Kamis, 01 Desember 2016

MENGAJARKAN KEJUJURAN

Beberapa tahun terakhir ini, pendidikan anti korupsi semakin digalakkan. Tidak hanya ditingkat perguruan tinggi saja, bahkan dimulai sejak anak-anak Sekolah Dasar, materi anti korupsi sudah diajarkan.
Langkah ini tentu perlu kita dukung bersama. Agar korupsi yang sudah merajalela disetiap aspek kehidupan bernegara ini tidak akan semakin parah. Agar korupsi yang seolah-olah telah menjadi bagian dari kehidupan kita ini, dapat sedikit demi sedikit berkurang.
Rasanya tak perlu lagi diungkapkan dampak buruk dari korupsi. Korupsi tidak hanya merusak sistem pemerintahan, ekonomi, politik, hukum, bahkan merusak sistem tatanan sosial kemasyarakatan kita.
Nilai dasar yang diajarkan untuk memerangi korupsi adalah menanamkan kejujuran kepada anak-anak itu. Banyak program yang dicoba dibuat untuk melatih kejujuran kepada anak-anak sekolah. Misalnya, kantin kejujuran.
Kantin kejujuran dioperasikan tanpa ada penjaganya, semua mengandalkan kejujuran masing-masing siswa yang membeli makanan di kantin itu. Mereka mengambil sendiri, membayar sendiri, sampai dengan mengambil uang kembalian, dilakukan sendiri.
Namun kini, tak ada berita tentang nasib kantin-kantin itu.
Satu hal yang menjadi kegelisahan saya adalah soal mengajarkan kejujuran kepada anak-anak. Bukankan anak-anak itu terlahir dalam keadaan suci, bersih dan tak ada sesuatu yang buruk dalam hati dan fikirannya. Tak ada anak yang terlahir untuk menjadi penjahat, tak ada anak yang terlahir menjadi penipu.
Bukankan anak-anak itu pada dasarnya sudah jujur dan apa adanya. Justru orang tua dan lingkunganlah yang membuatnya menjadi tidak jujur lagi, membuatnya kehilangan kejujuran yang dibawanya sejak lahir.
Coba ingat-ingat, seberapa sering kita mengajari anak berbohong. Memarahi anak ketika mereka mengatakan bahwa dia baru saja memecahkan gelas. Sebagian besar kita akan memarahinya. Sadarkah kita bahwa ketika itu, dalam memori anak akan tersimpan “mengatakan yang sebenarnya akan beresiko dimarahi”.
Atau ketika kita kedatangan tamu yang tidak diinginkan, kita akan mengatakan kepada anak, “Kalau orang itu mencari Bapak, katakan Bapak tidak dirumah, ya…”. Sadarkah kita bahwa perbuatan itu akan terekam dalam memori anak dan sedikit demi sedikit akan mereduksi nilai kejujuran yang secara alami tertanam dalam dirinya.
Jadi sebenarnya, siapakah yang seharusnya memperoleh pendidikan tentang kejujuran itu?, anak-anak atau orang tua?.
Yang perlu kita lakukan adalah pertama, selalu berbuat jujur. Apalagi ketika hal itu dilihat atau didengar oleh anak-anak. Anak-anak itu akan belajar dengan meniru apa yang kita lakukan. Kata-kata perintah untuk berlaku jujur tidak akan ada artinya jika setiap hari yang dilihat dan didengarnya penuh dengan ketidakjujuran dan kebohongan.
Kedua, berilah reward kepada anak yang telah menunjukkan perilaku jujur. Memberikan penghargaan lebih baik daripada menghukumnya. Tunjukkan reaksi positif kepada anak yang telah berlaku jujur. Hindari reaksi negatif walau hanya dengan menertawakannya.
Mari kita jaga dan rawat kejujuran anak-anak kita….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar