Minggu, 28 April 2019

PENGALAMAN PERTAMA MENCOBLOS

Masa-masa Pemilu ini mengingatkan kembali saat saya pertama kali mengikuti Pemilu. saya dan orang-orang yang seumuran dengan saya, pertama kali bisa mengikuti Pemilu pada tahun 1992. Pemilu 2019 ini adalah Pemilu yang ke tujuh yang pernah saya ikuti.
Pemilu tahun 1992 itu berlangsung hampir bersamaan dengan kelulusan saya dari SMA. Sebagai pemilih pemula, sangat wajar bila saya sangat antusias dengan pesta demokrasi yang berlangsung sekali dalam lima tahun itu.
Tidak seperti sekarang yang akses informasi dan komunikasi begitu mudah dan cepat, dulu berita-berita tentang pelaksanaan Pemilu hanya melalui televisi dan radio. Apalagi di tempat tinggal saya yang sangat jauh terpencil dan belum seluruhnya dialiri listrik. Listrik yang sudah ada, hanya menyala pada malam hari saja, sejak jam enam sore sampai jam enam pagi. Siaran Televisi ketika itu hanya ada satu saja, yaitu TVRI, itu pun gambarnya masih hitam putih. Begitu pula dengan radio, hanya bisa menerima siaran RRI saja.
Meskipun begitu, melihat pelaksanaan pemilu bukan sesuatu yang asing dan baru bagi saya. Karena dalam beberapa kali pelaksanaan Pemilu sebelumnya, Tempat Pemungutan Suara (TPS) selalu ditempatkan di rumah saya. Terkadang di teras, lain waktu di dalam rumah. Bapak saya termasuk orang yang aktif dan sangat mendukung kegiatan-kegiatan pemerintah semacam itu. Sehingga selalu mengijinkan dengan senang hati menyediakan rumahnya dijadikan untuk TPS. Alasan lain, barangkali karena memang ruang teras agak luas dan ada ruangan di dalam rumah yang terbuka tanpa sekat-sekat sehingga memudahkan untuk dijadikan tempat pemungutan suara.
Suasana saat pemilihan tidak bisa dibandingkan dengan sekarang atau setelah reformasi 1998 yang semua orang bebas mengemukakan pendapat dan berserikat. Saat itu adalah masa kuat-kuatnya pemerintahan Orde Baru yang cenderung otoriter. Tidak banyak orang yang berani bicara soal politik apalagi sampai mengkritik pemerintah. Begitu pula saat pemilihan di TPS, orang-orang yang memilih terlihat hanya sekedar formalitas saja. Apalagi orang-orang desa yang hampir semuanya petani, mereka tidak mau mencari masalah. Toh, hasil akhirnya nanti sudah tahu siapa yang akan menang.
Pemilihan umum dahulu tidak serumit sekarang. Dulu hanya ada tiga partai saja, PPP, Golkar dan PDI saja. Masing-masing partai memiliki warna khas yang menjadi penanda dan identitas partai yang memudahkan kita untuk memilih. Warna hijau untuk PPP, warna kuning untuk Golkar dan merah untuk PDI.
Kita hanya perlu memilih wakil kita untuk anggota Legislatif saja, tidak ada DPD dan Pilpres seperti sekarang. Anggota Legislatif yang dipilih adalah untuk DPRD Tingkat Kabupaten, DPRD Tingkat Provoinsi dan DPRRI. Cara pemilihannya sangat sederhana, kita hanya perlu mencoblos salah satu tanda gambar partai saja untuk masing-masing anggota legislatif tadi. Tidak perlu coblos nama calon anggota legislatif, karena tidak ada nama-nama caleg dari masing-masing partai tadi.
Saat nama saya dipanggil oleh petugas untuk masuk ke bilik suara, saya sudah siap dengan pilihan partai mana yang akan saya coblos nanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar