Kamis, 01 Desember 2016

MENYALAHKAN ORANG LAIN

Hari ini, saya punya rencana untuk mengurusi tindak lanjut pembukaan rekening di salah satu bank. Saya berangkat lebih awal dari rumah, agar bisa langsung ke kantor setelah urusan di bank selesai.
Yang saya ketahui sebelumnya, pelayanan bank mulai buka mulai jam setengah delapan pagi. Jadi saya datang lebih awal agar dapat urutan pertama. Ternyata setelah sampai di bank, saya diberi tahu oleh Satpam kalau pelayanan baru buka jam delapan. Terpaksa saya menunggu hampir setengah jam di depan pintu.
Tepat jam delapan, saya langsung masuk dan mengambil nomor antrian pertama. Tak lama kemudian saya dipanggil untuk menemui bagian customer service. Saya sampaikan maksud kedatangan saya. Petugas customer service menjawab bahwa pelayanan yang saya maksudkan tidak bisa dilayani di kantor cabang tetapi di kantor unit. Dia meminta saya untuk langsung mendatangi kantor unit yang dimaksud.
Saya agak kecewa dengan jawaban itu. Kecewa karena sudah menunggu setengah jam, tetapi hanya memperoleh jawaban seperti itu. Rasanya sia-sia saja saya menunggu.
Bagi sebagian orang, hal seperti itu mungkin sudah menjadi alasan yang cukup untuk memarahi petugas bank. Marah karena petugas bank tidak memberikan informasi yang lengkap kepada nasabahnya.
Meskipun agak kecewa, tetapi saya tidak serta merta menyalahkan mereka. Saya tidak ingin memposisikan diri saya sebagai korban. Saya menganggap diri saya mestinya banyak tahu tentang informasi itu.
Jika saya memposisikan diri sebagai korban maka seolah-olah saya tidak punya pilihan. Padahal pilihan banyak sekali. Hanya saja saya tidak mengambilnya karena tidak mau menanggung resikonya. Memposisikan diri sebagai korban juga akan cenderung menyalahkan orang lain. Tidak mau mengoreksi atau menyalahkan diri sendiri. Pokoknya orang lain selalu salah.
Sebenarnya, soal lamanya waktu saya menunggu jam pelayanan bank tadi, hal itu tidak perlu terjadi. Tentu saja, seandainya saya punya informasi yang lengkap tentang jam operasional bank. Kalaupun saya belum memiliki informasi yang lengkap, mestinya saya bisa bertanya terlebih dahulu, melalui telepon misalnya. Atau bisa juga, jika saya tidak mau menunggu, saya bisa melakukan kegiatan lain sebagai pilihan.
Demikian pula soal informasi yang tidak lengkap mengenai pelayanan di kantor cabang atau di kantor unit. Sebenarnya saya bisa menanyakan informasi itu jauh sebelumnya, pada saat mengisi formulir pembukaan rekening. Tetapi hal itu tidak saya lakukan. Saya merasa cukup dengan informasi yang saya terima saja tanpa berfikir tentang hal-hal yang mungkin terjadi.
Begitulah, sebagian besar dari kita memang lebih senang memposisikan diri sebagai korban. Seorang Korban akan selalu merasa dirinya terzalimi. Orang-orang yang merasa terzalimi akan mudah menuduh dan menyalahkan orang lain, tanpa merasa perlu sedikitpun bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar