Pada suatu hari terjadi percakapan antara seorang ibu dan
Petugas informasi di kantor Pengadilan Agama.
“Assalamu’alaikum, Pak.” Si Ibu memberi salam.
“Wa’alaikumsalam”. Jawab Petugas.
“Saya mau Tanya masalah cerai, Pak”. Si Ibu menyampaikan
maksudnya.
“Iya Bu, Silahkan”. Petugas menjawab dengan sopan.
“Begini Pak, kalau melleh
sorat berapa biayanya?” Si Ibu kembali bertanya.
“Maaf Ibu. Kalau Ibu mau melleh
sorat, Kami tidak punya. Kami tidak jualan disini”. Jawab Petugas dengan
wajah mulai kurang bersahabat.
“Anu Pak, maksud saya kalau mau cerai itu biayanya
berapa?” Si Ibu menerangkan maksudnya
tanpa rasa bersalah.
“Begini Buk ya. Kalau Ibu mau cerai bukan melleh
sorat, tetapi mengurus.” Petugas member penjelasan.
“Iya Pak, maaf. Saya tidak tahu.” Jawab Si Ibu singkat.
“Ingat Bu, ya. Bukan melleh,
tapi me-ngu-rus”. Tegas Petugas
itu seraya menjelaskan bagaimana prosedur mengajukan gugatan cerai.
“Melleh Sorat” dalam bahasa Madura berarti “membeli
surat”. Sebagai suatu istilah, kata “Melleh Sorat” digunakan untuk menunjukkan
suatu kegiatan mengurus perceraian di pengadilan. Diakhir proses mengurus itu,
diperolah surat tanda bukti perceraian yang disebut “akta cerai”.
Si Ibu yang mengatakan kata tersebut, tentu saja tidak merasa
bersalah, karena memang istilah “Melleh Sorat”
secara jamak digunakan oleh
masyarakat dalam arti mengurus surat cerai, bukan membeli surat.
Sementara si Petugas, memahami kata “Melleh
Sorat” dalam arti hafiahnya. Sehingga pemahaman Petugas tidak sama dengan
maksud Si Ibu yang mengucapkannya.
Boleh jadi, Petugas itu bukan orang Madura, tidak tahu bahasa
Madura.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar