Rabu, 03 Agustus 2016

ALLAAHUMMAGHFIRLAHA …..



Salah satu momen yang paling mengharukan bagi kami saat pulang kampung kemaren adalah ketika kami ziarah ke makam Ibu. Setiap pulang ke kampung halaman, tak lupa kami selalu berziarah. Agar tetap terjalin silarurahim antara kami, meskipun Ibu sudah berada dialam lain. Juga untuk mendoakan Ibu, sebagai wujud pengabdian kami, anak-anak yang telah dilahirkan dan dibesarkannya.
Sehari sebelum acara akad nikah adik kami, kami tujuh bersaudara ziarah bersama. Sebelum berangkat, Bapak berpesan kepada saya agar semua keluarga yang telah meninggal dunia didoakan, tidak hanya Almarhumah Ibu saja. Saya mengiyakan permintaan Bapak itu.
Saya tidak tahu, kenapa pesan Bapak itu disampaikan kepada saya. Padahal ada suadara kami yang tertua. Tapi saya pikir, sudahlah. Barangkali karena saya anak laki-laki yang dirantau, tidak setiap saat bisa ziarah ke makam Ibu.
Kami berangkat berjalan kaki bersama-sama, karena memang jarak dari rumah ke pemakaman tidak terlalu jauh. Tiba dimakam, kami memulai ritual dengan membersihkan makam dari daun-daun kering yang jatuh menutupi tanah dan beberapa rumput yang mengering. Lalu kami menaburkan bunga diatas pusara Ibu, berurutan mulai dari saudara tertua. Hati kami mulai hanyut, larut dalam kenangan beberapa tahun lalu ketika Ibu terbaring sakit dan akhirnya tak tertolong lagi.
Tabur bunga usai, saya mulai memimpin doa. Diawali dengan membaca Surah Al-fatihah, Al-ikhlas, Al-falaq dan Surah An-nas. Sepanjang bacaan itu kami lantunkan, rasa haru dalam hati semakin tak tertahankan. Air mata kami tercurah, tumpah tak terbendung. Kami merasa terlalu cepat Ibu meninggalkan kami.
Saya teguhkan hati, sekuat-kuatnya. Saya sadari, saya harus melanjutkan memimpin doa. Kami panjatkan doa bersama.
“Allaahummaghfirlaha, Warhamha, Wa'aafihii Wa'fu Anha Wa Akrim Nuzu Laha…”
“Wahai Allah, ampunilah Ibu kami, rahmatilah, bebaskanlah dan lepaskanlah dia, dan muliakanlah tempat tinggalnya…..”
Hingga doa usai, saudara kami yang bungsu tak mampu menahan emosinya. Tangisnya pecah. Air mata tak mampu dibendungnya. Kami coba kuatkan hatinya. Membimbingnya berjalan meninggalkan makam, dengan terus mengirimkan doa agar Ibu bahagia dialam sana.
Kami berjalan pulang dalam suasana senyap. Tak ada kata-kata yang terucap diantara kami. Masing-masing hanyut dengan perasaannya. Hanya doa yang terucap dari mulut kami…
Allaahummaghfirlaha…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar