanyakan
kepada ketua tim saya mengenai pilihan perjalanan ini.
“Barang bawaan kita
banyak, Mas!. Kalau kita naik pesawat dari Jakarta, ongkos bagasinya mahal.
Nanti, dari Denpasar ke Dili baru naik pesawat”. Begitu jawabnya.
Dan benar saja. Ketika
telah tiba di ruang Check In Bandara Ngurah Rai, barang-barang bawaan kami
sangat banyak. Terutama peralatan survey pengukuran yang jumlahnya empat set.
Belum lagi barang-barang bawaan pribadi.
Naik pesawat terbang,
adalah pengalaman pertama saya waktu itu. Ada perasaan takut, bangga dan kikuk,
bercampur menjadi satu. Banyak hal baru dan menarik yang saya alami. Tidak tahu
bagaimana cara memasang seat belt, adalah
salah satu yang saya alami sebagai orang yang baru pertama naik pesawat. Penampilan
peragawati cantik yang memperagakan prosedur keselamatan, juga menjadi pertunjukan
yang menarik bagi saya.
Pengalaman pertama dan
menarik itu membuat penerbangan tidak begitu terasa. Tidak sampai ada
kelelahan. Tiba-tiba terdengar suara keluar dari speaker diatas tempat duduk
saya.
“Penumpang yang
terhormat,
Sebentar lagi kita akan
mendarat di Bandara Komoro di Kota Dili”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar