Selasa, 20 Desember 2016

SEMUA INDAH PADA WAKTUNYA

Beberapa hari lalu, sambil makan siang, saya dan dua orang rekan berbincang-bincang tentang kenangan ketika muda dulu. Masing-masing menceritakan tentang masa-masa sulit ketika menjalani awal-awal perkawinan.
Seorang rekan menceritakan bagaimana dia dipusingkan oleh keadaan dirinya, keadaan ekonomi yang masih belum sanggup untuk mecukupi kebutuhan dasar dalam keluarga. Ketika itu, istrinya tengah hamil tua dan segera memasuki masa melahiran. Masalahnya adalah dia tidak punya cukup uang untuk membiayai proses persalinan istrinya.
Ketika hari melahirkan itu tiba, perasaan bingung semakin memuncak. Apalagi, Bidan yang membantu persalinan menyatakan bahwa istrinya perlu perawatan khusus karena ada sesuatu hal dengan kesehatannya. Hal itu membuatnya semakin risau dan tertekan. Dicobanya menemui beberapa temannya yang keadaan ekonominya lebih baik, untuk memohon pinjaman uang. Namun semua teman yang ditemuinya tidak berpihak kepadanya.
Akhirnya kuasa Tuhan pulalah yang berlaku. Tak disangka tak diduga sebelumnya, datanglah seorang teman yang tidak perkirakan akan membantunya. Dibantunya perawatan istrinya hingga sembuh, tanpa pinjaman tanpa pengembalian…
Seorang rekan satunya juga menceritakan kisah pilunya. Ketika itu, dia masih menjalani kehidupan berumah tangga ditahun pertama. Tak ada cukup uang ditangannya untuk sekedar membayar sewa kamar kos selama satu bulan, apatah lagi untuk mengontrak rumah. Uang ditangannya hanya cukup untuk makan seadanya.
Kehidupannya akhirnya menumpang dirumah teman. Bila merasa sudah tak nyaman, maka berpindah menumpang ditempat teman satunya. Begitulah seterusnya. Hingga pada suatu hari, ketika teman yang ditumpanginya pulang kerja dan didapatinya dia sedang mandi, terdengar olehnya teman itu mengomel tentang dirinya. “Puas-puaskan mandinya, memangnya air itu tidak bayar?”, begitu didengarnya dari kamar mandi.
Dia merasa tidak enak sendiri. Dia merasa temannya tidak sungguh-sungguh ikhlas membantunya. Akhirnya dia pamit, keluar dari rumah itu tanpa tahu akan kemana lagi hendak menumpang tidur malam nanti. Akhirnya, kuasa Tuhan jugalah yang berlaku.
Ditengah kebingungan itu, datanglah seorang teman yang tidak sangka-sangka akan menolong. Diajaknya dia untuk tinggal dirumahnya, selama yang dia inginkan.
Hanya saya saja, yang tidak menceritakan keadaan sulit ketika awal-awal perkawinan dulu. Saya hanya sedikit bingung untuk memilih cerita mana yang hendak disampaikan, karena cerita sulit itu banyak sekali. Sehingga saya merasa tak perlu memilih salah satu diantaranya. Masa-masa sulit itu sudah banyak saya ceritakan, sudah banyak saya tuliskan.
Namun ada satu hal penting yang mereka sepakati, semua cerita itu tak lagi menjadi cerita sedih. Cerita memilukan itu kini menjadi indah bila dikenang. Cerita pilu itu hanya pilu ketika terjadi, namun kini cerita itu indah belaka. Cerita sedih masa lalu melahirkan rasa syukur yang besar atas nikmat yang dirasakan kini.
Kehidupan yang sulit melahirkan sikap kerja keras. Merasakan diabaikan akan melahirkan penghormatan. Keadaan berkekurangan melahirkan empati.
Jika hidupmu kini masih sulit, jalani dan syukuri saja. Semua akan indah pada waktunya…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar