Opini
Harian Radar Jember, 3 Februari 2016.
Beberapa waktu lalu, sengketa antara
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Jember dan Panitia Pengawas Pemilihan
(Panwaslih) Kabupaten Jember, sempat menjadi topik perhatian masyarakat di
kabupaten Jember. Bahkan sengketa berlanjut hingga diajukan kepada Komisi
Informasi (KI) Jawa Timur di Sidoarjo (Radar
Jember, 28 Oktober 2015). Sengketa tersebut bermula dari permintaan Panwaslih Kabupaten Jember kepada Komisi
Pemilihan Umum Kabupaten Jember berkaitan dengan dokumen kontrak Alat Peraga
Kampanye. Permohonan tersebut tidak dapat dikabulkan oleh KPU Jember, akhirnya
salah satu komisioner Panwaslih Kabupaten Jember mengadukan sengketa tersebut
kepada Komisi Informasi (KI) Jawa Timur tanggal 6 Oktober 2015 (Radar Jember,14 Oktober 2015).
Sengketa
antara KPU Kabupaten Jember dan Panwaslih Kabupaten Jember tersebut termasuk
dalam ranah Sengketa Informasi Publik. Belum banyak masyarakat yang memahami
apa dan bagaimana sengketa informasi publik. demikian pula bagaimana cara
penyelesaiannya. Sengketa Informasi Publik merupakan sengketa yang terjadi
antara badan publik dan pengguna informasi publik yang berkaitan dengan hak
memperoleh dan menggunakan informasi berdasarkan perundang-undangan. Penyelesaian
Sengketa Informasi Publik telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang
Keterbukaan Informasi Publik.
Lahirnya
undang-undang Keterbukaan Informasi Publik didasarkan pada pertimbangan bahwa hak
untuk memperoleh Informasi merupakan hak asasi manusia sebagai salah satu wujud
dari kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis. Salah satu elemen
penting dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang terbuka adalah hak publik untuk
memperoleh Informasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hak atas
Informasi menjadi sangat penting karena makin terbuka penyelenggaraan negara
untuk diawasi publik, penyelenggaraan negara tersebut makin dapat
dipertanggungjawabkan. Hak setiap Orang untuk memperoleh Informasi juga relevan
untuk meningkatkan kualitas pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan publik. Partisipasi atau pelibatan masyarakat tidak banyak berarti
tanpa jaminan keterbukaan Informasi Publik.
Keberadaan
Undang-undang tentang Keterbukaan Informasi Publik ini sangat penting sebagai
landasan hukum yang berkaitan dengan hak setiap Orang untuk memperoleh
Informasi; kewajiban Badan Publik menyediakan dan melayani permintaan Informasi
secara cepat, tepat waktu, biaya ringan/proporsional, dan cara sederhana; pengecualian bersifat ketat dan terbatas; serta
kewajiban badan publik untuk membenahi sistem dokumentasi dan pelayanan
Informasi.
Setiap
Badan Publik mempunyai kewajiban untuk membuka akses atas Informasi Publik yang
berkaitan dengan Badan Publik tersebut untuk masyarakat luas. Melalui mekanisme
dan pelaksanaan prinsip keterbukaan, akan tercipta pemerintahan yang baik. Peran
serta masyarakat yang transparan dan
akuntabilitas yang tinggi merupakan salah satu prasyarat untuk mewujudkan
demokrasi yang hakiki. Dengan membuka akses yang luas terhadap Informasi publik
ini diharapkan Badan Publik menjadi lebih termotivasi untuk bertanggung jawab
dan berorientasi pada pelayanan untuk masyarakat dengan sebaik-baiknya.
Undang-undang
Keterbukaan Informasi Publik menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk memperoleh
Informasi Publik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Permintaan
informasi publik dilakukan dengan cara mengajukan permintaan Informasi Publik
dan disertai dengan alas an-alasan untuk apa permintaan informasi tersebut
diajukan. Demikian pula sebaliknya, tidak semua informasi yang dimiliki oleh
badan publik dapat diberikan kepada masyarakat. Badan Publik juga memiliki hak untuk
menolak memberikan informasi-informasi tertentu yang dikecualikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Informasi-informasi yang tidak dapat diberikan antara lain yang
berkaitan dengan informasi yang dapat membahayakan Negara, informasi yang
berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak
sehat, informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi, informasi yang berkaitan dengan rahasia
jabatan atau Informasi Publik yang diminta tersebut belum dikuasai atau belum didokumentasikan
oleh Bandan Publik.
Apabila
permohonan informasi publik tidak dipenuhi oleh badan publik, pemohon dapat
mengajukan keberatan secara tertulis kepada atasan Pejabat Pengelola Informasi
dan Dokumentasi pada badan publik setempat. Informasi publik yang diminta
tersebut tentu tidak termasuk informasi yang dikecualikan. Tindakan-tindakan
pejabat publik yang termasuk dalam kategori tidak memenuhi permohonan informasi
yang diajukan dapat berbentuk antara lain : tidak disediakannya informasi
secara berkala, tidak ditanggapinya permintaan informasi, permintaan informasi ditanggapi
tetapi tidak sebagaimana yang diminta, tidak dipenuhinya permintaan informasi sama
sekali, adanya pengenaan biaya yang dupungut secara tidak wajar, dan penyampaian informasi yang melebihi waktu
yang diatur dalam undang-undang.
Keberatan
yang diajukan kepada atasan Pejabat Pengelola Informasi harus diajukan
dalam waktu paling lambat 30 hari kerja
sejak tidak ditanggapinya permohonan. Terhadap surat keberatan tersebut, Atasan
pejabat harus memberikan tanggapan dalam waktu paling lambat 30 hari kerja
sejak diterimanya keberatan secara tertulis. Tanggapan tersebut dapat berupa
memenuhi atau menolak permohonan informasi. Sampai pada tahap ini, sengketa
informasi sedapat mungkin diselesaikan sendiri secara musyawarah oleh kedua
belah pihak.
Apabila
jawaban dari atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi dalam proses
keberatan tidak memuaskan Pemohon Informasi, maka pemohon dapat mengajukan penyelesaian
Sengketa Informasi Publik kepada Komisi Informasi (KI). Permohonan kepada Komisi Informasi (KI) diajukan dalam waktu
paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya tanggapan
tertulis dari atasan pejabat PPID. Atas pengajuan sengketa tersebut, Komisi
Informasi harus mulai mengupayakan penyelesaian Sengketa Informasi Publik
paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak menerima permohonan.
Bentuk
penyelesaian sengketa informasi di Komisi Informasi adalah dengan metode
Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi. Penyelesaian dengan cara Mediasi merupakan
penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak melalui bantuan
mediator Komisi Informasi. Sedangkan penyelesaian dengan cara Ajudikasi adalah
proses penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak yang diputus
oleh Komisi Informasi. Keseluruhan proses penyelesaian sengketa informasi di
Komisi Informasi harus diselesaikan paling lambat dalam waktu 100 (seratus)
hari kerja.
Putusan
Komisi Informasi tentang pokok keberatan yang diajukan berisikan salah satu
perintah berikut ini: (a). memerintahkan Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi untuk menjalankan kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam
Undang-Undang ini; (b). memerintahkan Badan Publik untuk memenuhi kewajibannya
dalam jangka waktu pemberian informasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
ini; atau (c) mengukuhkan pertimbangan
atasan Badan Publik atau memutuskan mengenai biaya penelusuran dan/atau
penggandaan informasi.
Salah
satu hal penting untuk diperhatikan dalam mengajukan sengketa informasi melalui
Komisi Informasi adalah tentang kedudukan hukum (legal standing) pemohon. Kedudukan hukum (legal standing) merupakan dasar dari seseorang tersebut memenuhi
syarat untuk mengajukan permohonan. Misalnya, apabila pemohon informasi publik bertindak
atas nama perorangan, maka yang mengajukan permohonan kepada Komisi Informasi
juga harus atas nama perorangan. Demikian pula apabila pemohon mengajukan atas
nama kelembagaan, maka Pemohon harus mampu menunjukkan dokumen-dokumen atas
nama lembaga, seperti surat tugas atau surat mandat.
Hal
ini menjadi penting karena pada tahap pemeriksaan awal persidangan di Komisi
Informasi, akan diperiksa terlebih dahulu setidaknya empat hal, sebelum masuk
pada pemeriksaan materi perkara. Keempat hal tersebut adalah adanya kewenangan
Komisi Informasi dalam menyelesaikan sengketa, Legal Standing Pemohon, Legal
Standing Termohon dan jangka waktu permohonan sengketa.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Jember
Tidak ada komentar:
Posting Komentar