Senin, 09 Januari 2017

TERMINAL BANDAR

Brunei seri 6
Hari-hari kerja kulalui biasa-biasa saja. Tak ada kesulitan berarti yang kutemui dalam pekerjaanku selama ini. Semua tugas-tugas aku kerjakan dengan sebaik-baiknya dan yang paling penting dengan sejujur-jujurnya.
Diakhir bulan, aku berkesempatan mengisi liburan ke Bandar Seri Begawan, ibukota Negara Brunei Darussalam. Orang-orang disana menyebutnya “Bandar” saja. Untuk menuju kesana hanya ada satu angkutan umum, yaitu Bus kota. Mirip dengan Bus Trans Jakarta atau Trans Jogja. Dari kampong Lambak, tempatku tinggal sampai ke Bandar, hanya butuh waktu dua puluh lima menit.
Salah satu yang unik adalah, tidak ada warga Brunei yang menggunakan sarana transportasi umum ini. Sarana ini memang disediakan untuk warga asing yang bekerja disana. Warga asli Brunei tak perlu repot-repot naik angkutan umum, karena mereka semua memiliki mobil pribadi. Dan mobil mereka bagus-bagus. Jarang terlihat mobil jelek digunakan dijalan-jalan kota.
Sepanjang perjalanan tidak terasa membosankan. Barangkali karena busnya yang full AC dan pengemudinya yang santai, tidak dikejar setoran. Setiap pemberangkatan Bus itu sudah dijadwalkan waktunya, jadi tidak perlu terburu-buru dan tak perlu berdesak-desakan.
Ketika kondektur bus menarik ongkos, aku mengulurkan uang satu Dollar Brunei dari kantungku. Memang, tarif bus disana hanya sebesar itu untuk semua tujuan, jauh dekat sama saja. Kondektur tak perlu lagi bertanya dimana penumpang akan turun, semua ongkosnya sama.
Orang Brunei menyebut mata uang mereka sehari-hari dengan sebutan Ringgit, dalam bahasa Melayu. Tetapi dalam bahasa Inggris, bahasa kedua mereka, atau dalam kegiatan yang formal, mereka menyebutnya dengan Dollar Brunei. Nilai mata uang ini sama dengan nilai tukar mata uang Dollar Singapura.
Tak ada macet. Kata macet tidak dikenal disana. Tak ada hambatan sepanjang jalan. Meskipun semua jalan halus dan lebar, namun tak banyak kendaraan yang lalu lalang. Bahkan cenderung lengang, karena memang jumlah penduduknya tidak banyak.
Perjalananku hampir sampai. Jalananpun masih lengang, meskipun telah memasuki pusat kota. Tak ada gedung-gedung yang tinggi menjulang. Gedung-gedung bertingkat hanya sampai beberapa lantai saja.
Sampailah aku di Terminal Bus atau Stesen Bas Bandar Seri Begawan. Terminal itu terletak di Jalan Cator, di pusat kota. Berada dibagian bawah gedung bertingkat. Ketika turun dari bus, aku mencoba berkeliling di sekitar kompleks terminal itu, sekedar untuk mengenali suasananya.
Satu hal yang kurasakan ketika itu, aku merasa tidak sedang berada diluar negeri. Aku tidak merasa berada di negeri orang, semuanya begitu nyaman. Aku seolah-olah berada di sebuah terminal dikota kecil di Jawa. Barangkali karena suara-suara yang terdengar ditelingaku adalah bahasa yang tidak asing bagiku, bahasa Jawa. Bagaimana tidak, para sopir bus itu sebagian besar adalah orang jawa, demikian pula kondekturnya. Yang lebih mengesankan lagi adalah sebagian besar penumpangnya adalah orang Jawa juga.
Diantara mereka yang bergerombol cangkru’an di tempat-tempat duduk disamping terminal itupun banyak orang dari Jawa. Hanya sebagian dari mereka yang berasal dari India dan Bangladesh yang terlihat dari raut wajah mereka.
Bosan dengan lingkungan terminal yang bising dan panas itu, aku berjalan keluar, kearah pusat perbelanjaan. Bukan untuk belanja, tetapi melihat-lihat ke Toko Buku “Paul & Elizabeth Educational Books”…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar