Selasa, 23 Agustus 2016

BERANGKAT

Tepat tengah hari, ketika bis yang saya tumpangi berangkat meninggalkan Jakarta. Siang itu panas terik sekali. Di sepanjang jalan di pusat kota, saya lihat banyak tentara berseragam loreng berjaga-jaga. Suasana terasa sepi dan agak mencekam. Hari itu memang baru beberapa hari setelah peristiwa “Kudatuli”.
Bagi mereka yang mengikuti perkembangan politik di dalam negeri, pastilah mengetahui cerita Peristiwa Kudatuli ini. Kudatuli merupakan singkatan dari Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli. Peristiwa itu terjadi pada hari Sabtu, dua puluh tujuh Juli tahun 1996. Karena terjadi pada hari Sabtu, ada juga yang menyebutnya  peristiwa “Sabtu Kelabu”.
Peristiwa “Kudatuli” adalah peristiwa pengambilalihan secara paksa kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI).  Pada saat itu kantor DPP PDI, yang terletak di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, dikuasai oleh pendukung Megawati. Penyerbuan dilakukan oleh massa pendukung Soerjadi, yang menjadi Ketua Umum versi Kongres PDI di Medan. Peristiwa itu akhirnya membesar menjadi kerusuhan massa. Kerusuhan yang mengakibatkan pembakaran, penjarahan dan korban jiwa.
Saya berada tidak jauh dari sana ketika peristiwa itu terjadi. Terdengar suara gemuruh, seperti suara kerumunan lebah. Sebenarnya saya ingin mendekat untuk melihat apa yang terjadi, tetapi semua jalan ditutup. Semua kendaraan tidak ada yang boleh mendekat.
Bis yang saya tumpangi berjalan pelan meninggalkan pusat kota. Makin lama semakin cepat. Dan lebih cepat lagi ketika telah meninggalkan kota.
Perjalanan panjang itu telah dimulai. Perjalanan menuju tempat baru yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya. Perjalanan darat dari Jakarta menuju Denpasar, cukup melelahkan bagi saya. Apalagi perjalanan tidak semulus yang direncanakan. Ada saja hambatan yang memperlambat kami tiba di tujuan.
Sempat saya tanyakan kepada ketua tim saya mengenai pilihan perjalanan ini.
“Barang bawaan kita banyak, Mas!. Kalau kita naik pesawat dari Jakarta, ongkos bagasinya mahal. Nanti, dari Denpasar ke Dili baru naik pesawat”. Begitu jawabnya.
Dan benar saja. Ketika telah tiba di ruang Check In Bandara Ngurah Rai, barang-barang bawaan kami sangat banyak. Terutama peralatan survey pengukuran yang jumlahnya empat set. Belum lagi barang-barang bawaan pribadi. 
Naik pesawat terbang, adalah pengalaman pertama saya waktu itu. Ada perasaan takut, bangga dan kikuk, bercampur menjadi satu. Banyak hal baru dan menarik yang saya alami. Tidak tahu bagaimana cara memasang seat belt,  adalah salah satu yang saya alami sebagai orang yang baru pertama naik pesawat. Penampilan peragawati cantik yang memperagakan prosedur keselamatan, juga menjadi pertunjukan yang menarik bagi saya.
Pengalaman pertama dan menarik itu membuat penerbangan tidak begitu terasa. Tidak sampai ada kelelahan. Tiba-tiba terdengar suara keluar dari speaker diatas tempat duduk saya.
“Penumpang yang terhormat,

Sebentar lagi kita akan mendarat di Bandara Komoro di Kota Dili”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar