Jumat, 09 Desember 2016

DESAKU, DESA BARU 2

Menyambung posting saya kemarin. 
Banyak yang bertanya kepada saya, “Sampean ini kelahiran Pasaman kok namanya dan ngomongnya “njawani”. Medok jawa sekali?”. Mendapat pertanyaan seperti itu, biasanya saya menjawab, “Saya putra Jawa yang dilahirkan di Desa Baru, Pasaman”.
Desa Baru, nama lengkapnya adalah Kenagarian Desa Baru. Dulu, ketika masih jaman orde baru, kenagarian ini terdiri dari tiga desa, Sukorejo, Sidomulyo dan Mulyorejo. Namun, sejak tahun 2001, sistem Pemerintahan Desa itu kemudian berubah kembali menjadi Nagari. Desa Baru juga turut berubah kembali menjadi Nagari, yang terdiri dari empat Jorong, yaitu Sukorejo, Sidomulyo, Mulyorejo dan Karangrejo.
Nama-nama itu adalah nama Jawa semua, nama khas desa-desa di Jawa. Wajar saja, karena sebagian besar penduduk nagari ini adalah orang Jawa. Sebagian kecil sisanya, terdiri dari suku Mandailing dan Melayu. Penduduk Desa Baru yang multietnis ini membuat kami mampu menguasai tiga bahasa daerah sekaligus, Jawa, Mandailing dan Bahasa Melayu yang hampir mirip bahasa Minang.
Para sesepuh Desa Baru yang masih hidup hingga sekarang, jumlahnya tidak banyak, adalah generasi kedua masyarakat Jawa yang bermigrasi kesana. Generasi pertama sudah habis, sudah meninggal semua. Bapak saya termasuk diantaranya yang masih hidup dari generasi kedua ini.
Kedatangan mereka dari Pulau Jawa terdiri dari dua tahap. Tahap pertama pada tahun 1938. Tahun itu masih masa penjajahan kolonial Belanda. Itulah sebabnya namanya masih kolonisasi. Pengiriman masyarakat Jawa itu berawal dari adanya program kolonisasi oleh Pemerintah Belanda. Masyarakat yang dikirim itu berasal dari Jawa Timur.
Program itu bertujuan untuk memperluas wilayah kolonial dan mengurangi perlawanan terhadap pemerintah Belanda di Pulau Jawa. Nah, Mbah saya, orang tua dari Bapak saya adalah salah satu dari kelompok masyarakat Jawa yang dikirim oleh Belanda itu.
Dari Jawa, mereka diangkut dengan kapal laut dan diturunkan di pelabuhan Air Bangis, berjarak sekitar empat puluh kilo dari Desa Baru. Wilayah Desa Baru ketika itu masih berupa hutan belantara. Mereka sendirilah yang harus bekerja membuka hutan untuk dijadikan pemukiman dan lahan pertanian.
Tahap kedua kedatangan masyarakat dari Pulau Jawa terjadi tahun 1956. Pada kedatangan yang kedua ini, Negara kita sudah merdeka. Kedatangan mereka diprogramkan oleh pemerintah Indonesia yang dinamakan Transmigrasi. Pemindahan ini bertujuan untuk mengurangi kepadatan penduduk di Jawa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ketika itu dalam kondisi darurat pangan.
Pada kedatangan tahap kedua ini, kebanyakan berasal dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Mbah saya, orang tua dari Ibu, adalah salah satu diantara yang ikut program transmigrasi ini. Mereka inilah yang sekarang menjadi penduduk Jorong Sidomulyo dan Mulyorejo, yang berada dibagian timur Nagari Desa Baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar