Minggu, 27 November 2016

TEPAT WAKTU

Persoalan ini sebenarnya cukup klasik dan dialami oleh banyak orang. Persoalan tepat waktu menjadi sesuatu yang sulit sekali untuk dilakukan. Karena begitu masifnya persoalan ini sampai-sampai ada istilah “jam karet”, julukan yang biasa ditujukan kepada mereka yang selalu terlambat.
Kita tentu pernah mengalami kejadian menunggu seseorang yang telah berjanji bertemu pada waktu yang telah disepakati, tetapi hingga terlewat lebih berpuluh menit, orang yang ditunggu belum muncul juga. Atau kegiatan rapat yang telah ditentukan waktunya, namun belum juga dimulai karena masih menunggu pimpinan yang belum datang.
Tidakkah terpikir oleh orang yang sering terlambat itu, apalagi yang tidak menepati janji itu, bahwa dirinya sedang ditunggu dengan gelisah oleh seseorang. Berapa banyak kegiatan yang dibatalkannya ketika dia berjanji dengan anda. Berapa banyak waktu yang dibuangnya hanya untuk menunggu anda. Berapa banyak kegiatan yang mentinya dapat dilakukannya jika tidak harus menunggu anda?.
Ada yang mengatakan bahwa persoalan tepat waktu ini adalah persoalan budaya. Budaya kita memang sering terlambat. Saya tidak setuju dengan pendapat ini. Budaya adalah hasil kreasi manusia, yang dapat berubah dan berganti sesuai dengan tuntutan perkembangan manusia itu sendiri. Jika kita menginginkan persoalan tepat waktu ini menjadi budaya kita, maka mau tidak mau kita harus menciptakan kebiasaan itu secara terus-menerus. Sesuatu yang dilakukan secara terus-menerus dan konsisten dalam waktu yang lama, maka hal itu akan berubah menjadi budaya.
Tidak sedikit panduan moral dan dalil-dalil agama yang dapat digunakan untuk membimbing kita menjadi orang yang tepat waktu. Demikian pula, tidak diperlukan kecerdasan yang terlalu tinggi untuk memberi argumentasi logis terhadap pentingnya tepat waktu ini.
Cukup banyak dalil-dalil agama yang diajarkan kepada kita tentang hal ini. Kewajiban shalat lima waktu dengan mesti mengikuti waktu-waktu yang telah ditentukan, dapat kita jadikan acuan pentingnya kita tepat waktu. Kita tidak akan melaksanakan shalat magrib sebelum betul-betul telah masuk waktu magrib. Demikian pula untuk shalat-shalat lainnya.
Penentuan waktu yang lebih ketat lagi, dapat kita pelajari dari pelaksanaan puasa. Ketika sahur, kita tidak berani makan sahur melewati waktu imsak meskipun hanya semenit saja. Demikian pula ketika berbuka puasa. Meskipun makanan telah terhidang dihadapan kita, kita tidak akan berani berbuka puasa sebelum azan magrib pertanda masuknya waktu berbuka, berkumandang.
Ketika sedang berpuasa, kita sangat ketat dalam persoalan waktu ini. Tidak berani lebih cepat atau terlambat sedikitpun. Selalu tepat waktu.
Tetapi mengapa dalam kehidupan sehari-hari, sikap kita tidak mencerminkan perilaku yang demikian. Kita lebih sering terlambat. Apa yang salah dengan kita, atau apa yang salah dengan cara pendidikan kita?. Barangkali kita terlalu formalistis dalam soal ibadah, sehingga tidak memahami dan memaknai dengan sungguh-sungguh apa sebenarnya pelajaran yang mesti kita ambil.
Bila disekitar kita dipenuhi oleh orang-orang yang tidak tepat waktu, maka menjadi orang yang tepat waktu akan memberikan keunggulan yang luar biasa kepada kita.
Tepat waktu adalah hadiah istimewa dalam setiap pertemuan, meskipun tak ada yang menganggapnya sebagai hadiah….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar