Artikel Opini Harian Radar Jember, 15 April 2016
Langkah
DPRD Kabupaten Jember yang telah memasukkan Rancangan Peraturan Daerah
(Raperda) Kabupaten Jember Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) tahun 2016 (Radar
Jember, 6/4/2016), perlu mendapat dukungan semua pihak. Masuknya Raperda ini dalam
Prolegda tahun 2016 sebagai inisiatif DPRD merupakan jawaban bagi kegelisahan
banyak pihak terkait dengan banyaknya alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi
lahan pemukiman maupun industri akhir-akhir ini.
Dalam
kurun waktu beberapa tahun terakhir ini, alih fungsi lahan pertanian produktif
menjadi lahan non pertanian di Jember tampak menunjukkan peningkatan yang sangat
signifikan. Secara kasat mata dapat kita lihat dari pembangunan kawasan
pemukiman atau perumahan menempati lahan yang sebelumnya merupakan lahan
pertanian produktif. Terutama perumahan-perumahan yang berada di wilayah kota
Jember.
Melihat
keadaan demikian ini, perlu dilakukan langkah-langkah untuk menyelamatkan lahan
pertanian di Kabupaten Jember. Terlebih lagi, Kabupaten Jember merupakan salah
satu sentra produksi pangan nasional yang memberi kontribusi bagi ketahanan
pangan nasional. Oleh karena itu, kita perlu memberi apresiasi dan mendorong
kepada DPRD Jember agar Perda perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan
dapat segera disahkan.
Sebenarnya
upaya Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ini dinilai agak
terlambat, karena secara nasional, upaya ini telah dimulai sejak tahun 2009
dengan disahkannya UU No. 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan. Lahirnya undang-undang ini merupakan wujud dari tanggung
jawab Negara berkaitan dengan terjaminnya hak atas pangan bagi segenap rakyat
yang merupakan hak asasi manusia yang sangat fundamental sehingga menjadi
tanggung jawab negara untuk memenuhinya.
Lahan
pertanian memiliki peran dan fungsi strategis bagi masyarakat kita yang
bercorak agraris. Karena sebagian besar penduduk menggantungkan hidupnya pada
sektor pertanian. Dengan demikian, lahan pertanian tidak saja memiliki nilai
ekonomis, tetapi juga sosial, bahkan memiliki nilai religius. Karena jumlahnya
tidak bertambah maka lahan pertanian merupakan sumber daya alam yang bersifat
langka. Namun disisi lain kebutuhan terhadap lahan pertanian selalu meningkat.
Pengalihan
fungsi lahan pertanian yang tidak terkendali merupakan ancaman terhadap
pencapaian ketahanan dan kedaulatan pangan, baik yang bersifat lokal maupun
secara nasional. Alih fungsi lahan mempunyai dampak yang serius terhadap
produksi pangan. Dampaknya berimbas kepada kesejahteraan masyarakat petani yang
kehidupannya bergantung pada lahan pertaniannya. Alih fungsi lahan-lahan
pertanian subur dan produktif selama ini belum diimbangi dengan usaha-usaha
yang sistematis dari pemerintah dalam mengembangkan lahan pertanian melalui
pencetakan lahan pertanian baru sebagai pengganti lahan pertanian yang telah
berubah fungsi.
Dampak
lain dari pengalihan fungsi lahan pertanian pangan adalah makin sempitnya luas
lahan yang diusahakan oleh petani. Hal ini berdampak pada menurunnya tingkat kesejahteraan
petani itu sendiri. Oleh karena itu, pengendalian alih fungsi lahan melalui
Perda Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan merupakan salah
satu upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan, sekaligus dapat meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan petani dan masyarakat pada umumnya.
Dalam
praktek, pola alih fungsi lahan pertanian yang
terjadi selama ini dapat dipilah menjadi dua kategori, yaitu secara sistematis,
dan secara sporadis. Pola alih fungsi lahan pertanian yang sistematis adalah
pengalihan fungsi lahan pertanian untuk pembangunan kawasan industri, perkotaan,
kawasan pemukiman atau real estate,
jalan raya, komplek perkantoran, dan sebagainya. Lahan pertanian pangan yang
beralih fungsi ini pada umumnya mencakup suatu hamparan yang cukup luas dan
terkonsolidasi. Sedangkan alih fungsi lahan pertanian pangan yang bersifat
sporadis adalah yang dilakukan sendiri oleh pemilik lahan pertanian umumnya.
Luas lahan yang terkonversi biasanya kecil-kecil dan terpencar-pencar. Alih
fungsi lahan pertanian dilakukan secara langsung oleh petani pemilik lahan atau
oleh pihak lain. Prosesnya diawali dengan adanya transaksi jual beli lahan.
Proses alih fungsi lahan pertanian pada umumnya berlangsung sangat cepat.
Terlebih lagi apabila penyebab jual belinya terkait dengan upaya pemenuhan
kebutuhan sektor ekonomi lain yang menghasilkan nilai ekonomis yang jauh lebih
tinggi.
Ada
banyak faktor yang menyebabkan terjadinya alih
fungsi lahan pertanian. Beberapa faktor penyebab tersebut antara lain meningkatnya
jumlah penduduk. Pesatnya peningkatan
jumlah penduduk juga meningkatkan permintaan tanah untuk perumahan, sektor jasa,
industri, dan fasilitas umum lainnya. Kedua, karena faktor ekonomi, yaitu
tingginya nilai ekonomi yang diperoleh dari aktivitas sektor non pertanian
dibandingkan sektor pertanian. Selain itu, karena faktor kebutuhan keluarga
petani yang terdesak oleh kebutuhan modal usaha atau keperluan keluarga lainnya
seperti biaya pendidikan, mencari pekerjaan,
seringkali membuat petani tidak mempunyai pilihan selain menjual
sebagian lahan pertaniannya.
Faktor lain yang memicu terjadinya
alih fungsi lahan pertanian adalah adanya kebijakan Pemerintah Daerah yang
mengutamakan pembangunan pada sektor menjanjikan keuntungan jangka pendek lebih
tinggi guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang kurang
memperhatikan kepentingan jangka panjang yang sebenarnya lebih penting bagi
masyarakat secara keseluruhan. Ditambah lagi dengan belum tegasnya peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang alih fungsi lahan pertanian dan lemahnya penegakan hukum
dari peraturan yang ada.
Perlindungan
lahan pertanian pangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam penataan
ruang wilayah suatu daerah. Pasal 23 ayat (3) UU No. 41 Tahun 2009
mengamanatkan bahwa “Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan kabupaten/kota
diatur dalam Peraturan Daerah mengenai rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota”. Oleh karena itu, Raperda Kabupaten Jember tentang perlindungan
lahan pertanian pangan berkelanjutan perlu mengacu dan menyesuaikan dengan
Perda RTRW yang telah disahkan. Perlindungan
lahan pertanian pangan dilakukan
dengan menetapkan kawasan-kawasan pertanian pangan yang perlu dilindungi.
Perda
tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan ini hendaknya
meliputi perencanaan dan penetapan, pengembangan, penelitian, pemanfaatan dan
pembinaan, pengendalian, pengawasan, pengembangan sistem informasi,
perlindungan dan pemberdayaan petani, peran serta masyarakat, dan pembiayaan. Perlindungan
kawasan dan lahan pertanian pangan dilakukan dengan menghargai kearifan budaya
lokal serta hak-hak komunal adat.
Kita
berharap nantinya Perda Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan ini nantinya mampu mengendalikan alih fungsi lahan pertanian yang
selama ini berlangsung. Penegakan hukum harus menjadi benteng terakhir agar
kepentingan-kepentingan ekonomi jangka pendek segelintir orang tidak
mengalahkan kepentingan jangka panjang yang lebih luas dan menjadi hajat hidup
mayarakat pada umumnya. Semoga..
*) Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam
Jember (UIJ).
Pak Supianto, tulisan anda ttg Raperda Perlindungan Lahan Pertanian Pangan, sejalan dengan concern saya soal konversi lahan pertanian. Apakah Bapak tahu bagaimana kelanjutan raperda ini? Apakah benar, laju konversi lahan pertanian di Jember dapat berkurang dengan adanya aturan baru ini.
BalasHapusSaya senang sekali jika bisa berdiskusi langsung dengan Bapak.
Salam hormat saya,
Dhoho A. Sastro, praktisi hukum di Jember (dh.sastro@gmail.com)