Selasa, 08 November 2016

PERJANJIAN PERKAWINAN

Memang secara hukum, harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama diantara mereka berdua. Seseorang wanita pengusaha sukses bertanya,
“Saya seorang pengusaha yang cukup berhasil, bisnis saya tumbuh pesat dengan keuntungan yang terus meningkat setiap tahun. Saya juga memiliki asset yang cukup besar. Oleh karena itu kalau saya menikah, saya tidak ingin bisnis saya menjadi milik berdua dengan suami saya. Apa bisa? Bagaimana caranya?”.
Bila hal itu diinginkan, maka cara yang dapat ditempuh adalah dengan membuat perjanjian perkawinan. Yakni perjanjian yang dibuat antara suami dan istri berkaitan dengan pemisahan harta benda masing-masing.
Dalam hukum perkawinan kita dikenal tentang perjanjian kawin. Meskipun tidak terlalu familier bagi masyarakat kita, tetapi berkaitan dengan perjanjian perkawinan ini telah diatur sejak lama. Pengaturan perjanjian perkawinan telah diatur dalam Burgerlijk Wetboek (BW) atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata peninggalan Kolonial Belanda. Pengaturan tentang perjanjian perkawinan kemudian dilanjutkan dalam Undang-Undang Perkawinan.
Salah satu aspek yang menyebabkan perjanjian perkawinan tidak terlalu familier dalam masyarakat adalah makna perkawinan yang sangat sakral dalam kehidupan masyarakat. Perkawinan tidak hanya berkaitan dengan soal hubungan keperdataan semata.
Lebih dari itu, perkawinan merupakan ikatan lahir bathin sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Kebahagiaan rumah tangga yang didasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pada saat melakukan perkawinan, setiap pasangan suami istri tentu tidak menginginkan perkawinan mereka mengalami kegagalan. Kata-kata perpisahan tidak terbayang bagi mereka. Keduanya berniat untuk melanggengkan perkawinan mereka hingga aki-aki dan nini-nini.
Pada awalnya, eksistensi perjanjian perkawinan ini diakui apabila dibuat secara tertulis, sebelum atau pada saat perkawinan dilangsungkan. Oleh karenanya, perjanjian perkawinan yang dibuat setelah kehidupan perkawinan berjalan, tidak dikenal.
Perkembangan terbaru tentang perjanjian perkawinan ini terjadi sejak putusan MK No. 69/PUU-XIII/2015, yang dibacakan pada 27 Oktober 2016. MK mengabulkan uji materi terhadap ketentuan tentang perjanjian perkawinan dalam undang-undang perkawinan.
Berdasarkan putusan tersebut, Mahkamah Konstitusi (MK) mengizinkan Perjanjian Kawin dibuat pada saat pasangan itu telah menjadi suami istri. MK menilai hal itu untuk mencegah hal-hal yang tak diinginkan.
Beberapa tujuan pembuatan Perjanjian Kawin antara lain untuk memisahkan harta kekayaan antara pihak suami dengan pihak istri sehingga harta kekayaan mereka tidak bercampur. Oleh karena itu, jika suatu saat mereka bercerai, harta dari masing-masing pihak terlindungi, tidak ada perebutan harta kekayaan bersama atau gono-gini.
Atas utang masing-masing pihak pun yang mereka buat dalam masa perkawinan mereka, masing-masing akan bertanggung jawab sendiri-sendiri. Jika salah satu pihak ingin menjual harta kekayaan mereka tidak perlu meminta ijin dari pasangannya.
Begitu juga dengan fasilitas kredit yang mereka ajukan, tidak lagi harus meminta ijin terlebih dahulu dari pasangan hidupnya (suami/istri) dalam hal menjaminkan aset yang terdaftar atas nama salah satu dari mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar