Kamis, 12 Januari 2017

DUA PENGALAMAN

Saya merasakan dua pengalaman yang sama-sama mengesankan. Keduanya tentang bapak-bapak tua.
Siang tadi, saat istirahat saya makan di suatu rumah makan yang sederhana. Usai makan saya berencana kembali ke kantor. Saat keluar dari rumah makan itu saya melihat seorang bapak tua duduk seorang diri. Saya lihat dia baru saja duduk di tangga bangunan Ruko di sebelah rumah makan itu. Ada dua ruko yang berderet disebelahnya, keduanya masih kosong.
Dengan pakaian lusuh yang melekat dibadannya, dia duduk beristirahat sejenak. Tak ada tanda-tanda bahwa dia ingin makan di rumah makan itu. Napasnya terlihat agak tersengal karena baru saja berjalan sambil menuntun sepedanya. Sepeda itu disandarkan begitu saja di tangga. Terlihat ada tiga kantung plastik tergantung di setangnya. Sepedanya bukan sepeda yang bagus. Sebagian besinya terlihat sudah berkarat.
Wajahnya menggambarkan usianya yang telah senja, keriputnya terlihat jelas. Dia tampak keletihan, tetapi senyumnya tampak begitu cerah tatkala saya mengawali senyum kepadanya.
Ketika saya hendak menyalakan sepeda motor, tergerak hati untuk bertanya kepadanya.
“Bapak sudah makan?”
“Belum, Nak. Belum”. Jawabnya dengan senyum yang cerah.
Jawaban itu membuat hati saya trenyuh. Spontan saja saya teringat bapak saya sendiri yang berada jauh disana. Lalu saya ulurkan uang yang cukup untuk makan di rumah makan itu.
“Ini untuk beli makan disini ya, Pak”.
“Terima kasih, Nak. Hati-hati di jalan”, jawabnya masih dengan senyum yang sama dengan sebelumnya.
Lalu saya pergi meninggalkannya dengan perasaan bahagia dan penuh rasa syukur dalam hati.
***
Pengalaman kedua, terjadi beberapa waktu lalu. Ketika itu saya dan istri sedang berada di toko untuk membeli sapu dan keranjang sampah. Usai berbelanja, saya melihat seorang bapak tua sedang berjalan didepan toko itu. Tangannya membawa bungkusan plastik.
Langkahnya terhenti tiba-tiba. Lalu badannya membungkuk, tangan kirinya memungut sandal jepit dari kaki kanannya. Dilihatnya baik-baik sandal itu, dari wajahnya terlihat kekecewaan. Ternyata tali sandal jepitnya putus. Memang, sandal itu sudah terlihat usang. Barangkali karena sudah lama atau karena dipakai berjalan jauh. Dibagian tumitnya sudah terlihat cekung karena sudah sering dipakai.
Bapak itu lalu berjalan masuk ke toko dengan memegang sebelah sandalnya. Saya berpikir dia akan membeli sandal baru. Toh, sandal jepit harganya tidak terlalu mahal, begitu pikir saya. Ternyata dugaan saya keliru. Dia tidak membeli sandal baru. Setelah tahu apa yang dibelinya itu, hati saya serasa teriris sembilu, napas saya sesak sesaat.
Yang dibelinya adalah peniti. Peniti itu akan dipakainya untuk menyambung sandal yang putus tadi. disambung sementara agar bisa dipakai lagi.
Saya perhatikan terus apa yang akan dilakukan Bapak itu. Ditusuknya tali sandal itu dengan peniti, lalu dikancingkannya. Setelah selesai lalu dicoba dipakainya. Dicobanya berjalan beberapa langkah, tiba-tiba dia terkejut dan mengangkat kakinya. Ada sesuatu yang menusuk kulit telapak kakinya. Ternyata kepala peniti itu terlepas dan menusuk kulit. Dipungutnya kembali sandal itu untuk dicoba diperbaikinya sekali lagi.
Saya tak tahan lagi melihatnya. Rasa iba memenuhi perasaan. Saya coba menawarkan untuk membelikan sandal jepit baru.
“Pak, mau saya belikan yang baru?”.
“Iya, Nak. Terima kasih kalau dibelikan”, jawabnya dengan senyum ramah.
Lalu saya minta pemilik toko untuk mengambilkan sandal yang ukurannya cocok dengan kakinya. Setelah dicoba dan cocok, bapak itu mengucapkan terimakasih sekali lagi, lalu berjalan pergi dengan sandal barunya.
Kokoh pemilik toko lalu bertanya, “Bapak tadi itu temannya ya?”.
“Bukan”, jawab saya singkat.
“Kenal sama orang itu?”, tanyanya lagi.
“Tidak kenal”.
***
Begitulah, bagi kita harga sandal jepit itu tidak seberapa. Kita bisa membelinya berapapun yang kita mau. Tetapi bagi beberapa orang lain, harga itu dirasa mahal sekali. Bahkan tak terbeli. Uangnya hanya bisa untuk membeli peniti, untuk menyambung sandal yang telah putus.
Pengalaman itu menyadarkan saya untuk selalu bersyukur atas apa yang telah dikaruniakan Tuhan selama ini…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar